id sipp@ui.ac.id dan humas-ui@ui.ac.id +62 21 786 7222

Isu Dexamethasone dapat Mengobati Pasien COVID-19, Ternyata Masih Butuh Pengujian Lebih Lanjut

Universitas Indonesia > Berita > Isu Dexamethasone dapat Mengobati Pasien COVID-19, Ternyata Masih Butuh Pengujian Lebih Lanjut

Pandemi Covid-19 telah menyebar dengan cepat ke berbagai negara di seluruh dunia. Sampai dengan tanggal 20 Juni, menurut worldometers.info lebih dari 8,7 juta orang dinyatakan positif mengidap virus Covid-19 dan 462,501 orang telah meninggal dunia.

Pertanyaannya, sudah seberapa jauh perkembangan upaya penemuan obat untuk mengatasi Covid-19. Adakah obat yang sudah disetujui penggunaannya?

Semenjak Badan Kesehatan Dunia atau WHO (World Health Organization) mengeluarkan rilis yang merekomendasikan penggunaan obat Dexamethasone untuk penanganan Covid-19 beberapa waktu lalu, diketahui banyak masyarakat yang kemudian mencari obat ini.

Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 (GTPPC-19) menghimbau agar masyarakat tidak membeli maupun menggunakan obat dexamethasone sembarangan tanpa resep dokter.

Deksametason yang digunakan tanpa indikasi medis dan tanpa resep dokter yang digunakan dalam jangka waktu panjang dapat mengakibatkan efek samping, menurunkan daya tahan tubuh, meningkatkan tekanan darah, diabetes, moon face dan masking effect, serta efek samping lainnya yang berbahaya.

Di sisi lain, Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) belum memberikan ijin terkait penggunaan obat ini.

Guru Besar bidang Mikrobiologi dan Bioteknologi Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, Prof. Dr. Maksum Radji, M.Biomed., Apt. menegaskan penggunaan Dexamethasone sebagai obat Covid-19 masih menunggu hasil lebih lanjut. Prof Maksum mengungkapkan para dokter juga khawatir bahwa penggunaan obat tersebut justru bisa memperburuk kinerja sistem kekebalan tubuh dari serangan virus.

’’Beberapa peneliti di negara lain masih menunggu data resmi. Karena hasil penelitian ini belum dipublikasi pada jurnal ilmiah yang direview oleh para peer reviewers untuk menilai keabsahannya. Sehingga masih diperlukan uji klinik yang lebih lanjut,’’ ujarnya. Prof Maksum menyampaikan uji klinik lanjutan itu untuk mengetahui efek samping dari penggunakan Dexamethasone.

“Yang perlu dicermati adalah Dexamethasone bukanlah obat antiviral. Untuk itu jika obat itu akan digunakan, perlu dilakukan penelitian lebih lanjut. Misalnya dengan cara mengkombinasikan obat Dexamethasone dengan obat antiviral yang mampu menghambat perkembangbiakan virus corona, ” tambahnya. Di samping itu obat ini tidak bermanfaat untuk kasus Covid-19 ringan dan sedang atau yang tidak dirawat di rumah sakit. Dexamethasone tidak dapat digunakan untuk pencegahan Covid-19.

 

Prof Maksum juga menuturkan penggunaan obat Dexamethasone ditujukan untuk mengimbangi badai sitokin. Badai sitokin ini umumnya muncul pada pasien Covid-19 dalam kondisi berat. Badai sitokin menyebabkan kelainan paru-paru dan memicu sindrom gangguan pernafasan akut atau Acute Respiratory Distress Syndrome (ARDS) pada pasien Covid-19.

 

 

Related Posts

Leave a Reply