iden sipp@ui.ac.id dan humas-ui@ui.ac.id +62 21 786 7222

Menyiasati Watak Mesin: Peran Psikologi dalam Pengembangan dan Penggunaan Kecerdasan Buatan

Universitas Indonesia > Berita > Menyiasati Watak Mesin: Peran Psikologi dalam Pengembangan dan Penggunaan Kecerdasan Buatan

Menyiasati Watak Mesin: Peran Psikologi dalam Pengembangan dan Penggunaan Kecerdasan Buatan

 

Prof. Dr. Bagus Takwin, M.Hum

 

Depok, 8 Mei 2024. Dekan Fakultas Psikologi Universitas Indonesia (UI), Prof. Dr. Bagus Takwin, M.Hum., Psikolog, resmi dikukuhkan sebagai Guru Besar Tetap Ilmu Psikologi Fakultas Psikologi UI, pada Rabu (8/5), di Balai Sidang UI. Prosesi pengukuhan tersebut dipimpin langsung oleh Rektor UI, Prof. Ari Kuncoro, S.E., M.A., Ph.D, dan dihadiri oleh Ketua Komisi Nasional Hak Asasi Manusia, Dr. Atnike Nova Sigiro, M.Sc, M.Sw.

Dalam orasi ilmiahnya, Prof. Bagus Takwin mengulas topik berjudul “Menyiasati Watak Mesin: Peran Psikologi dalam Pengembangan dan Penggunaan Kecerdasan Buatan”. Menurutnya, saat ini manusia tidak bisa terlepas dari penggunaan kecerdasan buatan atau artificial intelligence (AI). Namun, para ahli dan pengamat AI melihat banyak masalah terkait AI, termasuk masalah etik. Karena itu, muncul gagasan pengembangan kepribadian AI dengan memberikan watak baik dan etis pada AI, membentuk kepribadiannya, serta menjadikan AI sebagai agen moral yang sejalan dengan nilai-nilai moral dan tujuan manusia.

Permasalahan terkait kepribadian dan watak AI mengemuka setelah munculnya “deep learning”, yakni pembelajaran mesin yang menggunakan data dalam jumlah besar dan algoritma kompleks untuk melatih model. Deep learning memungkinkan mesin komputer untuk belajar dari pengalaman, sehingga tidak membutuhkan operator manusia untuk secara formal menentukan pengetahuan yang dibutuhkan komputer.

Salah satu kritik utama terhadap deep learning adalah teknologi ini merupakan black box—artinya, tidak ada yang mengetahui atau dapat menjelaskan secara pasti bagaimana agen deep learning mengambil keputusan. Bahkan, para pengembang yang membuat agen ini tidak dapat menjelaskan secara rinci cara kerjanya. Ini menjadi masalah bagi regulator dan masyarakat karena keamanan dan tujuannya tidak dapat dipastikan.

Untuk itu, pengembangan kepribadian pada AI dimaksudkan guna menangani masalah kontrol dan etis dari penggunaan AI. Pada manusia, tingkah laku dan keputusan individu dapat diprediksi berdasarkan kepribadian. Hal ini juga dapat diterapkan pada AI karena beberapa studi menyimpulkan bahwa agen deep learning dapat dikenali sebagai mesin yang memiliki “ciri-ciri kepribadian”, sehingga dapat dipahami oleh pembuat kebijakan dan masyarakat.

Prof. Bagus Takwin menyoroti peran ahli psikologi dalam pengembangan kepribadian AI. Peran tersebut dilakukan melalui berbagai upaya, antara lain integrasi teori kepribadian, pengembangan metode pengujian dan evaluasi model kepribadian AI, pemahaman tentang integrasi manusia-komputer untuk merancang AI yang intuitif, ramah pengguna, dan efektif, serta pemantauan dan penyesuaian berkelanjutan. Dengan upaya ini, ahli psikologi membantu mengembangkan kepribadian AI yang manusiawi, efektif, etis, menyejahterakan, dan membahagiakan manusia di masa depan.

“Sejarah AI banyak beririsan dengan sejarah psikologi. Sejauh ini, ahli komputer dan peneliti AI mengambil banyak dari psikologi kognitif, juga neuropsikologi. Oleh karena itu, studi tentang kepribadian AI ke depan akan mempererat dan memperpanjang kerja sama psikologi dengan para peneliti AI,” ujarnya.

Dengan menggunakan tiga perspektif, yakni Psikologi Kepribadian, Psikologi Moral, dan Psikologi Kognitif, Prof. Bagus Takwin merekomendasikan beberapa hal untuk pengembangan kepribadian AI serta cara mengantisipasi konsekuensinya. Ia menegaskan pentingnya pendekatan dan kolaborasi yang holistik dan multidisiplin dalam pengembangan kepribadian AI. Dengan pendekatan tersebut, manfaat dari pengembangan kepribadian AI dapat dicapai.

Selain itu, penalaran AI harus mempertimbangkan nilai-nilai sosial, moral/etika, dan prioritas nilai para pemangku kepentingan dalam konteks multikultural; menjelaskan alasannya; serta menjamin transparansi. Tanpa memperhitungkan nilai-nilai yang tepat dan etis, nilai-nilai sistem AI dan nilai-nilai manusia tidak akan selaras.

“Pada dasarnya, prinsip atau aturan etis bagi AI adalah mencapai kesejahteraan dan kebahagiaan manusia dan AI yang baik. Tujuan AI adalah membantu manusia mengalami hidup yang baik, serta mengalami kenikmatan, kebahagiaan, dan kesejahteraan. AI juga menjadikan hidup sebagai ajang berbagi antar manusia yang saling membahagiakan dan menyejahterakan, serta berpegang pada ide dan nilai yang baik,” ujarnya.

Penelitian terkait peran psikologi dalam pengembangan kepribadian AI tersebut merupakan satu dari sekian banyak penelitian yang dilakukan Prof. Bagus Takwin. Beberapa di antaranya adalah Rethinking the Interaction Between Resilience and Well-Being through Place Attachment: A Case Study of Flood-Prone Urban Communities in Indonesia (2023); Collective Efficacy as the Conditional Effect of the Relationship between Religiocentrism and Support for Interreligious Violence (2022); dan Islam and Politics: A Latent Class Analysis of Indonesian Muslims Based on Political Attitudes and Psychological Determinants (2022).

Prof. Bagus Takwin merupakan lulusan UI. Program Sarjana dan Doktoralnya ditempuh di bidang ilmu Psikologi, Fakultas Psikologi, sementara program Magisternya ditempuh di Ilmu Filsafat, Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya. Sebelum menjabat sebagai Dekan Fakultas Psikologi UI, ia merupakan Ketua dan Kajian Terorisme dan Konflik Sosial Fakultas Psikologi UI (2017–2019), Ketua Bidang Studi Psikologi Sosial, Fakultas Psikologi UI (2016–2018), dan Manajer Kemahasiswan dan Alumni Fakultas Psikologi UI (2006–2008).

Prosesi pengukuhan guru besar Prof. Bagus Takwin turut dihadiri para tamu undangan. Beberapa di antaranya adalah Kepala Psikologi Badan Intelijen Negara, Brigjen Pol. Dr. Hj. Rinny Shirley Theresia Wowor, S.Psi., M.Psi.; Wakil Rektor III Universitas YARSI, Dr. Octaviani Indrasari Ranakusuma, M.Si., Psi.; Pimpinan POMDA Fakultas Psikologi, Tubagus Farich, MBA; para dekan dari berbagai universitas (Universitas Gadjah Mada, Universitas Kristen Maranatha, Universitas Surabaya, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Universitas Tarumanagara, Universitas Mercu Buana, dan Sampoerna University); serta para Dekan Fakultas Psikologi UI dari periode 1976–1981 hingga 2013–2021.

Related Posts