iden sipp@ui.ac.id dan humas-ui@ui.ac.id +62 21 786 7222
Universitas Indonesia > Berita > Berita Fakultas Ilmu Komputer > Dua Sisi Koin Pemanfaatan Generative Artificial Intelligence dalam Pendidikan

Dewan Guru Besar (DGB) Universitas Indonesia (UI) mengadakan webinar bertajuk “Penggunaan Generative AI untuk Tri Dharma Perguruan Tinggi di Universitas Indonesia”, pada Sabtu (9/12) lalu guna memberi edukasi terkait aturan penggunaan AI di bidang pendidikan. Ketua DGB UI, Prof. Harkristuti Harkrisnowo S.H., M.H., Ph.D., menilai edukasi ini penting dilakukan karena teknologi AI di satu sisi membawa potensi positif bagi kegiatan akademis, tetapi di sisi lain perlu diwaspadai.

“Generative AI menjadi alat luar biasa yang menghadirkan banyak peluang untuk meningkatkan pembelajaran, penelitian, serta kegiatan akademis lainnya. Namun, sebagaimana teknologi canggih lainnya, teknologi ini harus memiliki pertimbangan yang cermat dan penerapan yang bertanggung jawab, serta tidak melanggar nilai-nilai etis,” ujar Prof. Harkristuti.

Untuk mengulas potensi dan tantangan penggunaan kecerdasan buatan generatif atau Generative AI dalam berbagai perspektif ilmu, UI menghadirkan tiga narasumber, yakni Guru Besar Fakultas Ilmu Komputer, Prof. Dr. Eng. Wisnu Jatmiko; Guru Besar Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Prof. Dr. Sudarsono Hardjosoekarto; dan Guru Besar Fakultas Ilmu Kesehatan, Prof. Dr. Budi Haryanto. Ketiganya membahas Generative AI dari perspektif ilmu sains-teknologi, sosial-humaniora, dan kesehatan, serta batasan penggunaannya.

Menurut Prof. Wisnu, AI yang awalnya mampu memprediksi, mengklasifikasi, dan mengelompokkan data, kini berkembang menjadi Generative AI yang dapat menghasilkan konten baru selevel dengan konten yang telah ada. Di dunia pendidikan, teknologi AI dapat mempermudah dalam meringkas teks/tulisan, membantu menerjemahkan bahasa (translate), serta memberikan jawaban meski harus diverifikasi dengan data yang valid.

“Penggunaan AI perlu diperhatikan karena dapat menghilangkan beberapa esensi pendidikan. Tidak dipungkiri bahwa manusia tidak bisa meninggalkan teknologi karena mereka hidup dengan teknologi. Namun, manusia juga harus mampu mengatur penggunaan teknologi dengan baik,” ujar Prof. Wisnu.

Pada ilmu sosial-humaniora, penggunaan AI memiliki keterbatasan karena belum melampaui wisdom manusia dalam pengambilan keputusan berbasis nilai. Prof. Sudarsono mengatakan bahwa penggunaan AI memiliki potensi negatif, seperti penyimpangan penggunaan fake digital image dalam komunikasi publik. Oleh sebab itu, aturan penerapan generatif AI di UI harus dilandasi oleh kode etik dan kode perilaku UI.

Sementara itu, dari perspektif kesehatan, Prof. Budi melihat bahwa Generative AI dapat dimanfaatkan dalam pembuatan aplikasi pelayanan kesehatan, seperti bantuan untuk telemedis, rekam medis, penerjemah istilah medis, surveilans penyakit, rekrutmen clinical trial, deteksi gejala penyakit, triase pasien, dan monitor kondisi pasien secara daring. “Penggunaan Generative AI dalam konsultasi medis pasien harus dilakukan dengan hati-hati. Jika diagnosis yang diberikan dengan teknologi ini berlebihan atau kurang lengkap, itu akan berbahaya pada penanganan penyakit serius, seperti serangan jantung atau kanker,” kata Prof. Budi.

Keterbatasan generatif AI diharapkan memberi kesadaran bagi para pengguna agar lebih bijak dalam mengendalikan dan memanfaatkannya. Koordinator Komite Pembinaan Kehidupan Akademik dan Integritas Moral DGB UI, Prof. Dr. Ir. Riri Fitri Sari, mengatakan, “Banyak sekali di antara kita yang memakai tools AI untuk membantu dan mengimplementasikan berbagai upaya guna meningkatkan kualitas sumber daya manusia Indonesia. Kualitas generasi muda salah satunya diukur dari kemampuan dan jiwa kompetitifnya. Tantangannya kini adalah di saat mereka berusaha meningkatkan kemampuannya, di saat yang sama terdapat shortcut yang disediakan oleh Generative AI,” ujar Prof. Riri.

 

Penulis: Anida | Editor: Sasa

Related Posts