id sipp@ui.ac.id dan humas-ui@ui.ac.id +62 21 786 7222

Doktor UI Teliti Terapi Sel Punca Sebagai Solusi Anti Penuaan

Universitas Indonesia > Berita > Berita Fakultas Kedokteran > Doktor UI Teliti Terapi Sel Punca Sebagai Solusi Anti Penuaan

Penulis: Rizky Syahputra

Program studi Ilmu Biomedik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI) menggelar sidang promosi doktor pada hari Rabu (28/7/2021) secara virtual melalui Zoom Meeting dan disiarkan secara langsung melalui kanal Youtube Medicice UI. Pada sidang promdok kali ini yang menjadi promovendus adalah dr. Adisti Dwijayanti M. Biomed dengan judul disertasi “Efek Anti Penuaan Sel Punca Mesenklimal Korda Umbilikalis Manusia (SPM-KUM) Tinjauan Seluler, Biokimia, dan Organismal Pada Tikus Tua”.

Dalam presentasinya tersebut, menjelaskan tentang bagaimana SPM-KUM mampu memperlambat efek penuaan dan kematian terhadap manusia. Sel punca merupakan sel yang mampu memperbanyak diri sendiri dan mampu berdiferensiasi menjadi sel lain, sel punca juga dapat bekerja melalui sekresi berbagai sitokin dan mampu berinteraksi dengan berbagai sistem imun.  “Pemberian sel punca secara eksogen diyakini dapat mengatasi berbagai proses yang terjadi pada penuaan seperti deplesi sel punca dan inflamasi kronik,” ujarnya. Beliau juga menambahkan, masih sedikit hasil uji klinis yang berfokus pada terapi sel punca, sehingga kinerja terapi ini belum dipahami sepenuhnya.

Promovendus menerapkan efek anti penuaan percobaan sel punca ini terhadap hewan uji coba tikus tua, dengan beberapa parameter klinis seperti stres oksidatif, inflamasi, hormon reproduksi, panjang telomer, serta ekspresi antibodi anti manusia pada jaringan hati dan ginjal. Hewan tikus yang digunakan adalah tikus Sprague-Dawley yang berusia sekitar dua tahun dimana kondisi jaringan tubuh tikus tersebut sama dengan jaringan tubuh manusia berusia 60 tahun. Tikus tersebut disuntikkan SPM-KUM sebanyak empat kali dengan jarak interval setiap tiga bulan.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan selama satu tahun, promovendus mendapati tampilan fisik luar pada tikus tampak masih baik dimana tikus masih mampu berdiri, dan berjalan dengan baik, selain itu efek kelainan yang ditimbulkan juga minim. Tikus tersebut juga mengalami penundaan kematian hingga dua minggu lebih lambat dibanding tikus yang tidak disuntik (hewan kontrol).

Pada akhirnya, kesimpulan yang diambil oleh promovendus adalah SPM-KUM ternyata mampu menghambat proses penuaan. Walaupun begitu, pihaknya tetap memberi saran agar dilakukan uji klinis yang lebih intensif pada manusia dengan pemeriksaan biomarker yang lebih lengkap. “Agar penelitian sel punca ini dapat benar-benar bermanfaat, diperlukan uji klinis yang lebih detail dan lengkap, sebelum dipergunakan secara luas di masyarakat,” ujarnya di penghujung acara.

Related Posts