id sipp@ui.ac.id dan humas-ui@ui.ac.id +62 21 786 7222

Ahli Geologi FMIPA UI: Longsor di Dasar Teluk Palu Koro Diduga Picu Tsunami

Universitas Indonesia > Berita > Ahli Geologi FMIPA UI: Longsor di Dasar Teluk Palu Koro Diduga Picu Tsunami

 

Ahli Geologi FMIPA UI, Reza Syahputra menyebut ada dua kemungkinan yang menyebabkan terjadinya gempa yang berujung tsunami berkekuatan 7.4 SR di Palu, Sulawesi Tengah pada Jum’at (28/9).Sebelumnya ia mengungkapkan gempabumi di palu disebabkan oleh patahan lempeng bumi yang bergerak dan saling mendesak, ada patahan utama yang cukup besar yakni sesar palu koro yang memotong wilayah “leher” Sulawesi Tengah.

Namun, kata Reza sejumlah gempa yang terjadi tidak bersumber dari sesar utama, melainkan dari patahan-patahan kecil di sekitar sesar Palu Koro.“Titik gempa tidak pas di patahan Palu Koro tapi di sekitarnya, ada pergeseran atau pergerakan di area patahan-patahan yang lebih kecil dari pada Palu Koro, yang kemungkinan menyebabkan terjadinya gempa” ungkap Reza.

Namun, terkait terjadinya tsunami dengan ketinggian hingga 1,5 meter menerjang Palu dan Donggala, Reza menjelaskan ada dua kemungkinan yang menjadi penyebabnya.Pertama, karena adanya likuifasi atau longsoran material pasir ataupun tanah di dasar laut teluk Palu-Koro yang belum terkompaksi dengan baik. Hal ini dipicu dengan pergerakan patahan-patahan di sekitar Palu-Koro.

Hal ini, lanjut Reza diduga menjadi faktor utama terjadinya tsunami.“Gempa ini tidak secara langsung memicu tsunami. Akan tetapi, getaran gempa yang kuat akibat pergeseran patahan-patahan itu tadi diduga menjadi faktor terjadinya tsunami” ujarnya.Kemungkinan yang kedua murni karena patahan saja, patahan tersebut memicu bergeraknya atau naiknya patahan di tempat lain.

Namun, lanjut Reza skema patahan di Sulawesi Tengah sebenarnya bukanlah skema patahan yang bisa menyebabkan tsunami,Karena biasanya, tsunami terjadi akibat pergerakan sesar naik atau sesar turun. Artinya, pergerakan batuan secara vertikal. Sehingga, karena gerakan vertikal tersebut, air laut terguncang dan menimbulkan gelombang yang sampai ke darat.

Sementara gempa yang terjadi di Sulawesi Tengah ini adalah gempa akibat pergerakan sesar mendatar. Pergerakan batuan yang terjadi secara horizontal.Namun memang, lanjut Reza, dari penelitian beberapa tahun terakhir diketahui ada satu kejadian yangg membuat daratan di Sulawesi Tengah itu terangkat beberapa cm setiap tahunnya, dan laju pengangkatan daratan itu lebih besar dari pada tempat-tempat lainnya.Sehingga ketika terjadi pergeseran patahan di satu wilayah akan memicu pengangkatan ke atas patahan di wilayah lainnya.

“Mungkin saja patahan yang tadinya itu hanya bergerak secara horizontal, namun ada unsur pergerakan secara verticalnya juga”tambahnya.Gempa Palu tersebut sebenarnya berpusat di daratan, namun bentukan teluk Palu telah membuat energi tsunami mengalami amplifikasi yang energinya menjadi lebih besar.

Mengapa gempa susulan di Palu masih terjadi?

Hingga Rabu (3/10) rangkaian gempa masih terus terjadi mengiringi gempa utama meskipun kekuatannya relatif kecil.Tercatat dalam data Badan Nasional Penanggulangan Bencana ( BNPB), hingga hari ini pukul 07.00 WIB, terjadi 362 kali gempa bumi susulan pasca-gempa besar mengguncang Kota Palu dan Kabupaten Donggala, Sulawesi Tengah pekan lalu.

Reza Syahputra, ahli geologi FMIPA UI mengungkapkan bahwa terjadinya gempa susulan yang kerap terjadi pasca gempa besar merupakan proses stabilisasi yang normal.Hal ini, kata dia dikarenakan patahan batuan mencari keseimbangan. Karena patahan tersebut skalanya besar, maka terjadi stabilisasi untuk kembali ke kondisi normal.“Posisi batuan kadang-kadang kalau posisinya belum pas, maka akan selalu mencari keseimbangannya, ini yang menimbulkan guncangan”, ujar Reza.

Reza mencontohkan kejadian gempabumi di Lombok yang hingga beberapa waktu terakhir masih menyisakan gempa susulan yang relatif kecil guncangannya.“Artinya apabila  patahan batuan berskala besar ini sudah mengunci berarti sudah stabil, dan tidak terjadi guncangan”, terangnya.

Leave a Reply