id sipp@ui.ac.id dan humas-ui@ui.ac.id +62 21 786 7222

Membedah Kebijakan Reforma Agraria

Universitas Indonesia > Berita > Membedah Kebijakan Reforma Agraria

shutterstock_287122835

BEM Fakultas Hukum UI bekerja sama dengan Front Mahasiswa Nasional menggelar Seminar Nasional Agraria yang bertajuk “Membedah Kebijakan Reforma Agraria Pemerintahan Jokowi di Tengah Meluasnya Perampasan Tanah dan Konflik Agraia di Pedesaan” pada Kamis (15/9/2016).

Dalam acara yang berlangsung di Balai Sidang Fakultas Hukum UI tersebut, hadir sebagai pembicara Abet Nego Tarigan (Ketua Tim Reforma Agraria Kantor Staf Presiden), Bono Budi Priambudi, S.H., M.Sc. (Dosen FHUI), Mohammad Ali (Sekjen PP Aliansi Gerakan Reforma Agraria), serta Erpan Faryadi (Sekjen International Land Coalition/ILC Asia).

Abet Nego Tarigan dalam acara tersebut menyebutkan bahwa ada tiga masalah yang menjadi fokus pemerintah, yaitu ketimpangan lahan, konflik agraria, dan krisis desa. Konflik agraria semakin meningkat, hal ini disebabkan adanya bentrok kepentingan, yakni kebutuhan lahan untuk perkebunan dan infrastruktur yang berhadapan dengan kepentingan petani lahan.

Contoh konflik agraria ini menurut Abet adalah PLTA Jawa Barat di Jati Gede, pembangunan PLTA itu dikarenakan masih ada masyarakat yang belum punya akses terhadap listrik. Contoh lain, kata Abet, adalah pembangunan jalan tol yang juga menimbulkan konflik agraria dengan masyarakat setempat.

Ketiga, terkait krisis desa, ada paradoks yang terjadi di desa, yakni berkaitan dengan pangan. Desa yang seharusnya menjadi lumbung pangan, justru menjadi wilayah yang paling banyak menerima (membutuhkan) raskin. Selain itu, ada krisis ekologi desa, juga krisis air.

Untuk itu, pemerintah telah merencakanakan reforma agraria berbasis karakter ekologi desa, yakni desa sawah, desa perkebunan, desa hutan, desa pesisir dan pulau kecil, dan desa adat.

Untuk mewujudkan kesejahteraan nasional, pemerintah telah memasukkan reforma agraria dalam kebijakannya, yakni berdikari di bidang ekonomi. Empat hal yang terkandung dalam nawacita tersebut adalah agribisnis kerakyatan, reforma agraria, pengelolaan SDA, dan pembangunan ekonomi maritim.

Komitmen membangun tata ruang dan pembangunan berkelanjutan telah dimulai dan dimasukkan dalam rencana keja pemerintah (RKP). Cita-cita reforma agraria meliputi pemilikan, penguasaan, penatagunaan, dan pemanfaatan lahan.

Selanjutnya, Mohammad Ali, mengungkapkan bahwa kehidupan petani Indonesia mengalami kemerosotan, terutama berkaitan dengan pemenuhan sandang, pangan, dan papan. Ali menjelaskan, buruh tani yang dimaksud dalam hal ini adalah buruh tani yang bekerja di kebun sawit.

Monopoli tanah dan perampasan lahan yang dilakukan kepada petani telah menyebabkan beberapa dampak, seperti hilangnya akses rakyat atas tanah, masifnya konflik agraria, dan merosotnya penghidupan tani.

Penulis : Kelly Manthovani

Ilustrasi : shutterstock.com

Related Posts

Leave a Reply