id sipp@ui.ac.id dan humas-ui@ui.ac.id +62 21 786 7222

FFUI Edukasi Masyarakat Terkait Vaksinasi Covid-19, Penggunaan Herbal, & Menjaga Higienitas

Universitas Indonesia > Berita > Berita Fakultas Farmasi > FFUI Edukasi Masyarakat Terkait Vaksinasi Covid-19, Penggunaan Herbal, & Menjaga Higienitas

Penulis: Almas Bimantara

Fakultas Farmasi UI (FFUI) bekerja sama dengan Direktorat Pengabdian dan Pemberdayaan Masyarakat UI (DPPM UI) dan PT Sarana Multigriya Finansial menyelenggarakan seminar daring bertema “Edukasi Vaksinasi Covid-19, Penggunaan Herbal Sebelum dan Sesudah Vaksinasi, dan Mitigasi Penularan Covid-19 melalui Higienitas Masyarakat”. Empat pembicara hadir dalam seminar ini, yaitu Dr. apt. Heri Setiawan, M.Sc. (Pengajar FFUI), dr. Rulliana Agustin, M.Med.Ed. (Pengajar Fakultas Kedokteran UI), Prof. Dr. apt. Berna Elya, M,Si. (Guru Besar dan Pengajar FFUI), dan apt. Ratika Rahmasari M.Pharm.Sc., Ph.D. (Pengajar FFUI).

Heri Setiawan membawakan topik edukasi vaksinasi Covid-19. Sepanjang sejarah dunia, katanya, vaksin telah berhasil mengeliminasi beberapa penyakit, yakni hingga 90%. Dalam ilmu kesehatan masyarakat, terdapat beberapa tahap bagi vaksin untuk mengurangi penularan penyakit, yaitu kontrol, eliminasi, dan eradikasi (pemusnahan penyakit). Menurut Heri, untuk kasus Covid-19 masih belum terlihat apakah vaksin bisa mencapai tingkatan eradikasi atau hanya sebatas kontrol.

Vaksin Covid-19, dalam pelaksanaannya memiliki sejumlah efek samping, walaupun tidak terlalu mengkhawatirkan seperti demam, pusing, serta pegal. Program vaksinasi yang saat ini berlangsung bertujuan meminimalisir efek samping tersebut dengan berbagai aturan dan regulasi yang ada, seperti proses skrining yang harus dilakukan pasien sebelum melakukan proses vaksinasi.

Bahkan, setelah vaksinasi pun penerima vaksin akan dipantau beberapa saat untuk melihat adanya Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi (KIPI) atau tidak. “Jadi ini risiko yang terkendali, ada risiko tapi bisa dikendalikan dan sudah disiapkan sistemnya,” ujar Heri dalam seminar daring yang dilaksanakan pada Sabtu (25/9).

Pada sesi kedua, Ruliana menjelaskan bahwa pengaturan proses vaksinasi yang terdiri dari empat tahap saat ini memiliki tujuan untuk mencegah efek samping dari vaksin. Regulasi juga diperlukan untuk proses vaksinasi yang dilakukan terhadap pasien dengan kondisi tertentu seperti lansia dan ibu hamil dan pemberian vaksinasi di fasilitas kesehatan bagi pengidap penyakit kronik.

Setelah melakukan vaksinasi Covid-19 bukan berarti terbebas sepenuhnya dari risiko terjangkit Covid-19. Oleh karena itu, regulasi protokol pascavaksinasi harus tetap dilakukan. Protokol tersebut meliputi pemakaian masker, menjaga jarak, menjauhi kerumunan, mencuci tangan secara teratur, dan menunggu 30 menit setelah vaksinasi untuk diobservasi untuk menghindari KIPI.

Selain upaya vaksinasi, pemerintah juga mempunyai tanggung jawab untuk melakukan upaya mitigasi Covid-19. Beberapa mitigasi Covid-19 yang sudah atau sedang dilakukan adalah Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM), Work From Home (WFH), protokol 5M (Mencuci tangan, Memakai masker, Menjaga jarak, Menjauhi kerumunan, Mengurangi mobilitas), isolasi mandiri, dan yang terbaru adalah vaksinasi.

Upaya mitigasi yang paling penting dan dapat dimulai secara individu salah satunya adalah menjaga higienitas. Dengan mengupayakan higienitas bagi diri sendiri akan sangat membantu mencegah Covid-19 karena sifat Covid-19 yang bisa menyebar melalui droplet atau cipratan liur dari hidung atau mulut. Upaya-upaya tersebut dapat dilakukan dengan cara mencuci tangan, membersihkan badan, menggunakan masker, dan menutup mulut saat bersin atau batuk.

Selain penerapan pelaksanaan protokol kesehatan, hal lain yang tetap harus dilakukan adalah edukasi terkait proses vaksinasi, karena hoaks terkait Covid-19 sangat menjamur di masyarakat. Hal ini menyebabkan masih banyak masyarakat yang enggan untuk melakukan vaksin.

Berdasarkan data Kementerian Komunikasi dan Informatika Republik Indonesia, tercatat sudah terdapat 1808 hoaks tentang pandemi Covid-19 sepanjang tahun 2021. Untuk mengatasi hal ini, masyarakat harus kritis terhadap berbagai informasi yang didapat, saring sebelum sharing, melakukan konfirmasi terkait informasi yang terindikasi sebagai hoaks, dan juga melaporkan konten yang mengandung hoaks.

Perlu diketahui bahwa vaksin Covid-19 yang telah ada saat ini memiliki berbagai macam cara kerja. Ada yang menggunakan virus yang dilemahkan, menggunakan DNA/RNA-nya saja, menggunakan virus lain yang diganti senyawanya dengan virus corona, dan ada yang menggunakan proteinnya saja. Walaupun berbeda, namun vaksin-vaksin tersebut akan menjadikan tubuh mempunyai respon terhadap virus Covid-19 dengan menghasilkan antibodi.

Selanjutnya sebagai pembicara ketiga, Berna memaparkan bahwa selain vaksin penggunaan obat tradisional atau herbal ternyata juga mampu meningkatkan daya tahan, mencegah terjadinya penyakit, penyembuhan atau pemulihan kesehatan, dan meningkatkan kualitas hidup pada pasien Covid-19. Bahkan Wolrd Health Organization (WHO) juga merekomendasikan penggunaan obat tradisional termasuk herbal untuk pemeliharaan kesehatan masyarakat terutama untuk penyakit kronis, degeneratif, dan kanker.

Obat tradisional atau herbal sendiri dapat didefinisikan sebagai ramuan atau olahan bahan alami baik tumbuhan, hewan, atau campurannya yang secara turun temurun telah digunakan untuk pengobatan. Obat tradisional dapat digolongkan ke dalam tiga  golongan. Jika obat tersebut hanya berdasarkan pada data empiris maka digolongkan sebagai jamu. Kemudian jika telah dilakukan uji praklinik maka digolongkan sebagai Obat Herbal Terstandar (OHT) dan jika telah dilakukan uji klinik maka disebut sebagai fitofarmaka.

Salah satu herbal yang telah dapat digunakan untuk penanganan Covid-19 adalah sambiloto. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, sambiloto terbukti dapat menghambat aktivitas protease dari virus Covid-19. Selain sambiloto, herbal lain yang dapat bermanfaat untuk penyembuhan Covid-19 adalah kunyit, jambu biji, dan meniran.

Related Posts