iden sipp@ui.ac.id dan humas-ui@ui.ac.id +62 21 786 7222

Pemuda, Unsur Penting Menuju Keberagaman Indonesia

Universitas Indonesia > Berita > Berita Highlight > Pemuda, Unsur Penting Menuju Keberagaman Indonesia

Penulis: Almas Bimantara

Dalam rangka memperingati hari sumpah pemuda ke-93, Universitas Indonesia (UI) menyelenggarakan diskusi publik pada Kamis, 28 Oktober 2021 secara daring melalui aplikasi Zoom dan disiarkan juga melalui kanal Youtube UI Teve. Pada diskusi publik ini, UI menghadirkan beberapa tokoh-tokoh mulai dari pemuda yang berprestasi seperti hingga tokoh-tokoh penting publik. Beberapa tokoh muda berprestasi yang diundang dalam kegiatan ini adalah Kusuma Ida Anjani (Pengembangan Bisnis dan Inovasi Mustika Ratu) dan Alissa Qotrunnada Munawaroh Wahid (Direktur Gusdurian Network Indonesia).

Kusuma, pada awal sesi menyatakan bahwa semangat nasionalisme dan persatuan harus tetap diteruskan khususnya bagi para pemuda. Hal ini dikarenakan lebih dari 50% populasi masyarakat Indonesia merupakan pemuda. Dengan itu, pemuda sebagai penerus bangsa memiliki tanggung jawab besar untuk menciptakan komitmen terhadap empat pilar kebangsaan, yaitu Pancasila, Bhinekka Tunggal Ika, NKRI, dan UUD 1945. “Sudah banyak sekali bentuk-bentuk yang dilakukan oleh generasi muda untuk menerapkan nilai-nilai ini. Contohnya kita bisa lihat bahwa saat ini banyak sekali permintaan konsumsi untuk produk-produk lokal,” jelas Kusuma. Hal ini dirasa Kusuma merupakan hal yang tepat untuk menciptakan semangat nasionalisme dan mendukung produk-produk dalam negeri.

Menurut Kusuma, saat ini pada berbagai bidang kehidupan seperti bisnis, politik, ekonomi, sosial dan budaya, pemuda telah banyak menunjukkan peran nyatanya. “Ini menjadi bukti nyata bahwa dengan memegang teguh empat pilar kebangsaan dan juga kesatuan, ini ternyata mendorong kesuksesan bangsa kita,” tutur Kusuma.

Kusuma, sebagai salah satu kaum muda juga terus melakukan inovasi-inovasi yang dapat berguna bagi masyarakat, salah satunya yang dilakukannya di Mustika Ratu. Mustika Ratu tahun lalu mendapat penghargaan Top Innovation Awards dengan menghadirkan produk berupa herbal yang seluruh bahan-bahannya didapat dari Indonesia. Kontribusi yang dilakukan Kusuma tidak hanya di situ saja. Kusuma juga berperan sebagai ketua pelaksana pemilihan puteri Indonesia. Kusuma menjelaskan bahwa dalam pemilihan Puteri Indonesia, kriteria utama tidak hanya soal kecantikan tetapi juga brain (kecerdasan) dan behavior (tingkah laku).

Selanjutnya, diskusi dilanjutkan dengan sesi pemaparan dari Alissa Qotrunnada Munawaroh Wahid yang berhasil mendirikan Gusdurian Network Indonesia, organisasi non profit yang bergerak pada bidang demokrasi, multikulturalisme, dan keadilan sosial.  Pada awal sesi, Alissa menceritakan latar belakang alasannya mendirikan Gusdurian Network Indonesia (GNI). Pendirian GNI awalnya didasari rasa kehilangan kepercayaannya terhadap keadilan sosial dan keadaan politik sewaktu sang ayah, Abdurrahman Wahid (Gus Dur) menjabat sebagai Presiden RI. Lalu ketika Gus Dur wafat, banyak masyarakat terutama dari kalangan minoritas yang bertanya kepadanya tentang siapa selanjutnya setelah wafatnya Gus Dur yang akan membela mereka jika ada yang menindas mereka. Dengan itu bersama adik-adiknya dan ibunya, Alissa akhirnya mendirikan jaringan Gusdurian. Organisasi ini pada perjalanannya mampu mengadvokasi masyarakat minoritas yang terpinggirkan dan masalah-masalah keadilan sosial lainnya di masyarakat.

Ia berpendapat bahwa jika melihat demokrasi dan keberagaman di Indonesia, sampai saat ini Indonesia masih menjadi teladan dunia. Hal ini dikarenakan harmoni sosial antar berbagai kelompok yang sangat berbeda masih yang sangat baik dipertahankan. Tetapi jika dilihat berdasarkan trennya mengenai demokrasi dan keberagaman ternyata mengalami penurunan sejak 30 tahun yang lalu. Menurut Alissa ini merupakan hal yang baik-baik saja bagi Indonesia. Hal tersebut juga merupakan salah satu yang Alissa perjuangkan dalam GNI tersebut.

Walaupun tren menghargai keberagaman dan demokrasi terus menurun, Alissa melihat anak-anak muda di Indonesia secara umum menyadari nilai-nilai yang sifatnya universal dan fundamental. “Bullying misalnya, memang ada banyak anak muda yang melakukan bullying, tetapi anak muda lain yang menolak itu juga sangat kuat,” jelas Alissa. Namun, pada saat yang bersamaan terdapat fakta bahwa akar nilai ke-Indonesiaan anak muda juga berkurang. Hal ini oleh Alissa dinilai sebagai salah satu tantangan besar bagi bangsa, untuk menghadirkan anak muda yang berpikiran maju tetapi tetap mempertahankan nilai-nilai Indonesianya.

Pada akhir sesi, Alissa memberi saran bagi para kaum muda untuk tidak memiliki orientasi pikiran yang hanya mementingkan dirinya sendiri, melainkan harus bisa menjadi bermanfaat bagi sekitar.”Jadi kalau anak muda Indonesia mau maju ini menurut saya harus keluar dari perangkap bahwa saya maunya hidup untuk saya sendiri. Dunia ini membutuhkan anak muda, Indonesia terutama membutuhkan anak muda, tambah Alissa.

Related Posts