id sipp@ui.ac.id dan humas-ui@ui.ac.id +62 21 786 7222

Memahami Kesehatan Jiwa Korban Bencana

Universitas Indonesia > Berita > Memahami Kesehatan Jiwa Korban Bencana

Indonesia sudah sejak lama dikenal sebagai swalayan bencana. Hal ini dikarenakan lumayan seringnya terjadi bencana di berbagai wilayah di Indonesia, mulai dari bencana alam, buatan, hingga sosial yang memakan banyak korban. Korban-korban bencana tersebut membutuhkan pertolongan, dan bukan hanya pertolongan pengobatan fisik namun juga dukungan kesehatan jiwa.

Maka dari itu, pada hari Selasa (26/3/2019) Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Ilmu Keperawatan UI 2019 menyelenggarakan Seminar Kebencanaan Trainers dengan tema “Trauma Healing dalam Kebencanaan” di Gedung Rumpun Ilmu Kesehatan, Universitas Indonesia, Depok. Kali ini, BEM FIK UI 2019 mengundang Prof. Dr. Budi Anna Keliat, S.Kp., M.AppSc. yang merupakan profesor Keperawatan Jiwa FIK UI sebagai narasumber seminar yang bertujuan untuk mempersiapkan para calon relawan ini.

Prof. Budi mengatakan, pertolongan kesehatan jiwa merupakan hal yang sama pentingnya dengan pengobatan fisik pada saat terjadinya bencana, namun masih sering dipandang sebelah mata. “Penanganan kesehatan jiwa sendiri membutuhkan waktu paling sedikit dua tahun mulai dari sebelum, saat, dan pasca bencana,” jelasnya. Untuk itu, penting bagi calon relawan, khususnya relawan dalam menangani kesehatan jiwa untuk mempelajari dan memahami manajemen stress.

Dalam pertolongan pertama psikologis pada bencana, dukungan berupa dampingan dari relawan merupakan hal yang penting karena dengan adanya kehadiran relawan tersebut, korban bencana akan merasa aman. Selain itu, interaksi dengan keluarga dan masyarakat serta koping atau manajemen stress juga perlu untuk diberikan atau diajarkan kepada para korban di minggu pertama bencana.

Seminggu sampai empat minggu setelahnya, relawan perlu melakukan monitoring dan evaluasi lingkungan dan ancaman lain. Kelompok-kelompok yang dibetuk dari sebulan hingga dua tahun kedepan berfungsi untuk menjaga korban tetap sehat jiwa dan raga serta mengendalikan gejala bagi korban dengan gangguan.

Selain memberikan dukungan, membentuk support group dan mengajarkan strategi koping, dukungan spriritual juga perlu diberikan kepada korban bencana. Dukungan ini dapat berupa beribadah bersama sesuai dengan agama masing-masing, dan sebagainya.

Untuk memulai memberikan pertolongan pertama psikologis khususnya pada bencana, WHO (2011) yang dikutip oleh Prof. Budi menjelaskan adanya 3L, yang merupakan singkatan dari Look, Listen, dan Link. Dengan kata lain, mengobservasi dan memperhatikan perilaku korban, mendengarkan curhat korban, serta merujuk korban ke pelayanan kesehatan atau ke orang terdekat adalah langkah kunci bagi relawan dalam memberikan pertolongan pada korban.

Mendekati akhir presentasi, Prof. Budi kembali mengingatkan bahwa respon emosional yang ada dalam diri manusia tidak tercipta karena peristiwa negatif, namun karena adanya persepsi dari manusia itu sendiri. Karena hal tersebut, relawan dapat membantu mempengaruhi korban bencana dengan persepsi yang positif melalui banyak hal. Salah satu slogan yang dapat ditiru adalah slogan dari Prof. Budi yang menutup presentasinya: “Boleh Tinggal di Pengungsian tapi Tetap Sehat”.

Related Posts

Leave a Reply