id sipp@ui.ac.id dan humas-ui@ui.ac.id +62 21 786 7222

Kebijakan Kesehatan di Indonesia Memerlukan Data Kesehatan yang Lebih Baik

Universitas Indonesia > Berita > Kebijakan Kesehatan di Indonesia Memerlukan Data Kesehatan yang Lebih Baik

Indonesia menyatakan dalam artikelnya, “Why health research rarely influence policy in Indonesia” bahwa Kementerian Kesehatan (Kemenkes) tidak pernah meminta masukan berupa temuan penelitian dalam memformulasikan kebijakan.

Lebih disayangkan lagi, Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan (Litbangkes) yang merupakan unit penelitian dari Kemenkes telah menulis sekitar 1300 artikel penelitian sejak 2011-2015, namun hanya segelintir artikel tersebut yang dimanfaatkan untuk pembuatan kebijakan.

Pada tahun 2017 saja, 30 proposal penelitian Litbangkes yang diajukan untuk pendanaan 2018-2019 tidak berkaitan sama sekali dengan program Kemenkes manapun. Hal ini menunjukkan bahwa proses pembuatan kebijakan kesehatan berbasis bukti di Indonesia masih membutuhkan dukungan yang lebih besar, terutama dalam hal komunikasi antara peneliti dan pembuat kebijakan.

Ide bahwa data yang terkumpul dari penelitian yang didesain dan dilaksanakan dengan baik harus dimanfaatkan dalam pembuatan keputusan telah dimulai sejak setengah abad yang lalu di bidang kedokteran, dalam bentuk kedokteran berbasis bukti (evidence-based medicine).

Kebangkitan pergerakan ini menolak pengambilan keputusan berdasarkan tradisi, “biasanya memang begitu”, yang kemudian menyebar dan mempengaruhi disiplin ilmu lain, dan melahirkan gerakan yang disebut praktik berbasis bukti, termasuk di antaranya kebijakan kesehatan berbasis bukti.

Dalam konteks ini, bukti atau data tersebut harus mampu dikomunikasikan oleh para peneliti atau akademia dalam bentuk yang bisa dipahami oleh pembuat kebijakan. Jika data dapat disajikan dalam bentuk yang mudah dipahami, maka data tersebut dapat mewakili masyarakat, yang tentunya relevan dalam membuat kebijakan.

Dalam beberapa tahun terakhir, Kemenkes dan Badan Pusat Statistik (BPS) sebenarnya telah menghasilkan berbagai macam survei yang memotret kondisi kesehatan dan berbagai faktor sosial yang mempengaruhinya.

Sayangnya, sebagian besar data mentah tersebut tidak dimanfaatkan dan hanya dikunci di balik paywall, dandata yang tersedia gratis hanyalah data agregasi yang dilaporkan dalam bentuk tabel raksasa. Hal ini kemudian menyulitkan pemanfaatan dari data kesehatan Indonesia tersebut. Sebuah inovasi dibutuhkan untuk menyajikan data agregasi yang sudah tersedia tersebut, seberapapun terbatasnya data itu.

Dalam beberapa tahun terakhir, visualisasi data telah menjadi sebuah solusi dalam “menceritakan” data, dan telah diimplementasikan dalam berbagai bidang, seperti jurnalisme, aktivisme, dan politik. Dunia luring juga berkontribusi dalam menyebarkan berbagai metode visualisasi data interaktif yang mudah dipahami.

Pada akhir tahun 2018 kemarin, tim pengabdi dari Departemen Ilmu Kedokteran Komunitas, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia telah melaksanakan sebuah kegiatan pengabdian masyarakat yang berjudul Mata-Data (https://mata-data.com) yang bertujuan untuk mempresentasikan data kesehatan Indonesia yang telah disampaikan di atas dalam bentuk visualisasi data yang dinamis.

Harapannya, masyarakat secara umum, dan akademisi, peneliti, mahasiswa, dan aktivis kesehatan secara khusus, dapat menerima manfaat dari visualisasi data tersebut. Dengan segala keterbatasan data yang tersedia, ditemukan bahwa visualisasi data jauh lebih superior dalam mengkomunikasikan data yang ada. Beberapa pesan kunci diperoleh untuk mengembangkan program ini lebih lanjut.

Pertama, permintaan untuk situs web yang ramah peranti bergerak (mobile device) menjadi hal yang perlu diperhatikan. Hal ini tidaklah mengherankan, mengingat dominasi angka penggunaan internet melalui peranti bergerak di Indonesia.

Hal lain yang menarik adalah permintaan akan visualisai data yang lebih lokal, terutama di level kotamadya dan kabupaten, yang tentunya berkaitan kebijakan desentralisasi pemerintahan di Indonesia. Kesimpulannya, bahkan dalam keterbatasan data yang tersedia, visualisasi data kesehatan Indonesia sebaiknya ditingkatkan dalam memastikan komunikasi yang lebih baik antara peneliti dan pembuat kebijakan. Walaupun demikian, program ini hanya bisa terus relevan jika suara masyarakat terus didengarkan.

Related Posts

Leave a Reply