https://www.elementbike.id/data/selotgacorku/https://karanganbungacilacap.com/https://masjidjoglo.fikk.unesa.ac.id/assets/https://e-learning.uniba-bpn.ac.id/rahasia/app.htmlhttps://elearning.ittelkom-sby.ac.id/group/s1/https://lms.unhi.ac.id/login/maxwin/https://e-learning.unim.ac.id/notes/-/smaxwin/https://uinsatu.ac.id/media/sthailand/https://simpenmas.untirta.ac.id/panduan/-/http://keris.bondowosokab.go.id/public/system/https://tik.unj.ac.id/wp-content/konten/https://perizinanfilm.kemdikbud.go.id/uploads/blog/https://dishub.babelprov.go.id/images/sgacor/https://sipolahta.dispermadesdukcapil.jatengprov.go.id/img/user/https://dpupr.bantenprov.go.id/dpupr/uploads/files/http://bendungan-kita.sda.pu.go.id/assets/css/demo/https://agroteknologi.faperta.untad.ac.id/kaktus/images/https://sisurat.itenas.ac.id/application/core/https://www.umm.ac.id/files/media/<
Doktor FEB UI: Analisis Komparasi Krisis Asia dan Krisis Keuangan Global - Universitas Indonesia
iden sipp@ui.ac.id dan humas-ui@ui.ac.id +62 21 786 7222

Doktor FEB UI: Analisis Komparasi Krisis Asia dan Krisis Keuangan Global

Universitas Indonesia > Berita > Berita Fakultas Ekonomi dan Bisnis > Doktor FEB UI: Analisis Komparasi Krisis Asia dan Krisis Keuangan Global

Kemajuan teknologi informasi dapat memperbesar gelombang krisis keuangan dan mempercepat penyebarannya ke daerah atau negara lain. Perkembangan pesat dari sektor keuangan juga turut menjadi penyebab terjadinya krisis, salah satu contoh adalah munculnya International Financial Integration (IFI). Jika terjadi gangguan keuangan domestik di satu negara, dapat mengakibatkan efek domino yang mengacaukan ekonomi terintegrasi dan keuangan global.

Krisis keuangan dapat menyebar cepat dan luas dalam waktu singkat, akibat adanya risiko sistemik dari global network. Nuning Trihadmini mengangkat masalah ini dalam disertasi doktoralnya yang berjudul “Contagion, Interdependence, and Spillover Effect: Analisis Komparasi Krisis Asia dan Krisis Keuangan Global melalui Saluran Keuangan serta Dampak dan Respon Kebijakan Moneter di lima Negara Asean (DCC GARCH–GVAR Model)”, di Program Pascasarjana Ilmu Ekonomi (PPIE), Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FIB) Universitas Indonesia (UI).

Ia mengomparasi krisis Asia dengan krisis keuangan global dalam aspek pola penularan, baik secara intra maupun inter asset price, dan menganalisis respons kebijakan moneter atasnya. Kajian mengenai contagion dan spillovers effect melalui saluran keuangan dianggap penting, mengingat beberapa episode krisis yang melanda dunia terjadi, karena adanya pertalian keuangan antarnegara.

Pengujian contagion dan interdependence dilakukan dengan menggunakan metode dynamic conditional correlation (DCC)–GARCH dari data harian. Sementara itu, pengujian spillover, generalized impuls respons function (GIRF), dan respons kebijakan, menggunakan model global VAR (GVAR) dengan data bulanan. Periode analisis dilakukan mulai Januari 1995—Maret 2018.

Nuning menjelaskan bahwa terdapat persamaan dan perbedaan pola penularan antara krisis Asia dan krisis keuangan global. Beberapa persamaan meliputi perambatan shock intra asset price lebih besar dibandingkan inter asset price; common cycle (penularan krisis) cenderung terjadi dalam periode yang pendek dan berulang; terjadi interdependence pada nilai tukar; serta adanya depresiasi nilai tukar rupiah paling tajam di mata uang negara ASEAN pada dua periode krisis.

Adapun perbedaan krisis Asia dan krisis keuangan global adalah terjadi interdependence intra asset price pada suku bunga overnight (O/N), nilai tukar, dan interdependence terbatas pada indeks saham di krisis Asia. Suku bunga O/N memiliki degree of co-movement paling besar, baik intra asset price, inter asset price, maupun intra-ASEAN. Pada krisis keuangan global, terjadi asimetri interdependence pada nilai tukar, yakni interdependence negative (sebelum krisis keuangan global) lebih kecil daripada interdependence positive (saat krisis keuangan global).

Selain itu, pada krisis keuangan global, nilai tukar menunjukkan co-movement paling besar. Ada pertalian kuat antara nilai tukar dan indeks saham, tetapi shock nilai tukar memiliki efek lebih besar dan bertahan dalam jangka panjang.

“Di antara variabel riil, inflasi menerima efek limpahan paling besar pada kedua krisis, namun pada krisis Asia efeknya lebih eksplosif. Penurunan produk domestik bruto (PDB) saat krisis Asia lebih banyak karena efek limpahan dari public debt, sedangkan saat krisis keuangan global lebih sedikit karena nilai tukar. Sementara itu, respons kebijakan moneter Tight Money Policy pada krisis Asia lebih efektif dalam jangka panjang (1–2 tahun), sedangkan respons kebijakan stabilisasi pada krisis keuangan global lebih efektif dalam jangka pendek,” ujar Nuning.

Penelitian Nuning ini berkontribusi pada empat asset price dalam krisis keuangan global, yaitu indeks saham (stock price), nilai tukar atau currencies (foreign exchange price), obligasi (bond prices), dan short term funds (money price). Kontribusi besar ini membuat Nuning meraih gelar doktor yang ke-127 di bidang Ilmu Ekonomi dengan predikat sangat memuaskan, pada Selasa (11/1).

Pada promosi doktor tersebut, Ketua Sidang adalah Prof. Nachrowi D. Nachrowi, Ph.D., Prof. Anwar Nasution, Ph.D. sebagai Promotor, Dr. Telisa Aulia Falianty sebagai Ko-Promotor I, dan Iman Sugema, Ph.D. sebagai Ko-Promotor II. Adapun tim penguji terdiri dari Prof. Nachrowi D. Nachrowi, Ph.D., Febrio Kacaribu, Ph.D., Sugiharso Safuan, Ph.D., Fithra Faisal Hastiadi, Ph.D., dan Dr. Edi Prio Pambudi.

 

Penulis: Rifdah Khalisha | Editor: Sapuroh

Selengkapnya:

Related Posts