iden sipp@ui.ac.id dan humas-ui@ui.ac.id +62 21 786 7222

FKUI Ajak Kenali Hepatitis Akut Berat yang Belum Diketahui Penyebabnya

Akhir-akhir ini dunia digegerkan oleh kemunculan kasus Hepatitis Akut Berat yang belum diketahui penyebabnya. Kasus ini memiliki gejala serupa dengan Hepatitis, tetapi tidak disebabkan virus yang sama dengan Hepatitis. World Health Organization (WHO) menetapkan kasus ini sebagai Kejadian Luar Biasa (KLB) pada 12 April 2022. Sebanyak 15 kasus suspek teridentifikasi di Indonesia per 10 Mei 2022. Dari 15 kasus tersebut, spesimen 7 kasus diterima laboratorium Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia–Rumah Sakit Dr. Cipto Mangunkusumo (FKUI–RSCM) sebagai upaya untuk mencari solusi penanganan.

Continuing Medical Education (CME) FKUI mengajak tenaga kesehatan dan health enthusiast untuk membahas kasus ini pada webinar “Infeksi Emerging: Hepatitis Akut Berat yang Belum Diketahui Penyebabnya”, pada Kamis (12/05). Webinar yang diselenggarakan melalui Zoom dan YouTube @cmefkui ini menghadirkan tiga narasumber, yaitu Guru Besar yang juga merupakan Dokter Spesialis Anak Sub Spesialis Gastro-Hepatologi FKUI–RSCM, Prof. Dr. dr. Hanifah Oswari, SpA(K); Spesialis Mikrobiologi FKUI, Dr. dr. Budiman Bela, SpMK(K); dan dosen Departemen Ilmu Kedokteran Komunitas FKUI, Dr. dr. Retno Asti Werdhani, M.Epid.

“Penyakit ini pertama kali muncul di Eropa. Berdasarkan data terakhir, saat ini Hepatitis Akut telah menyebar di 20 negara. Saya mendapat kontak dari Menteri Kesehatan yang meminta bebeberapa ahli dari FKUI untuk membahas kasus ini. Terima kasih kepada CME FKUI yang merespons cepat dengan menyelenggarakan webinar ini sehingga informasi terkait Hepatitis Akut bisa segera disebarluaskan, khususnya bagi para dokter dan tenaga kesehatan agar dapat mengedukasi masyarakat,” kata Prof. Dr. dr. Ari Fahrial Syam, SpPD-KGEH, MMB selaku Dekan FKUI.

Dengan mengacu pada data WHO, Prof. Hanifah menyampaikan, saat ini belum diketahui cara untuk memastikan pasien yang mengidap penyakit Hepatitis Akut Berat. Meski begitu, ada fase-fase yang dapat dikenali sebagai gejala penyakit ini. Pada fase awal, penderita merasakan diare, mual-muntah, demam, dan masalah pernapasan. Ketika memasuki fase lanjutan, terjadi perubahan warna kekuningan pada kulit atau mata. Penderita mengalami buang air kecil pekat atau buang air besar berwarna pucat, juga mengalami kejang. Pada fase terakhir, penderita kehilangan kesadaran.

Sejauh ini, ilmuwan menemukan adanya Adenovirus tipe 41 dalam darah para suspek. Virus ini dan SARS-CoV-2 diperkirakan sebagai salah satu penyebab paling mungkin Hepatitis Akut Berat. Adenovirus merupakan virus yang biasa ditemukan dalam kasus muntah dan diare, tetapi tidak diketahui jika dapat menyebabkan Hepatitis. Berangkat dari temuan ini, para ilmuwan menyebutkan enam hipotesis penyebab penyakit Hepatitis Akut Berat. Pertama, akibat jarang terpapar Adenovirus saat pandemi. Kedua, akibat mutasi Adenovirus varian baru. Ketiga, merupakan sindrom post-infeksi SARS-CoV-2. Keempat, akibat paparan obat/lingkungan. Kelima, adanya patogen baru. Keenam, disebabkan varian baru SARS-CoV-2.

Menurut Dr. Budiman, perlu dilakukan pemeriksaan kemungkinan penyebab penyakit sesuai gejala klinis yang ditemukan. Ia menyanggah adanya korelasi antara vaksin Covid-19 dan kasus Hepatitis Akut. Mayoritas pasien berusia 3–5 tahun dan kebanyakan dari mereka tidak menerima vaksin Covid-19. Terlebih, Adenovirus yang dikaitkan dengan sebagian besar kasus adalah Adenovirus Tipe 41 sehingga berbeda dengan yang digunakan dalam beberapa vaksin Covid-19. Oleh karena itu, tidak terbukti adanya korelasi antara vaksin Covid-19 dan kasus Hepatitis Akut Berat.

Hepatitis Akut Berat dapat menular melalui mulut dari benda, makanan, atau minuman yang terkontaminasi kotoran orang yang terinfeksi virus serta saluran pernapasan. Dr. Budiman menyarankan kepada fasilitas pelayanan kesehatan agar menggunakan standar pencegahan dan pengendalian infeksi, terutama pada semua staf yang terlibat. Akan lebih baik jika anak dirawat dalam kamar yang memiliki kamar mandi dan toilet khusus. Dr. Budiman juga mengimbau masyarakat agar menerapkan 3M (memakai masker, mencuci tangan dan menjaga jarak); memastikan makanan dan minuman tidak tercemar; dan melindungi anak dari infeksi melalui fekal-oral serta saluran napas.

Ada tiga aspek pemicu terjadinya penyakit, yaitu penderita, penyebab, dan lingkungan. Faktor dari penderita meliputi pengetahuan dan perilaku, kebersihan diri, imunitas dan nutrisi tubuh, serta riwayat infeksi dan vaksinasi. Faktor penyebab penyakit seperti bakteri, virus, dan parasit memengaruhi faktor penderita. Sementara itu, faktor lingkungan dapat berupa kontak kasus, wilayah, sanitasi, sarana air bersih, dan pengolahan makanan. Terkait faktor lingkungan, kebijakan tiap negara memiliki andil besar dalam menciptakan lingkungan yang sehat.

Dr. Asti menyarankan agar orang tua mengajarkan kebiasaan hidup sehat kepada anaknya. Kebiasaan ini meliputi cara mencuci tangan dengan benar, oral hygiene, toilet hygiene, serta cara membersihkan badan dan menggunting kuku. Teknik mencuci makanan, kebiasaan memakai pakaian bersih, serta tidur di tempat yang bersih juga perlu diajarkan kepada anak. Jangan lupa mengajarkan etika bersin dan batuk, serta budaya berbenah. Di rumah dan sekolah, kebersihan lingkungan dan sanitasi penting untuk dijaga.

Upaya mencegah dan melawan penyakit Hepatitis Akut Berat tidak dapat dilakukan sendiri. Menurut Prof. Hanifa, perlu kerja sama dari berbagai pihak untuk menangani penyakit ini. Bagi masyarakat, tenaga kesehatan, atau peneliti yang menemukan terjadinya kasus ini, dapat melapor kepada Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) melalui bit.ly/PelaporanKasusHepatitisAkut atau kepada Kementerian Kesehatan RI dalam bentuk form penyelidikan epidemiologi (PE). Jika ada kasus potensial, masyarakat dapat melapor kepada Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (Dirjen P2P) melalui Public Health Emergency Operation Centre (PHEOC) dengan kontak WhatsApp (0877-7759-1097) atau e-mail poskoklb@yahoo.com.

Related Posts