https://www.elementbike.id/data/selotgacorku/https://karanganbungacilacap.com/https://dupak.dinkes.jatimprov.go.id/assets/media/demos/https://e-learning.uniba-bpn.ac.id/rahasia/app.htmlhttps://elearning.ittelkom-sby.ac.id/group/s1/https://lms.unhi.ac.id/login/maxwin/https://e-learning.unim.ac.id/notes/-/smaxwin/https://uinsatu.ac.id/media/sthailand/https://simpenmas.untirta.ac.id/panduan/-/http://keris.bondowosokab.go.id/public/system/https://tik.unj.ac.id/wp-content/konten/https://perizinanfilm.kemdikbud.go.id/uploads/blog/https://dishub.babelprov.go.id/images/sgacor/https://sipolahta.dispermadesdukcapil.jatengprov.go.id/img/user/https://dpupr.bantenprov.go.id/dpupr/uploads/files/http://bendungan-kita.sda.pu.go.id/assets/css/demo/https://agroteknologi.faperta.untad.ac.id/kaktus/images/https://sisurat.itenas.ac.id/application/core/https://www.umm.ac.id/files/media/https://simojang.jabarprov.go.id/demos/seo/
FIA UI-Singapore Management University-The International Tax Center Leiden Bahas Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda Baru (P3B) Indonesia-Singapura - Universitas Indonesia
iden sipp@ui.ac.id dan humas-ui@ui.ac.id +62 21 786 7222

FIA UI-Singapore Management University-The International Tax Center Leiden Bahas Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda Baru (P3B) Indonesia-Singapura

Universitas Indonesia > Berita > Berita Fakultas Ilmu Administrasi > FIA UI-Singapore Management University-The International Tax Center Leiden Bahas Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda Baru (P3B) Indonesia-Singapura

Singapura merupakan investor pendukung terbesar untuk Indonesia, dengan lebih dari 30% investasi Indonesia berasal dari Singapura pada tahun 2021. Menurut Prof. Gunadi, Ak., M.Sc., Guru Besar Ilmu Administrasi Fiskal, Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia, P3B Indonesia dan Singapura pada tahun 2020 lebih sesuai dengan Organisation for Economic Co-operation & Development (OECD) Model, United Nations (UN) Model, dan selaras dengan implementasi Base Erosion and Profit Shifting (BEPS) dibandingkan dengan P3B sebelumnya pada tahun 1990.

Hal itu disampaikan Prof. Gunadi pada “The ASEAN Tax Seminar Series: Webinar on New Indonesia-Singapore Treaty” yang diadakan Departemen Ilmu Administrasi Fiskal, Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia (FIA UI) bekerja sama dengan Singapore Management University, dan the International Tax Center (ITC) Leiden. Webinar ini membahas mengenai Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda (P3B) Baru antara Indonesia-Singapura.

Selain Prof. Gunadi, para ahli yang berpengalaman di bidang pajak internasional, hadir sebagai pembicara, yakni Prof. Sum Yee Loong (Singapore Management University), Prof. Kees van Raad (ITC Leiden), Melani Dewi Astuti (Pusat Kebijakan Penerimaan Negara (PKPN), Badan Kebijakan Fiskal, Indonesia), Irving Aw (WTS Taxise Singapura), dan Iman Santoso (Ernst and Young Indonesia). Prof. Sum berpendapat bahwa sudah 32 tahun Indonesia dan Singapura menandatangani P3B yang membuat Singapura dan Indonesia mampu meningkatkan Produk Domestik Bruto hingga hampir mencapai tujuh kali lipat pada tahun 1990-2021.

“Indonesia dan Singapura merupakan bagian penting dari ASEAN. Di sisi lain, ASEAN merupakan wilayah dengan pertumbuhan ekonomi tercepat. Indonesia sendiri merupakan negara dengan ekonomi yang paling unggul di ASEAN, dengan kepadatan penduduknya tertinggi di ASEAN. Hal ini membuat banyak investasi berada di Indonesia. Kerja sama dan pembangunan bersama antara Indonesia dan Singapura tidak hanya akan menguntungkan kedua negara, bahkan seluruh dunia,” kata Prof. Sum dalam diskusi yang berlangsung pada Selasa, 8 Maret 2022.

Profesor Hukum Pajak Internasional dari Leiden University, Belanda, Prof. Kees van Raad, menyampaikan materi yang berjudul “The 2020 & 1990 Indonesia-Singapore tax treaties from a policy and a technical perspective.” Ia mengatakan, ada perbedaan antara perjanjian P3B Indonesia-Singapura pada tahun 1990 dan 2020, yakni pada tahun 1990 terdapat banyak penyimpangan dari perjanjian Model OECD/UN. Sementara perjanjian pada tahun 2020 ini dianggap semakin sesuai dengan implementasi BEPS. “Sayang sekali bahwa hanya ‘standar minimum’ BEPS yang dapat disetujui,” ujarnya.

Menurut Prof. Kees, alasan penyimpangan dari OECD/ UN Models dalam praktiknya sering kali terjadi karena beberapa faktor. Dari konteks negara yang berpengalaman membuat P3B, ketentuan perjanjian yang dibuat seringkali dianggap tidak jelas, khususnya dari hasil temuan pengadilan pajak. Sementara, untuk negara dengan minim pengalaman terkait P3B, memiliki risiko yang lebih besar untuk kesalahan dan inkonsistensi regulasi, di mana negosiator perjanjian belum tentu ahli di bidang perpajakan, serta penyusunan undang-undang yang sering kali tidak memenuhi standar yang diterapkan pada peraturan domestik kedua negara.

Selanjutnya, Analis Muda Pusat Kebijakan Penerimaan Negara, Badan Kebijakan Fiskal, Indonesia, Melani Dewi Astuti, menyampaikan materi yang dimulai dengan menjelaskan latar belakang dari P3B baru antara Singapura dan Indonesia. “Terdapat beberapa latar belakang pembaharuan P3B antara Indonesia dan Singapura, yakni untuk meningkatkan hubungan ekonomi dan perdagangan; menyesuaikan dengan perkembangan ekonomi, bisnis, dan perpajakan internasional saat ini; menyelaraskan dengan standar internasional dalam pertukaran informasi; serta lebih memberikan kepastian hukum dan memasukkan langkah-langkah anti penghindaran pajak,” katanya.

Perbedaan mendasar dalam pembaharuan P3B Singapura dan Indonesia, kata Melani, adalah perubahan aturan Tie Breaker Rules individu, penurunan tarif Branch Profit Tax (BPT) dan penghapusan klausul most favoured nation (MFN), perubahan sehubungan dengan bunga yang dibayarkan atau diterima oleh pemerintah, pengurangan tarif pajak atas royalti, penambahan ketentuan perpajakan atas Capital Gain, pencantuman antitreaty shopping rules dan corresponding adjustment articles, dan adopsi standar Exchange of Information baru.

Pembahasan ketentuan baru dalam P3B antara Indonesia dengan Singapura disampaikan oleh Irving Aw. Outbound Investment yakni dividen yang diantaranya adalah dikenakan Withholding Tax di Indonesia sebesar 10% (jika investor Singapura memiliki setidaknya 25% dari modal perusahaan Indonesia) atau 15%, terlepas dari apakah dividen diterima di Singapura. “Jika karena alasan apa pun dividen tidak dibebaskan dari pajak di Singapura, kredit pajak tidak akan memperhitungkan Pajak Penghasilan Badan Indonesia, kecuali sebelumnya berdasarkan ketentuan 50A ITA, persyaratan 25% modal saham dan persyaratan modal saham yang lebih rendah 10% terpenuhi berdasarkan Art. 23(2) (Elimination of Double Taxation),” ujarnya.

Narasumber terakhir, Iman Santoso menjelaskan mengenai Anti Tax Avoidance– Multilateral Instrument (MLI) dimana Art. 6 dari MLI telah diadopsi di P3B baru, termasuk Art. 28 tentang the Entitlement of Benefits concept dan the Principal Purpose Test untuk mencegah penyalahgunaan P3B. Dalam konteks Fiscal Domicile, isu kewarganegaraan ditambahkan dalam ketentuan tie breaker rule untuk menentukan domisili pajak individu. Selain itu, P3B baru juga mengatur penurunan tarif BPT dari 15% menjadi 10%, walaupun di sisi lain tidak ada perubahan tarif Withholding Tax atas Bunga, yaitu tetap sebesar 10%.

Iman menyatakan bahwa P3B baru ini sangat penting untuk memperbaiki investasi fiskal Indonesia karena Foreign Direct Investment dan struktur holding Singapura akan terus menjadi sumber utama investasi Indonesia. Pemberlakuan pajak capital gain dan ketentuan penghasilan lainnya dianggap dapat berdampak positif dari sudut pandang investor Singapura karena sebelumnya dikenakan pajak di Indonesia dan lebih equal treatment bagi Singapura sejak diberlakukannya P3B baru. Secara umum, perubahan P3B ini merupakan P3B pertama post-MLI yang dianggap dapat menjadi rujukan utama dalam memperbaharui P3B Indonesia dengan negara lain di masa yang akan datang.

Related Posts