iden sipp@ui.ac.id dan humas-ui@ui.ac.id +62 21 786 7222

Dari Thailand Hingga Senegal, Kisah Mahasiswa Asing “Menemukan” UI

Universitas Indonesia > Berita > Dari Thailand Hingga Senegal, Kisah Mahasiswa Asing “Menemukan” UI

Demi menyediakan akses pendidikan yang inklusif dan merata, Universitas Indonesia (UI) membuka kesempatan belajar seluas-luasnya bagi siapa pun, termasuk warga negara asing. Dalam Undang-undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, disebutkan bahwa “Warga negara asing dapat menjadi peserta didik pada satuan pendidikan yang diselenggarakan dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia”. Untuk menjalankan amanah tersebut, UI menyediakan berbagai program belajar bagi mahasiswa asing.

Program belajar di UI bagi mahasiswa asing meliputi program degree (berjenjang) dan non-degree. Program degree meliputi sarjana dan pascasarjana, sedangkan program non-degree memfasilitasi pertukaran pelajar selama 6–12 bulan bagi mahasiswa dari universitas mitra. Pada 2021, mahasiswa asing yang terdaftar di UI berjumlah 1.320 orang (berasal dari 61 negara).

Jumlah mahasiswa asing terbanyak berasal dari negara jiran, yakni Malaysia dengan 209 mahasiswa, lalu Australia (180 mahasiswa), Filipina (172 mahasiswa), Korea Selatan (171 mahasiswa), dan Jepang (86 mahasiswa). Mereka menyebar di 17 fakultas, dengan Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya (FIB) yang paling banyak diminati.

Menurut Fatou Diagne Mbaye, asal Senegal, mahasiswa S2 Fakultas Hukum, UI merupakan universitas terbaik di Indonesia, sehingga banyak diminati warga negara asing. Selain itu, prestasi UI yang mampu menembus peringkat 200 universitas terbaik di dunia juga menjadi alasan banyaknya mahasiswa asing yang memilih melanjutkan studi di UI.

Sedangkan Abdulroman Ngopulae, mahasiswa S2 Kesejahteraan Sosial, mengungkapkan bahwa ia tertarik pada UI, karena kampus ini memiliki lingkungan yang asri, dipenuhi pepohonan. Mahasiswa yang berasal dari Thailand ini berbagi cerita tentang proses ia “menemukan” UI. “Saat menempuh pendidikan sarjana di salah satu universitas di Jakarta, saya pernah datang di acara Mata Najwa yang dihadiri Presiden Ketiga Indonesia, Alm. BJ. Habibie. Karena diadakan di Ballroom UI, saya memanfaatkan momen itu untuk berwisata keliling UI. Saat itulah saya termotivasi untuk melanjutkan studi pascasarjana di sini karena UI memiliki fasilitas dan pemandangan bagus serta kawasan ramah lingkungan,” kata Abdulroman.

Selain mengikuti kegiatan belajar-mengajar di kelas, UI memiliki unit kegiatan mahasiswa (UKM) yang bisa diikuti mahasiswa asing. Fatou yang merupakan mahasiswa jurusan Hukum Perdagangan Internasional menjadi anggota Ikatan Mahasiswa Hukum Bidang Kajian Strategis Tahun 2020/2021. Menurutnya, seminar dan diskusi di himpunan ini mendukung perkuliahan serta membantu mahasiswa mendapatkan lowongan magang dan kerja.

Sementara itu, Abdulroman justru tertarik mengikuti pelatihan membuat batik yang diadakan lembaga Bahasa Indonesia bagi Penutur Asing (BIPA) UI. Batik adalah salah satu budaya favoritnya karena merupakan ciri khas dan kebanggaan masyarakat Indonesia.

Selama masa pandemi Covid-19, kegiatan perkuliahan diadakan secara daring. Situasi ini menjadi kendala bagi kedua mahasiswa asing tersebut, karena tidak dapat berinteraksi langsung dengan dosen dan mahasiswa lain. Meski begitu, semangat untuk menyelesaikan studi tetap dimiliki Fatou dan Abdulroman. “Setelah saya lulus, saya berharap semoga kampus UI bisa menerima lebih banyak mahasiswa/i dari Negara Thailand untuk berkuliah di sini. Semoga kampus UI dapat mempertahankan gelar kampus terbaik dan unggul di antara seluruh kampus di Indonesia, baik secara kualitas dan kuantitas,” kata Abdulroman.

Selama menempuh pendidikan di UI, Fatou juga memiliki kesan terhadap masyarakat, budaya, dan lingkungan Indonesia. Menurutnya, Indonesia dan Senegal memiliki persamaan dan perbedaan. “Dari segi budaya, sebenarnya orang Indonesia sangat mirip dengan orang Senegal. Mayoritas warganya beragama Islam. Bisa dibilang kita berbagi beberapa sifat yang sama, yaitu ramah dan sopan. Perbedaannya dari segi makanan. Makanan di Senegal lebih banyak roti, cheese, dan butter. Kami punya makanan khas bernama Delian yang terbuat dari nasi dan millet. Yang saya tahu, makanan Indonesia banyak dipengaruhi makanan China, sedangkan makanan Senegal banyak dipengaruhi makanan Perancis, sehingga tidak pedas,” kata Fatou menjelaskan.

Fatou dan Abdulroman adalah mahasiswa program beasiswa Kemitraan Negara Berkembang (KNB) yang dikelola Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi (Dikti), Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi RI. Beasiswa ini ditawarkan kepada pelamar terpilih yang berasal dari negara berkembang. Sebagai salah satu universitas tujuan KNB, UI mendukung penuh program tersebut demi perluasan akses pendidikan. Jumlah mahasiswa internasional menunjukkan visibilitas global institusi pendidikan tinggi. Oleh karena itu, untuk mendukung internasionalisasi universitas di Indonesia dan mengakomodasi meningkatnya minat belajar dari pelamar di seluruh dunia, UI membuka akses pendaftaran pendidikan mahasiswa asing di https://admission.ui.ac.id/.

Related Posts