id sipp@ui.ac.id dan humas-ui@ui.ac.id +62 21 786 7222

Pakar Sekolah Ilmu Lingkungan UI: Perubahan Lingkungan Berkorelasi Kuat terhadap Munculnya Penyakit

Universitas Indonesia > Berita > Pakar Sekolah Ilmu Lingkungan UI: Perubahan Lingkungan Berkorelasi Kuat terhadap Munculnya Penyakit

Sebagai peringatan Dies Natalis ke-empat, Sekolah Ilmu Lingkungan Universitas Indonesia (SIL UI) menggelar Seminar Daring bertajuk “Reformasi Pengelolaan Lingkungan Berkelanjutan: Pengelolaan Lingkungan dan Sosial di Masa Pandemi COVID-19“. Seminar ini menghadirkan para pakar diantaranya Prof. Dr. dr. Farid Anfasa Moeloek, Sp.OG(K) (Menteri Kesehatan RI Kabinet Reformasi Pembangunan 1998); Prof. Dr. dr. Nila Djuwita F. Moeloek, Sp.M(K) (Menteri Kesehatan RI Kabinet Kerja 2014-2019); Prof. dr. Haryoto Kusnoputranto, S.K.M., Dr.PH.(Guru Besar UI), dan Dr. dr. Tri Edhi Budhi Soesilo, M.Si (Wakil Direktur SIL UI), yang dimoderatori oleh Dr. Ahyahudin Sodri (Dosen SIL UI). Tidak kurang dari 2.000 peserta seminar menyaksikan secara daring pada Rabu (29/7).

Pandemi COVID-19 telah memberi imbas secara struktural terhadap hampir semua sektor kehidupan manusia. Perubahan terasa di setiap komponen sosial ekonomi budaya hingga lingkungan fisik alami dan hayati. Saat ini, masih banyak masyarakat yang belum paham bahwa lingkungan memiliki korelasi yang kuat terhadap munculnya berbagai penyakit.

Dalam sambutan pembukanya, Prof. Haryoto menuturkan, “Masyarakat belum paham bahwa lingkungan memiliki korelasi kuat terhadap munculnya berbagai penyakit. Fenomena perubahan iklim turut memicu munculnya penyakit baru yang belum pernah ada sebelumnya. Salah satu pemicu perubahan iklim adalah deforestasi. Peningkatan deforestasi telah menimbulkan dampak pada perubahan iklim global yang telah mempercepat pola persebaran penyakit menular seperti COVID-19, SARS, MERS. Deforestasi juga menyebabkan hilangnya keanekaragaman hayati sebagai penyeimbang alam. Deforestasi juga memiliki andil akan hilangnya bahan baku berpotensi untuk obat-obatan yang mampu memperkuat imun pada tubuh manusia. Deforestasi juga dapat merusak habitat hewan mampu menyebarkan penyakit ke lokasi lain sehingga pola penyebaran penyakit menjadi semakin meluas.”

“Untuk itu, diperlukan upaya meminimalisasi dampak pandemi melalui sistem pembangunan berkelanjutan. Perubahan lingkungan harus mengacu pada pola pembangunan berkelanjutan, sehingga mampu mengurangi risiko penyakit, meningkatkan produksi pangan dan konservasi keanekaragaman hayati. Dengan menerapkan pola pembangunan berkelanjutan, maka pandemi global dapat diantisipasi sejak dini,” ujar Prof. Haryoto yang juga merupakan Ketua Komite SIL UI.

Lebih lanjut, Prof. Farid Anfasa Moeloek menjelaskan, “Ketidakstabilan dalam lingkungan bisa menimbulkan penyakit pada manusia dan makhluk hidup lainnya. Ketika lingkungan mengalami ketidakseimbangan maka dapat menyebabkan isi bumi ini sakit. Saya berharap para anak didik SIL UI mampu menjadi sumber daya manusia yang dapat menyeimbangkan lingkungan.”

Dalam paparannya, Prof. Nila Moeloek mengutarakan, “Pembangunan kesehatan di era/pascaCOVID-19, mengingatkan kepada sumber daya manusia Indonesia pada masa sebelum COVID-19 yang tengah gencar menggerakkan gizi masyarakat khususnya program penanganan stunting. Mengingat stunting Indonesia sudah berhasil diturunkan menjadi 27,7%, yang semulanya adalah 37,2% atau 4 dari 10 anak di Indonesia stunting. Penanganan stunting sangat penting jika kita menginginkan suatu human capital index yang berkualitas, bisa mendapatkan manusia cerdas yang kelak menjadi seorang dewasa muda yang sehat hingga usia lansia juga sehat. Untuk menggapai itu semua, dibutuhkan kolaborasi holistik, diantaranya pendidikan, gender/perempuan, dan lingkungan.”

Prof. Nila Moeloek melempar pertanyaan, apakah human capital index dapat tercapai dengan terganggunya COVID-19? Ia melanjutkan, “Tentu kita harus melihat ke sistem kesehatan nasional yang harus direformasi. Melalui Penguatan Pelayanan Kesehatan, Jaminan Kesehatan Nasional, dan Paradigma Sehat. Berbagai upaya yang dapat dilaksanakan diantaranya pembangunan puskesmas dan akses terhadap pelayanan kesehatan terutama di perbatasan dan daerah tertinggal; Tetap menggalakkan Gerakan Masyarakat Hidup Sehat, yang berupa aktivitas fisik, perilaku hidup sehat, penyediaan pangan sehat dan percepatan perbaikan gizi, peningkatan, pencegahan dan deteksi dini penyakit; peningkatan kualitas lingkungan; peningkatan edukasi hidup sehat. Serta program pelayanan kesehatan seperti untuk pencegahan dan pengobatan penyakit menular dan tidak menular, serta imunisasi khususnya bagi anak, yang tetap harus berjalan meski di tengah COVID-19.”

Pemapar terakhir yaitu Dr. Tri Edhi Budhi Soesilo menjelaskan berkenaan pembentukan perilaku individu dan sosial dalam upaya pengelolaan lingkungan untuk mengatasi pandemi COVID. Ia menuturkan, “Dampak COVID-19 pada lingkungan mengenai tiga bagian yaitu, lingkungan alam, lingkungan buatan, dan lingkungan sosial ekonomi. Tidak henti-hentinya disampaikan kepada masyarakat untuk mendisiplinkan diri sendiri. Gunakan masker dengan benar, menjaga higiene pribadi dan menjaga jarak. Mengimbau juga bagi para pejabat dan pimpinan lainnya untuk memberi Keteladanan. Berikutnya, dapat bekerja sama memanfaatkan gerakan massal untuk edukasi dan sosialisasi COVID-19. Menggandeng tokoh masyarakat, pemuka agama untuk turun ke masyarakat.”

Related Posts

Leave a Reply