iden sipp@ui.ac.id dan humas-ui@ui.ac.id +62 21 786 7222

Menuju Entrepreneurial University, UI Gelar Diskusi Antar Corporate Venture Capital

Universitas Indonesia > Berita > Berita Highlight > Menuju Entrepreneurial University, UI Gelar Diskusi Antar Corporate Venture Capital

Pandemi Covid-19 mendorong Universitas Indonesia (UI) untuk terus berkreasi dalam mewujudkan entrepreneurial university yang mendukung kemandirian universitas untuk mengembangkan riset-riset yang berguna bagi masyarakat luas. UI Investment & Start Up Forum 2022 ini bertujuan untuk mewujudkan kerja sama penelitian maupun dalam bidang pengabdian masyarakat dengan institutional investor dalam dan luar negeri. Kegiatan ini juga mengakomodasi kebutuhan hilirisasi hasil inovasi produk. Harapannya, agar membantu negara menjadi pusat pengembangan start up di level Asia Tenggara.

Rektor Universitas Indonesia (UI) Prof. Ari Kuncoro S.E, M.A, Ph.D, mengatakan situasi pandemi Covid-19 dan dinamika yang terjadi di dunia mendorong UI untuk mewujudkan Entrepreneurial University. Hal tersebut dalam rangka mendukung kemandirian universitas untuk mengembangkan riset-riset yang bermanfaat bagi masyarakat luas. “Rangkaian acara ini juga untuk mempertemukan beberapa kepentingan dari peneliti, lembaga riset di lingkungan UI, dan start up di publik, serta dari sisi investor. Harapan kami agar para vendor capital membantu anak muda untuk investasi di start up dalam rangka membantu para start up untuk berkreasi dan mengelola start up menjadi besar,” ujarnya. Rektor UI berharap inovasi yang dihasilkan UI dapat untuk dijadikan start up atau mendapat investor yang tepat serta forum ini dapat mendukung pertumbuhan start up di Indonesia.

Menteri Kesehatan Republik Indonesia, Budi Gunadi Sadikin, hadir secara daring memberikan pemaparan terkait reformasi di sistem kesehatan Indonesia. Ada 6 pilar transformasi penopang kesehatan Indonesia, yang pertama adalah transformasi layanan primer seperti Puskesmas, kedua transformasi layanan rujukan seperti pembangunan RS di Kawasan Timur Indonesia, ketiga transformasi sistem ketahanan kesehatan di sektor farmasi dan alat kesehatan, keempat transformasi sistem pembiayaan kesehatan.

Transformasi yang kelima dan keenam adalah SDM kesehatan dan transformasi teknologi kesehatan. Budi memberi contoh platform di fasilitas kesehatan seperti Puskesmas yang memiliki lebih dari 400 aplikasi. “Oleh karena itu, rencananya akan dijadikan menjadi satu platform, agar memudahkan para tenaga kesehatan. Platform tersebut menyajikan data kondisi medis di suatu wilayah, apa yang sudah dilakukan, berapa orang yang teridentifikasi, dan lainnya. Selamat untuk UI, kegiatan ini merupakan leap frog untuk membangun industri kesehatan yang berbasis teknologi,” ujar Budi.

Selain Rektor dan Menkes, turut hadir dalam pembukaan acara, Direktur Utama BPJS Kesehatan, Prof. dr. Ali Ghufron Mukti, M.Sc., Ph.D, AAK., Aries Indanarto selaku Staf Ahli Bidang Pengembangan Sektor Investasi Prioritas, Kementerian Investasi RI, Wakil Rektor Bidang SDM dan Aset UI, Prof. Dr. Ir. Dedi Priadi, DEA., Direktur Kerjasama UI, Dr. Toto Pranoto, S.E,, M.M. Guna mendengarkan dan memahami ekosistem startup dan ventures capital, dalam puncak acara Investment & Start Up Forum 2022 menggelar diskusi pada sesi pertama dengan tema “Appetite Discussion” yang menghadirkan tiga pembicara diantaranya, CEO Daewoong Korea Jeon Seung Ho, Managing Partner Kejora Ventura Eri Rekso, dan CEO BRI Ventures Nicko Widjaja. Diskusi ini diselenggarakan pada, Kamis (14/04).

Sebagai perusahaan di bidang kesehatan, Daewoong ingin mengangkat Indonesia sebagai pusat Bioteknologi dengan mengedepankan obat biologis regenerative. Jeon Seung Ho mengatakan, Daewoong berkontribusi dalam perkembangan pelayanan kesehatan di Indonesia dengan memberikan solusi perawatan terbaik dalam bidang kedokteran regenerative berbasis teknologi biologis yang maju dan berdaya saing secara global melalui promosi layanan kesehatan digital.

“Daewoong ingin mengembangkan Indonesia sebagai pusat penelitian, pengembangan dan produksi Daewoong Group yang akan menjadi pusat biofarmasi dengan daya saing global. Untuk tujuan ini, kami mendirikan lembaga penelitian biofarmasi di Universitas Indonesia pada tahun 2018 dan berencana untuk mendirikan pusat bio-analysis pada tahun 2020,” ujar Jeon.

Pada kesempatan yang sama, Managing Partner Kejora Ventura Eri Rekso mengatakan, “Sebagai investor tentunya ingin melihat dana yang diinvestasikan kepada para start up ini akan menghasilkan imbal hasil yang baik di kemudian hari. Untuk itu diperlukan pemahaman mengenai monitoring dari investment ini. Setelah monitoring harus dipastikan juga investasi tersebut akan berlipat ganda nilainya atau value creation yang menjadi tujuan utama dari para investor.”

Ia menambahkan, para founders harus memahami pentingnya pelaksanaan atau implementasi dari tata kelola karena value creation hanya bisa dicapai apabila perusahaan berhasil mempunyai kredibilitas yang baik di mata investor.

Lebih lanjut, Eri memberikan beberapa contoh bentuk dari tata kelola yang harus ditekankan. Pertama, harus dipastikan tidak adanya conflict of interest, sehingga keputusan bisnis apapun yang dilakukan harus berdasarkan pertimbangan komersial. Kedua, sebagai Co-Founders harus mempunyai tanggung jawab kepada pemegang saham yang telah menanamkan dananya. Ketiga, Protocol of Corporate Actions yaitu setiap aksi korporasi harus melewati prosedur yang benar. Keempat, Business Process dan yang terakhir adalah Establishment of Supervisory.

Sementara itu, CEO BRI Ventures Niko Widjaja memaparkan mengenai BRI Ventures dan mekanisme dalam pengembangan start up. Ia mengatakan, BRI Ventures didirikan untuk mempercepat inovasi dengan berinvestasi pada perusahaan yang tumbuh tinggi dengan pemberdayaan ekosistem digital yang kuat dan pada akhirnya mendorong ekonomi digital di Indonesia.

Selain itu, ia menyampaikan salah satu yang menjadi pertimbangan investor adalah fundamental aspect. “Yang dilihat investor tentunya adalah founders-nya. Apakah dia mampu menavigasi rintangan yang ada. Hal ini adalah yang paling penting dan bahkan lebih penting dari pada business model. Karena business model yang dimiliki adalah sebuah asumsi yang perlu di validasi dengan market,” ujar Niko.

Related Posts