iden sipp@ui.ac.id dan humas-ui@ui.ac.id +62 21 786 7222

C20 Ajak FIA UI Bahas Usulan Transparansi dan Akuntabilitas Perpajakan untuk G20

Universitas Indonesia > Berita > Berita Fakultas Ilmu Administrasi > C20 Ajak FIA UI Bahas Usulan Transparansi dan Akuntabilitas Perpajakan untuk G20

Civil 20 (C20) selaku wadah organisasi masyarakat sipil dari seluruh dunia yang terlibat dengan para pemerintah di G20, mengajak Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia (FIA  UI) untuk membahas usulan terkait transparansi dan akuntabilitas perpajakan. Pembahasan tersebut nantinya akan dibawa dalam puncak acara G20 di Bali pada November 2022 mendatang.

Dalam pembahasan tersebut, Dra. Inayati, M.Si selaku Ketua Departemen Ilmu Administrasi Fiskal menyebut bahwa tax justice adalah isu yang sangat penting untuk dibahas. Apa itu tax justice dan bagaimana hubungannya dengan transparansi dan akuntabilitas perlu untuk diketahui oleh masyarakat.

“Isu ini sangat krusial karena berhubungan dengan kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah dan pengambil kebijakan, keberlanjutan, sustainability, dan menjadi sesuatu yang sangat penting dan mendasar,” kata Dra. Inayati dalam acara Pre C-20 Summit –  TSF WG “Road to G20 Summit: Addressing Transparency and Accountability toward Sustainable Finance, Tax Justice, and Sovereign Debt Regulation” yang berlangsung secara hybrid di Gedung FIA UI dan melalui platform Zoom pada Kamis, (22/09).

Lebih lanjut, Ketua Senat Akademik Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia (FIA UI) sekaligus akademisi dari FIA UI Dr. Ning Rahayu, M.Si., menegaskan bahwa keaktifan dan peran masyarakat dalam proses pengambilan keputusan serta terselenggaranya G20 di Indonesia sangat penting. “Terkait dengan penunjukan pelaku bisnis digital asing untuk melakukan pemungutan PPN. Dalam rangka mengantisipasi penyelewengan hasil pemungutan PPN oleh perusahaan digital asing tersebut diusulkan agar penerapan ketentuan terkait bantuan penagihan pajak lintas negara diefektifkan,” kata Dr. Ning.

Hal tersebut diungkapkan oleh Dr. Ning sebagai tanggapan terhadap usulan kebijakan yang telah dibuat oleh anggota C20 untuk menjawab topik isu global mengenai perpajakan di Indonesia. Ada lima topik isu diantaranya, topik isu Perpajakan Nasional yang membahas mengenai Pajak kekayaan (Wealth Tax) sebagai sumber pendapatan alternatif yang strategis untuk mendanai pembiayaan kesehatan, penanggulangan kemiskinan, dan mengurangi ketimpangan; memasukkan dimensi kesetaraan gender dalam kebijakan perpajakan; G20 harus memastikan mekanisme pajak karbon yang efektif, transparan, dan akuntabel; perlunya pembentukan Badan Pajak PBB untuk Pajak Global (UN Tax Convention); dan menanggulangi aliran keuangan gelap dan buruknya transparansi seperti pada Base Erosion and Profit Shifting (BEPS) Kerangka Inklusif Pilar 1 & 2.


Selain itu, ada dua topik isu yang dibahas dalam pertemuan tersebut, yaitu keuangan berkelanjutan dan isu perlakuan utang negara. Topik isu keuangan berkelanjutan terdiri dari tiga gagasan, yakni perlunya agenda keuangan berkelanjutan G20 yang lebih progresif, inklusif, dan koheren melalui penerapan peraturan dan langkah-langkah yang mengikat secara hukum; yurisdiksi G20 untuk pembentukan taksonomi hijau atau taksonomi berkelanjutan, yang melibatkan CSO dan semua pemangku kepentingan sedari awal pembuatan kebijakan; dan kebutuhan untuk sepenuhnya mengintegrasikan prinsip-prinsip berkeadilan ke dalam kerangka transisi.

Pada topik terakhir, yang menjadi pembahasan adalah isu perlakuan utang negara yang terdiri dari empat hal. Pertama, perlunya reformasi arsitektur utang global di bawah pengawasan PBB yang menciptakan mekanisme restrukturisasi utang yang jelas, lebih tepat waktu, dan teratur; kedua, perlunya pendekatan penghapusan/keringanan utang yang lebih efektif dan menegakkan partisipasi semua kreditur, termasuk swasta (Lembaga Keuangan Internasional); ketiga, menciptakan lebih banyak ruang fiskal bagi negara-negara, khususnya untuk negara yang sedang berada di dalam proses restrukturisasi utang. Proses restrukturisasi utang terdiri dari: 1) penerbitan dana SDR IMF, 2) re-channeling SDR, 3) memberikan lebih banyak hibah, 4) mekanisme pinjaman lunak. Dan hal keempat yang dibahas adalah memastikan bahwa “Global Emergency Financing” tidak berbentuk utang dan menambah risiko kerentanan utang bagi negara-negara yang memerlukan.

“C20 sebagai official engagement untuk G20 berkomitmen untuk menengahkan pembahasan isu yang faktual dan bisa meng-address problem. Indonesia sebagai developing countries berkomitmen untuk menyuarakan kepentingan developing countries lainnya bersama dengan C20,” kata Direktur Eksekutif Prakarsa sekaligus Sherpa C20 Presidensi Indonesia 2022, Ah Maftuchan. Ia menyebut bahwa tujuan utama dari penyelenggaraan acara C20 adalah untuk menjaga akuntabilitas pajak yang berarti apa yang disampaikan ke publik adalah merupakan hasil dari apa yang sudah dikerjakan dan disampaikan secara transparan.

Kepala kajian ekonomi lingkungan Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat Fakultas Ekonomi dan Bisnis UI, Dr. Alin Halimatussadiah memberikan tanggapan terhadap policy recommendation TSF WG C20 untuk isu keuangan berkelanjutan. “Keuangan berkelanjutan merupakan cara untuk mengintegrasikan aspek resiko dan lingkungan dan sosial, menurunkan resiko, meningkatkan portofolio hijau dan berdampak sosial, kemudian menciptakan sebuah peluang,” katanya.

Dalam kesempatan tersebut, Faisal Basri mengungkapkan bahwa inti usulan yang diberikan C20 adalah bagaimana mendorong pembangunan dunia yang tidak sekadar hyperglobalization, tetapi juga inklusif, sesuai SDGS, dan participatory development yang melibatkan masyarakat dalam perumusan kebijakan.

“Peran Indonesia dalam G20 untuk International taxation Issues yakni sebagai Presidensi G20 tahun 2022 untuk isu perpajakan internasional tak lepas dari tanggung jawabnya dalam menentukan agenda prioritas, mendorong pembahasan, dan mengkoordinasikan kebijakan untuk mewujudkan komitmen dan kerjasama antarnegara anggota G20 dalam menangani isu perpajakan internasional,” kata Kepala Kasubdit Perjanjian dan Kerja Sama Perpajakan Internasional Leli Listianawati.

Related Posts