id sipp@ui.ac.id dan humas-ui@ui.ac.id +62 21 786 7222

Doni Monardo, Dosen SIL UI:”Satu Komando” Efektif dalam Penanganan Bencana

Universitas Indonesia > Berita > Berita Highlight > Doni Monardo, Dosen SIL UI:”Satu Komando” Efektif dalam Penanganan Bencana

Dosen Magister Manajemen Bencana Sekolah Ilmu Lingkungan Universitas Indonesia (SIL UI) dan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana periode 2019-2021, Letnan Jenderal TNI (Purn.) Dr. (H.C.) Doni Monardo menyampaikan bahwa konsep penanganan bencana “satu komando” lebih efektif dan tepat guna. Jika tidak, maka akan sulit untuk membuat masing-masing bagian menjadi suatu instrumen yang terintegrasi.

Ia memberi contoh pada bantuan logistik yang harus segera sampai ke tangan para korban, apapun dan bagaimanapun caranya. “Apabila, ada bahan makanan menumpuk di gudang artinya ada korban yang kelaparan dan belum mendapat bantuan. Satu pos komando juga memudahkan kendali operasional termasuk mendistribusikan para relawan ke sasaran sesuai kualifikasi yang dibutuhkan,” ujarnya dalam webinar bertajuk “Human Capacity Building in Disaster Awareness & Preparedness” yang diselenggarakan oleh klaster riset manajemen bencana SIL UI (24/5).

Menurut Doni, Indonesia adalah negara laboratorium bencana karena semua jenis bencana –baik alam maupun non alam– ada di Indonesia. Ia memaparkan, bencana alam dibagi menjadi empat klaster. Pertama, ancaman geologi dan vulkanologi yang terdiri dari letusan gunung api, gempa bumi, tsunami, likuifaksi, dan land subsidence. Kedua, hidrometeorologi I yang terdiri dari kebakaran hutan dan lahan (karhutla) dan kekeringan. Ketiga, hidrometeorologi II yang terdiri dari banjir, banjir bandang, longsor, abrasi pantai, gelombang ekstrim, dan angin puting beliung. Terakhir, bencana non alam yang terdiri dari limbah, penyakit endemik, dan gagal teknologi.

Munculnya pandemi Covid-19 di Wuhan akhir 2019, pemerintah Indonesia membentuk Gugus Tugas guna mempercepat penanganan Covid-19 dan sekarang sudah berubah nama menjadi Satgas Covid-19. Dalam penanganan Covid-19 terdapat tiga musuh yaitu, pemberitaan yang negatif atau kabar bohong (hoax), ego sektoral atau lemahnya koordinasi lintas-sektoral, dan virus Covid-19.

“Untuk mengubah perilaku ini, agar masyarakat bisa menyadari bahwa Covid-19 ini adalah jenis pandemi yang sangat membahaya atau mesin pembunuh, terutama untuk mereka yang lansia itu adalah kelompok yang sangat rentan. Kita dapat memanfaatkan media karena data-data yang dikumpulkan dalam sejumlah lembaga, 80% kesuksesan penanganan Covid-19 ini termasuk bencana ada di media,” kata Doni.

Ia melanjutkan, “Media mampu memengaruhi perilaku, mampu memberikan literasi pada masyarakat, dan apa yang kami lakukan yaitu menyelenggarakan sejumlah kerja sama dengan beberapa pihak agar strategi komunikasi publik ini betul-betul efektif. Kemudian, menyelenggarakan pertemuan dengan pemilik media dan pemimpin redaksi.”

Di akhir paparannya, Doni mengatakan strategi dalam penanganan bencana tidak akan paripurna jika tidak didukung kolaborasi pentahelix yaitu terjalinnya kerja sama antara pemerintah pusat atau daerah, unsur masyarakat, akademisi, pengusaha, dan media. Selain itu, mitigasi juga menjadi hal yang sangat penting dalam upaya meningkatkan kemampuan serta ketangguhan masyarakat dalam menghadapi bencana.

Direktur SIL UI, Dr. dr. Tri Edhi Budhi Soesilo, M.Si., menyampaikan pada kata sambutan bahwa Indonesia sebagai negara yang terletak pada lingkaran api pasifik atau dikenal sebagai pacific ring of fire kerap mengalami bencana. Bencana bukan terjadi secara alami namun dapat pula sebagai hasil dari kegiatan manusia yang membiarkan bencana itu terjadi dengan sendirinya.

“Sebagai contoh, kelalaian pemasangan suatu kabel listrik dalam suatu kawasan dapat menyebabkan bencana kebakaran di masa yang akan datang. Oleh karena itu, diperlukan suatu upaya untuk meningkatkan kapasitas, kemampuan, serta tingkat ketangguhan masyarakat baik yang berada di dalam maupun di luar pemerintahan untuk memahami serta mampu memitigasi bencana yang akan terjadi. Selain itu, diperlukan juga suatu bentuk pembangunan kapasitas untuk mencegah terjadinya bencana serta mengurangi resiko hal-hal yang tidak diinginkan,” ujarnya.

Ketua Ikatan Keluarga Alumni (IKAL) Lembaga Ketahanan Nasional Dewan Pengurus Daerah (DPD) DKI Jakarta sekaligus menjabat sebagai Ketua Komite III DPD RI/MPR RI, Sylviana Murni turut memberikan kata sambutan bahwa, “Kita harus sama-sama meningkatkan kapasitas. Kapasitas dalam arti, bagaimana kapasitasnya masyarakat untuk mengantisipasi, mengatasi, melawan, dan bahkan pulih dari bencana. Kapasitas kita bukan hanya bergantung pada aset sosial, aset ekonomi, aset politik, pskilogis, lingkungan, fisik, dan rezim pemerintahan melainkan pada person-nya.”

Selanjutnya, Dosen Universitas Pertahanan Indonesia yang juga menjabat sebagai Direktur Utama PT Biro Klasifikasi Indonesia (BKI), Rudiyanto menyampaikan bahwa, “Ring of fire adalah sebuah area yang di dalamnya dikatakan sebagai circum-pacific belt atau berada di lautan pasifik. Dalam konsep geologi, kita ini terdiri di atas plate tectonics yang berada di suatu lapisan yang sifatnya labil dan bergerak dinamis. Kemudian, terjadi beberapa pergerakan yang menimbulkan kosekuensi dan terjadi yang namanya gempa.”

Disaster management process adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan untuk mengendalikan bencana dan keadaan darurat. Dalam hal ini, terdiri dari empat fase bencana yakni, mitigation yaitu upaya mitigasi pra-bencana, preparation yaitu mengambil tindakan sebelumnya agar siap menghadapi keadaan darurat, response yaitu untuk melindungi orang dan harta benda setelah keadaan darurat, bencana atau krisis, dan recovery yaitu untuk membangun kembali setelah bencana dalam upaya mengembalikan operasi kembali normal.

“Satu kunci untuk mengurangi yang namanya suatu proses loss (kehilangan), kecelakaan atau kerusakan dari alam dan bencana itu kita bisa meningkatkan dengan awareness dan edukasi kepada masyarakat. Semua harus aware bahwa bencana tersebut dapat terjadi kapan saja, tidak diketahui, dan kita harus sudah siap. Jika, kita sudah mem-prepare tersebut dapat mengurangi ketakutan dan kecemasan,” ujarnya.

Dalam paparan narasumber terakhir yaitu Plt. Sekretaris Kementerian Pemuda dan Olahraga RI yang sekaligus menjabat sebagai Dosen Universitas Negeri Padang, Jonni Mardizal menyampaikan, “Peran pemuda diatur dalam Undang-Undang No.40 Tahun 2009 pada pasal 16 menyebutkan pemuda berperan aktif dalam segala aspek pembagunan nasional sebagai kekuatan moral, kontrol sosial, dan agen perubahan.”

Peran aktif pemuda sebagai kekuatan moral yaitu menumbuhkan aspek etik dan moralitas dalam bertindak pada setiap dimensi kehidupan kepemudaan. Kemudian, peran aktif pemuda sebagai kontrol sosial yaitu membangkitkan kesadaran atas tanggung jawab, hak, dan kewajiban sebagai warga negara. Terakhir, peran aktif pemuda sebagai agen perubahan yaitu kepedulian terhadap masyarakat dan kepedulian terhadap lingkungan hidup.

Selain itu, keterlibatan pemuda dalam penanganan bencana sangat dibutuhkan karena kecepatan akses dan pemahaman terhadap bencana akan membuat mitigasi bencana bisa dioptimalkan. Kalangan pemuda terkait penanggulangan bencana perlu memahami para atau sebelum bencana, saat bencana dan sesudah bencana terjadi.

Dengan demikian, diperlukan upaya percepatan pelibatan pemuda dalam kegiatan pengurangan risiko bencana yaitu dengan program peningkatan kapasitas pemuda, menciptakan atau merumuskan kebijakan yang jelas dan spesifik, mendukung komunita pemuda yang bergerak dalam bidang kebencanaan, serta perlunya transfer knowledge lintas generasi dan lintas ilmu.

Related Posts