iden sipp@ui.ac.id dan humas-ui@ui.ac.id +62 21 786 7222

Kolaborasi & Pemanfaatan Teknologi, Kunci Tangani Krisis Iklim Dunia

Universitas Indonesia > Berita > Berita Fakultas Matematika dan IPA > Kolaborasi & Pemanfaatan Teknologi, Kunci Tangani Krisis Iklim Dunia

Penulis: Almas Satria

Dalam upaya menangani krisis iklim, Sabtu (27/11) Departemen Geografi UI menggelar kegiatan webinar Geographic National Society Summit (GNSS) 2021 yang dengan tema “Collaborative Effort and Innovation for Climate Crisis” melalui aplikasi Zoom Meeting. Webinar tersebut menghadirkan berbagai pembicara diantaranya adalah Dr. Dodo Gunawan, DEA. (Kepala Pusat Informasi Perubahan Iklim Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika/BMKG), Canserina Kurnia (Insinyur Solusi Senior Esri Global), Abdul Ghofar (Peserta Peninjau Conference Of Parties /COP26 Wahana Lingkungan Hidup Indonesia), dan Iqbal Putut Ash Shidiq, M.Si., (Dosen Departemen Geografi Universitas Indonesia).

Dalam sambutannya, Dekan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA), Dr. Rokhmatuloh, S.Si., M.Eng., mengatakan bahwa webinar ini merupakan salah satu langkah tepat yang dapat digunakan untuk mengatasi isu-isu penting yang ada di dunia, khususnya mengenai isu iklim. Rokhmatuloh berharap bahwa acara ini dapat menjadi pemicu untuk mencapai target carbon net sink di tahun 2030 seperti yang dijanjikan Jokowi di COP26 lalu. “Hasil dari kegiatan ini harus bisa memberikan paling tidak  policy brief yang bisa disampaikan ke pemerintah bagaimana upaya kita di FMIPA UI untuk membantu pemerintah dalam upaya mencapai carbon net sink di tahun 2030,” ujar Rokhmatuloh.

Sesi pemaparan pertama dilakukan oleh Dodo. Beliau menyampaikan bahwa saat ini, pemanasan global sudah terjadi dan dapat memicu terjadinya perubahan iklim yang akan berdampak bagi seluruh penghuni bumi. Pembicara lainnya, Iqbal menjelaskan bahwa ilmu geografi mempunyai peranan yang besar dalam menangani masalah iklim.

Dalam paparannya Iqbal mengatakan bahwa geografi merupakan bidang ilmu yang memiliki ruang lingkup luas mulai dari fisik, manusia, dan teknik. Dengan luasnya cakupan tersebut, geografer dituntut untuk memiliki ketertarikan dalam isu-isu penting seperti salah satunya isu perubahan iklim. Krisis iklim sendiri erat kaitannya dengan ruang, maka hal tersebut dapat dijelaskan oleh geografi karena geografi berfokus terhadap analisis spasial yang komprehensif dan meliputi berbagai aspek. Dari analisis spasial tersebut kemudian bisa dicari langkah adaptasi dan mitigasi dari perubahan iklim.

Langkah nyata yang sudah Departemen Geografi UI lakukan adalah salah satunya dengan melaksanakan berbagai penelitian yang kemudian dipublikasikan. Pada umumnya, studi yang berkaitan dengan dampak perubahan iklim banyak menggunakan pengindraan jauh yang bisa digunakan untuk mengetahui suhu permukaan. Namun, untuk bisa mengatasi krisis iklim dibutuhkan usaha bersama dalam menanganinya. “Geografer sebagai salah satu yang berperan tentunya mungkin tidak bisa bergerak sendirian. Ada elemen lain yang bisa kita saling kaitkan dan komunikasikan sehingga akhirnya terciptalah satu bentuk kegiatan bersama,” ujar Iqbal mengakhiri sesinya.

Selain penelitian, kolaborasi dalam penggunaan teknologi informasi juga penting dalam mengatasi perubahan iklim, salah satunya dengan teknologi Sistem Informasi Geografis (SIG). Salah satu pembicara, Canserina, mengatakan bahwa untuk bisa mengatasi krisis iklim yang terjadi saat ini, para ilmuwan di bidang iklim harus bisa membuat hasil penelitiannya bisa dimengerti dan dicerna oleh publik dan para pembuat kebijakan. Penggunaan data geografis seperti peta merupakan salah satu cara termudah untuk menampilkan suatu isu dan memahami pola dan distribusinya. Teknologi SIG saat ini dapat digunakan untuk memetakan dan menganalisis lokasi yang mengalami perubahan iklim. Perkembangan teknologi yang ada pada SIG saat ini dapat lebih memudahkan dalam penggunaannya. Dengan kemudahan tersebut, saat ini tidak hanya geografer saja yang dapat menggunakan SIG melainkan siapa pun bisa menggunakan SIG untuk berbagai keperluan salah satunya dalam memetakan krisis iklim.

Pemerintah Indonesia sebagai pembuat kebijakan memiliki peran penting dalam menangani krisis iklim saat ini. Hal tersebut bisa dilakukan dengan penghentian penggunaan energi fosil, meningkatkan target pengurangan emisi pada seluruh sektor, hingga proteksi dan restorasi kawasan ekosistem esensial seperti mangrove dan gambut. Selain pemerintah, tiap individu juga memiliki perannya untuk mengatasi krisis iklim. Peran tersebut bisa dicapai dengan cara merubah perilaku dalam penggunaan energi, literasi iklim, hingga menggalakkan inisiatif pemulihan dan perlindungan kawasan ekosistem esensial.

Related Posts