id sipp@ui.ac.id dan humas-ui@ui.ac.id +62 21 786 7222

Peran Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia dalam Mewujudkan Profesionalitas Dokter

Universitas Indonesia > Berita > Berita Fakultas Hukum > Peran Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia dalam Mewujudkan Profesionalitas Dokter

Dokter merupakan profesi dengan masa pendidikan 5–6 tahun, dan mereka harus lulus ujian kompetensi yang diikat kode etik, disiplin keilmuan, dan peraturan perundang-undangan. Kode etik merupakan tata cara dan perilaku (pedoman) yang ajek bagi dokter dalam memberikan pengobatan kepada masyarakat. Keberadaan pedoman ini ditujukan sebagai standar pelayanan kesehatan agar tenaga medis merasa aman pada saat menjalankan pekerjaan. Kode etik yang dijalankan dengan baik dapat membebaskan tenaga medis dari tuduhan malpraktik.

“Kepatuhan pada kode etik merupakan kewajiban mutlak bagi dokter. Kode etik menjadi payung pelindung bagi para dokter atas ketidakpuasan yang timbul dari pasien saat mereka menjalankan tugasnya. Berdasarkan pengalaman saya di Pengurus Besar Persatuan Dokter Gigi Indonesia (PB PDGI), mayoritas kasus sengketa medis berhubungan dengan malpraktik karena dokter tidak memberikan penanganan yang sesuai dengan kode etik,” kata Dr. dr. R. M. Sri Hananto, Sp. BM (K), M.M. selaku Ketua Umum Perkumpulan Konsultan Mediasi Bersertifikat Indonesia sekaligus Ketua Umum PB PDGI Periode 2017–2021.

Pernyataan Dr. Hananto tersebut disampaikan dalam kuliah umum “Peran Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia (MKDKI) dalam Mewujudkan Profesionalitas Dokter” yang diadakan Fakultas Hukum Universitas Indonesia (FH UI), pada Sabtu (28/5) lalu. Pada kesempatan tersebut, Dr. Hananto memaparkan masalah hukum yang dihadapi para dokter berikut upaya penanganannya. Berdasarkan data yang masuk ke PB PDGI Periode 2017–2022, terdapat 37 kasus dokter gigi yang terjerat permasalahan ketidakpuasan pasien hingga berujung pada tuntutan (ganti rugi). Ketidakpuasan pasien dapat disebabkan faktor pelanggaran etika disiplin dan hukum oleh dokter atau karena komplikasi yang timbul akibat perawatan atau tindakan kedokteran.

Pelanggaran etika disiplin dan hukum oleh dokter dapat berupa pelanggaran atas peraturan perundang-undangan di bidang kesehatan, keputusan-keputusan yang dikeluarkan Menteri Kesehatan, dan kode etik profesi yang dikeluarkan organisasi keprofesian. Pengaturan dalam dasar hukum tersebut pada dasarnya membahas kompetensi dokter Indonesia, antara lain profesionalitas yang luhur, mawas diri dan pengembangan diri, komunikasi efektif, pengelolaan informasi, landasan ilmiah ilmu kedokteran, keterampilan klinis, serta pengelolaan masalah kesehatan.

“Penyelesaian sengketa medis dilakukan melalui lembaga MKDKI yang merupakan badan otonom dari organisasi profesi kedokteran, seperti PDGI dan Ikatan Dokter Indonesia. MKDKI memiliki tugas pokok untuk mengawasi pelaksanaan dari kode etik kedokteran sekaligus menjadi tempat untuk melaksanakan proses ajudikasi atau pengadilan. Proses pengadilan yang dilakukan MKDKI pada dasarnya sama dengan proses pengadilan pada lembaga yudikatif di Indonesia, seperti pengadilan yang dilakukan secara berjenjang dari tingkat kota sampai dengan tingkat nasional,” kata Dr. Hananto.

Lembaga MKDKI membantu penyelesaian kasus hukum di kesehatan. Tujuan dibentuknya lembaga ini adalah untuk memberikan perlindungan kepada pasien, menjaga mutu dokter, serta menjaga kehormatan profesi kedokteran. MKDKI berwenang menentukan ada-tidaknya kesalahan dalam penerapan ilmu kedokteran dan menetapkan sanksi disiplin. Pada pelaksanaannya, lembaga ini bertugas menerima pengaduan, memeriksa, dan memutuskan kasus pelanggaran disiplin dokter/dokter gigi yang diajukan, serta menyusun pedoman dan tata cara penanganan kasus pelanggaran disiplin dokter/dokter gigi.

Menurut penanggung jawab mata kuliah Hukum Kesehatan FH UI, Wahyu Andrianto, S.H., M.H., kuliah umum ini perlu diberikan untuk memberi gambaran kepada mahasiswa tentang penerapan hukum kesehatan di lapangan, khususnya yang berkaitan dengan mediasi. Dengan pengalaman yang dimiliki oleh Dr. Hananto secara medis maupun penyelesaian sengketa, diharapkan mahasiswa dapat menggali pengetahuan sebanyak-banyaknya dari yang disampaikan Dr. Hananto.

“Dr. Hananto merupakan dokter dengan jam terbang tinggi. Di samping memahami ilmu mediasi, beliau juga pernah menjadi dokter yang menangani Presiden. Mahasiswa dapat menggali banyak hal dari beliau, mulai dari tema diskusi hari ini hingga pengalaman beliau selama bertugas. Contohnya, tentang bagaimana beliau menjaga kerahasiaan data Presiden sebagai salah satu pasiennya,” kata Wahyu.

 

Related Posts