iden sipp@ui.ac.id dan humas-ui@ui.ac.id +62 21 786 7222
Universitas Indonesia > Berita > Berita Fakultas Psikologi > Kajian Fenomena Gerakan “Hijrah” dan Intoleransi Beragama

Depok, 12 Agustus 2023. Gerakan hijrah yang marak beberapa tahun terakhir merupakan proses transformasi spiritual dan representasi semangat beragama dalam bentuk perubahan fisik, spiritual, dan sosial. Dalam proses transformasi ini, seseorang dapat bersikap intoleransi jika merasa paling superior dalam beragama. Untuk menjawab pertanyaan bagaimana intoleransi beragama terbentuk melalui mekanisme orientasi kolektif pada kelompok agama, Roosalina Wulandari, mahasiswa Program Studi Psikologi Program Doktor, Fakultas Psikologi, Universitas Indonesia (UI) melakukan studi berjudul “Religious Identity Transformation: Explaining Religious Intolerance as Uncertainty Reduction Motivation Through Collective Orientation”.

Menurut Roosalina, perjalanan hijrah banyak dilihat sebagai upaya memperkuat spiritualitas beragama. Kuatnya budaya kolektif di Indonesia menjadikan hijrah—yang awalnya merupakan proses transformasi spiritual personal—dijalani secara berkelompok. Dalam hal ini, dukungan kelompok dirasakan penting dalam proses berbagi nilai dan validitas identitas baru sebagai pelaku hijrah.

Akan tetapi, gairah spiritual sering kali dinodai oleh sebagian orang yang merasa paling benar, dan pada akhirnya memunculkan sikap intoleran. Intoleransi ini tidak hanya ditujukan kepada mereka yang berbeda agama, namun juga kepada sesama pemeluk Islam yang berbeda kelompok atau aliran. Hal ini tentunya menimbulkan kerawanan bagi keberagaman umat beragama di Indonesia.

Dalam studinya, Roosalina menemukan bahwa ada dua tipe pelaku hijrah, yaitu individualis dan kolektivis. Keduanya didorong oleh kehilangan makna hidup akibat krisis yang dialami, namun mengadopsi pendekatan yang berbeda dalam mencapai kembali makna hidup. Pelaku hijrah tipe individualis mencapai makna hidup melalui pemenuhan kebutuhan epistemik, sedangkan pelaku hijrah tipe kolektivis mencapainya melalui hubungan sosial dan identitas kelompok.

Roosalina juga melibatkan partisipasi masyarakat umum untuk menguji peran orientasi kolektif sebagai mediator dalam perkembangan intoleransi beragama dan entitativitas kelompok sebagai faktor penghubung. Hasil temuan menunjukkan bahwa ketidakpastian berdampak pada orientasi kolektif yang memengaruhi pembentukan intoleransi beragama, baik dalam skala antar-agama maupun intra-agama. Selain itu, entitativitas kelompok dapat memperkuat pengaruh orientasi kolektif terhadap intoleransi antar-agama.

“Kami berharap hasil penelitian ini dapat memberi kontribusi signifikan pada pemahaman transformasi spiritual dan dinamika sosial di kalangan umat Muslim di Indonesia. Studi ini juga bisa menjadi landasan penelitian lanjutan tentang strategi meningkatkan toleransi dan pemahaman antar-agama. Terlebih lagi, intoleransi kerap muncul dalam peristiwa politik tanah air, seperti Pemilihan Kepala Daerah, Pemilihan Umum, atau Pemilihan Presiden yang akan dilaksanakan tahun depan,” ujar Roosalina.

Berkat penelitiannya, Roosalina memperoleh gelar Doktor dari Fakultas Psikologi UI dengan predikat Sangat Memuaskan. Sidang promosi doktoralnya dilaksanakan di ruang Auditorium gedung H, Fakultas Psikologi UI, pada Senin, (24/7) lalu.

Related Posts