iden sipp@ui.ac.id dan humas-ui@ui.ac.id +62 21 786 7222

Industri UMKM Menjamur Saat Ramadan, Dampaknya bagi Perekonomian Indonesia

Universitas Indonesia > Berita > Berita Fakultas Ekonomi dan Bisnis > Industri UMKM Menjamur Saat Ramadan, Dampaknya bagi Perekonomian Indonesia

Setiap momen Ramadhan, usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM)— khususnya industri rumahan—menjamur di masyarakat. Hal ini karena selama Ramadhan, terjadi peningkatan konsumsi berbagai produk dan layanan terutama terkait dengan persiapan berbuka puasa dan perayaan Idul Fitri. Berdasarkan data dari Bank Indonesia (2024), Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) 2020–2023 meningkat saat menjelang Ramadhan. Optimisme konsumen terhadap kondisi ekonomi ini dimanfaatkan oleh UMKM untuk memperluas usahanya.

Dosen Departemen Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) Universitas Indonesia (UI) yang juga merupakan Kepala UKM Center FEB UI, Zahra Kemala Nindita Murad, Ph.D, menyebut bahwa peran UMKM, khususnya industri rumahan, memiliki porsi relatif tidak sedikit dalam mendorong perekonomian Indonesia. Meski data kondisi riil terbatas, pendekatan kualitatif dapat mencerminkan kondisi tersebut. Industri rumahan memiliki peran kunci, di antaranya menciptakan lapangan kerja, membangun pedesaan, menambah diversifikasi kegiatan ekonomi, dan berkontribusi terhadap Produk Domestik Bruto (PDB).

Saat bulan Ramadhan, jumlah produksi pada industri rumahan biasanya tidak terlalu banyak agar habis terjual pada hari yang sama. Industri ini juga tidak memerlukan modal besar, sehingga dapat ditanggung sendiri tanpa memerlukan bantuan lembaga keuangan. Selain makanan dan minuman, industri rumahan juga bergerak untuk tekstil dan konveksi dalam skala kecil. Meskipun hasil industri rumahan relatif kecil, apabila dihitung secara kolektif, industri ini memberikan kontribusi yang signifikan terhadap PDB dan dampak kumulatifnya terhadap perekonomian.

Industri rumahan yang menjamur selama Ramadhan berkontribusi besar terhadap pertumbuhan perekonomian Indonesia. Hal ini karena usaha tersebut menciptakan peluang ekonomi bagi masyarakat yang terlibat dalam produksi dan penjualan berbagai produk dan layanan, serta meningkatkan pendapatan rumah tangga secara keseluruhan. Di sisi lain, peningkatan aktivitas ekonomi selama Ramadhan dapat memberikan dampak positif pada sektor terkait lainnya, seperti transportasi, logistik, dan jasa keuangan.

Menurut Zahra, perputaran uang saat Ramadhan tidak hanya disebabkan oleh Tunjangan Hari Raya (THR), tetapi didukung beberapa faktor lainnya, seperti peningkatan konsumsi, zakat dan sedekah, belanja peralatan dan baju lebaran, serta promosi dan diskon. Momen berbuka puasa sering dijadikan ajang pertemuan kerabat, teman, atau partner bisnis, sehingga pengeluaran menjadi lebih tinggi. Mendekati Idul Fitri, umat muslim membeli berbagai keperluan, sehingga aktivitas belanja dan perputaran uang di sektor ritel dan pasar tradisional meningkat. Selain itu, tawaran promosi dan diskon selama Ramadhan menjadi daya tarik tersendiri bagi konsumen.

Zahra menuturkan bahwa kondisi ekonomi yang sangat menguntungkan saat Ramadhan cukup sulit untuk direplikasi di waktu lain karena kecenderungan demografi Indonesia lebih merayakan hari raya Islam dibandingkan hari raya lain. Meski begitu, tetap ada kemungkinan untuk menciptakan kondisi ekonomi serupa di luar Ramadhan. Di Indonesia terdapat kondisi yang sama seperti bulan Ramadhan, yakni libur panjang saat Natal dan Tahun Baru (Nataru) atau libur sekolah. Pada rentang waktu itu, dapat terjadi peningkatan konsumsi secara nasional walau dampaknya terhadap industri rumahan tidak terlalu signifikan.

“Pada kondisi tersebut, peluang untuk meningkatkan kontribusi industri rumahan masih ada. Sebagai contoh, pada musim Nataru, industri rumahan dapat membuat produk kriya sebagai dekorasi dan hadiah natal, produksi makanan dan kue natal, jasa pelayanan, serta hiburan. Contoh lainnya, industri rumahan pada musim libur sekolah bisa berupa jasa pengasuhan anak, les privat atau bimbingan belajar, penjualan produk anak, katering/makanan siap saji, penjualan kebutuhan sekolah, dan industri pakaian,” ujar Zahra.

Untuk menciptakan kondisi ekonomi serupa di luar Ramadhan, menurut Zahra ada beberapa langkah yang dapat dilakukan oleh pemerintah dan pihak pemangku kepentingan. Pertama, promosi reguler dan kampanye diskon saat libur nasional atau acara khusus lainnya. Kedua, kegiatan sosial dan budaya, seperti festival, pameran, dan pameran seni. Ketiga, insentif keuangan atau pajak untuk mendorong konsumsi dan investasi.

Selain itu, pemerintah dapat menaikkan aktivitas bisnis/konsumsi melalui peningkatan akses pembiayaan bagi UMKM, dan menaikkan daya beli masyarakat melalui penguatan kesejahteraan umum. Industri pariwisata dan hiburan dapat dijadikan sebagai sumber pendapatan penting karena menarik pengunjung dan meningkatkan belanja daerah. Dengan begitu, lingkungan perekonomian yang dinamis dapat terwujud dan jumlah uang yang beredar di luar bulan Ramadhan makin meningkat.

Related Posts