id sipp@ui.ac.id dan humas-ui@ui.ac.id +62 21 786 7222

ICESSD Bahas Penerapan SDGs di Asia Tenggara

Universitas Indonesia > Berita > ICESSD Bahas Penerapan SDGs di Asia Tenggara

Sekolah Ilmu Lingkungan (SIL) menggandeng Pusat Studi Asia Tenggara (CSEAS) dan Sekolah Pascasarjana Studi Wilayah Asia dan Afrika (ASAFAS) Universitas Kyoto menyelenggarakan International Conference On Environmental Science and Sustainable Developmentc (ICESSD) pada 22-23 Oktober 2019 di Sari Pasifik Jakarta.

Konferensi ini adalah konferensi tentang bagaimana menguatkan pencapaian SDGs di Southeast Asia. Mengapa Southeast Asia? karena daerah ini merupakan daerah yang vital dan strategis secara kewilayahan.

Southeast Asia mencakup 4.5juta km persegi dari wilayah dunia, dengan jumlah penduduk mencapai 641 juta, tutur Conference Director of ICESSD, Dr. Hayati Sari Hasibuan yang juga menjabat sebagai Ketua Program Studi Magister Ilmu Lingkungan.

 

ICESSD 2019 ini menyediakan forum bagi akademisi, pemerintah, masyarakat sipil dan sektor swasta untuk berpartisipasi berbagi penelitian dan teknologi menuju pembangungan berkelanjutan (SDGs).

Membuka konferensi, Dr. Emil Budianto, Direktur Sekolah Ilmu Lingkungan, menyampaikan masalah lingkungan adalah masalah dinamis, kompleks yang membutuhkan analisis dan instrumen pengambilan keputusan yang dapat mengakomodasi karakter lingkungan.

Ilmu Lingkungan UI mempelajari ilmu antardisiplin untuk memahami interaksi kompleks dan dinamis dalam sistem lingkungan tersebut. Antardisiplin ilmu ini memungkinkan adanya perumusan upaya untuk memecahkan masalah lingkungan di Indonesia secara holistik dan komprehensif untuk keberlanjutan lingkungan.

Emil Budianto berharap diskusi selama konferensi akan mengarah pada inisiatif dan inovasi dalam mendapatkan kekuatan mencapai tujuan pembangunan berkelanjutan.

Prof.Dr. Emil Salim menutup kegiatan ICESSD 2019, mengajak kita untuk memahami masalah krusial yang dipertaruhkan dalam menjaga dan meningkatkan pembangunan berkelanjutan di Indonesia, yaitu dengan menghubungkan tiga aspek yaitu pembangunan lingkungan, ekonomi, dan sosial.

“Ketika interkoneksi ketiganya tidak berjalan dengan tepat dan seimbang, maka akan menimbulkan kegagalan pembangunan berkelanjutan,” ujar Emil.

Contoh dari tidak adanya koneksi ketiganya adalah masalah kebakaran hutan. Yang mendasari kebakaran hutan adalah bentrokan antara keuntungan ekonomi jangka pendek, dan pengelolaan sumber daya alam yang ramah lingkungan.

Ketika keuntungan berbicara, ia mendominasi sektor politik dan menetapkan arah pada eksploitasi sumber daya lahan gambut.

Related Posts

Leave a Reply