id sipp@ui.ac.id dan humas-ui@ui.ac.id +62 21 786 7222

Memahami Bahaya “Cerita Tunggal” dalam Pembentukan Stereotip Terorisme

Universitas Indonesia > Berita > Memahami Bahaya “Cerita Tunggal” dalam Pembentukan Stereotip Terorisme

Kamis (31/5/2018) Lembaga Dakwah Nuansa Islam Mahasiswa (Salam) Universitas Indonesia menggelar diskusi daring ASEAN Youth Network Online.Diskusi dengan tema “A Perspective: Islam & Terrorism” ini mengundang AKBP Imam Subandi,Kepala Subdit Densus 88 Kepolisian Republik Indonesia (Polri) sebagai narasumber.

Terbuka untuk umum, diskusi ini berlangsung dalam bahasa Inggris dan dilakukan melalui grup Whatsapp.Imam mengawali diskusi dengan sebuah pernyataan tentang Islam dan terorisme, “Terorisme bukan Islam, dan Islam bukan terorisme,” ujarnya.

Menurutnya, mereka yang meneriakkan “Allahu Akbar” ketika sedang menyakiti atau membunuh orang sebenarnya telah merusak nama Islam, dan telah menghina Allah SWT dengan perbuatannya tersebut.

Menurut data kepolisian, ada 3 jenis isu yang mempengaruhi terjadinya terorisme atau dijadikan alat pembenaran untuk melakukan tindak terorisme.Pertama isu internasional, seperti fenomena Arab Spring, terutama yang terjadi di Mesir dan Suriah. Konflik-konflik perebutan wilayah yang terjadi di Palestina dan Israel juga menjadi isu yang berpengaruh.

Selain isu internasional, ada juga isu regional seperti Kasus Rohingya di Myanmar, serta kasus Filipina dan Thailand Selatan. Untuk Indonesia sendiri, isu yang berkembang adalah isu korupsi dan intoleransi.

Isu-isu ini disebarluaskan melalui media sosial seperti Telegram dan Facebook, sehingga muncul suatu sentimen atau pendapat tertentu seolah-olah Islam adalah agama yang ditindas di dunia.

Yang menarik, Imam mengatakan  bahwa isu-isu ini berkembang ke masyarakat dengan metode “Cerita Tunggal (Single Story)l”. Metode cerita tunggal adalah memotong/mengambil sebagian cerita dari suatu cerita yang kompleks seolah-olah sepotong cerita tersebut adalah gambaran keseluruhan cerita.

The Danger of Single Story adalah sebuah istilah yang diungkapkan oleh penulis terkenal Nigeria, Chimamanda Ngozi Adichie untuk menggambarkan proses pembentukan stereotyping lewat cerita-cerita yang terpotong/sengaja dipotong.

“Bila cerita sepotong tersebut terus menerus diceritakan, diulang, maka itu akan dianggap sebuah kebenaran. Permasalahan dari cerita sepotong adalah, mereka adalah cerita yang tidak lengkap,” ungkap Imam.

Salah satu penyebab dari banyaknya pelaku terorisme saat ini, menurut Imam, bukan hanya karena kebodohan dan kemiskinan lagi.Namun, karena manusia saat ini cenderung terpapar cerita tunggal baik dari media sosial maupun media cetak dan elektronik. Padahal belum tentu cerita sepotong itu merupakan gambaran keseluruhan yang terjadi, dan belum tentu benar-benar terjadi.

“Inilah mengapa kita harus menggunakan common sense dan berpikir ketika kita menerima suatu cerita. Baik dalam bentuk berita, video, maupun rekaman suara. Berhati-hatilah dengan informasi,” ungkapnya.

 

Related Posts

Leave a Reply