iden sipp@ui.ac.id dan humas-ui@ui.ac.id +62 21 786 7222
Universitas Indonesia > Berita > Berita Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik > Media Daring dan Jurnalisme Lambat pada Masa Pandemi

Internet cenderung membentuk media yang cepat memberitakan dibandingkan sebagai media yang detail dalam penyajian informasi. Adanya pergeseran praktik jurnalisme media daring, mengakibatkan saat ini banyak berita dari media daring sangat bergantung pada berita yang telah dikemas sebelumnya, yakni pada materi public relations dan juga layanan kantor berita. Selain itu, adanya faktor tekanan untuk menghasilkan berita online yang hampir real-time telah menyebabkan kadangkala hilangnya akurasi dan bahkan konfirmasi berita.

Hal tersebut dikemukakan Ilham Fariq Maulana, SEO content writer yang merupakan alumni Pascasarjana Departemen Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Indonesia (FISIP UI). Ilham membuka paparannya yang berjudul Habitus pada Jurnalis Media Daring yang Menggunakan Konsep Jurnalisme Lambat (Studi Kasus Jurnalis Tirto.id dan Katadata.co.id) dalam rangkaian seminar nasional yang diselenggarakan oleh Departemen Ilmu Komunikasi FISIP UI tentang Media Daring dan Jurnalisme Lambat pada Masa Pandemi.

“Jurnalisme pada dasarnya tidaklah bisa dipisahkan dari teknologi karena jurnalisme sendiri juga bergantung pada fungsi teknologi untuk membantu pesan dan juga membagikannya kepada masyarakat. Proses dari analog menjadi digital mengubah volume berita yang diterima oleh publik, kecepatannya atau velocity penyampaiannya, keragaman atau variety rasanya, dan penilaian khalayak tentang kebenaran atau velocity,” ujar Ilham pada Jumat (13/05).

Menurut Ilham, salah satu konsep kerja dari jurnalisme digital itu adalah jurnalisme data. “Para akademisi dan praktisi menilai bahwa jurnalisme data itu sebuah praktik pelaporan berita yang baru. Jurnalisme data itu membutuhkan keahlian seperti membentuk pemberitaan yang substansial, mengakses ke kumpulan data, dan banyak lagi. Hal ini jika dihubungkan dengan jurnalisme lambat menunjukkan bahwa jurnalisme lambat itu sebenarnya ingin menunjukkan kepada pembaca tiga hal yaitu, sumber informasi, bagaimana informasi itu dikumpulkan dan membedakan subjektivitas, serta ketidakpastian selama proses penemuan fakta,” katanya.

“Artinya konsep jurnalisme lambat itu tidak melawan praktik penayangan dan pendistribusian dalam waktu yang hampir real-time. Tapi jurnalisme lambat setiap waktunya ingin memberikan refleksi kepada jurnalisme media daring dan juga para media daring khususnya untuk mempertimbangkan mode slow atau mode lambat,” ujar Ilham memaparkan hal yang merupakan penelitian tesisnya.

“Pemilihan konsep habitus sendiri didasarkan pada pandangan bahwa jurnalisme lambat tidak hanya memfokuskan pada kritik gaya ruang berita yang memfokuskan hampir akselerasi. Praktik jurnalisme digital dan jurnalisme lambat dapat dijelaskan melalui pengalaman dan pemahaman nilai yang mereka dapatkan sepanjang hidupnya, yang disebut dengan habitus,” ujar Ilham.

Dalam akhir pemaparannya, Ilham mengatakan habitus adalah hasil proses belajar yang sangat panjang dan berkesinambungan. Habitus ini tidak mudah hilang ataupun tidak mudah untuk diubah, karena habitus itu tumbuh pada masing-masing individu.

Narasumber berikutnya, Irwan Nugroho (Alumni Departemen Ilmu Komunikasi FISIP UI), menyampaikan tentang peran vital media pada masa pandemi Covid-19. Melalui media, baik pemerintah maupun pihak yang berkepentingan mengedukasi publik terkait Covid-19 dapat menyajikan informasi secara rinci tentang ancaman kesehatan, pembuatan keputusan, dan komunitas ilmiah.

“Kualitas jurnalisme pada pra-krisis pandemi Covid-19 seperti media memberitakan datangnya Covid-19 ke Indonesia dengan proyeksi ketakutan dan kepanikan secara berlebihan. Media terlarut dalam teori-teori konspirasi seputar virus Corona yang sulit diverifikasi dan media menyambut berita hoaks dan misinformasi yang beredar di media sosial seputar Covid-19 tanpa sikap kritis. Yang pada akhirnya di-maintenance, dengan media mulai bersikap kritis dan keras terhadap pemerintah terkait kebijakan-kebijakan yang diambil seperti lockdown, Pembatasan Sosial Berskala Besar, dan lain sebagainya,” ujar.

Sebagai penanggap dalam seminar tersebut, dosen Departemen Ilmu Komunikasi FISIP UI, Dr. Irwansyah, mengatakan, “Ekosistem informasi berubah dengan jurnalistik memasuki dunia daring, memiliki website kemudian jurnalistik memasuki media sosial. Seperti dibuktikan oleh pandemi Covid-19, konsep kesehatan dibangun secara budaya, ekonomi, dan politik. Oleh karena itu pemahaman lokal tentang kesehatan menjadi penting. Hal ini menunjukan perlunya kesadaran akan kekuatan media mainstream dan sumber informasi lainnya untuk melestarikan gagasan kesehatan yang dibangun secara budaya dan agar informasi ini didasarkan pada basis pengetahuan dan pemahaman medis yang terus berkembang.”

Irwansyah juga memberikan rekomendasi bagi jurnalis dan karyanya di masa pandemi. Pertama, perlindungan kemerdekaan dan kebebasan jurnalis dan hasil karyanya. Kedua, resiliensi profesi jurnalis dan karyanya termasuk tentang Covid-19 yang merupakan memory collective bagi bangsa sebagai bekal dan pengalaman menghadapi berbagai problematika yang lebih kompleks di masa depan.

Related Posts