https://www.elementbike.id/data/selotgacorku/ https://karanganbungacilacap.com/ https://sikepo.ft.undip.ac.id/pages/function/berkaslahiran/-/ https://lms.unhi.ac.id/blog/maxwin.html https://elearning.ittelkom-sby.ac.id/group/s1/ https://jdih.unila.ac.id/img/ https://e-class.fio.unesa.ac.id/css/app.html https://e-learning.unim.ac.id/notes/-/smaxwin/ https://dpkp2.paserkab.go.id/img/ http://earsip.unitomo.ac.id/assets/fonts/ https://e-learning.poltekpel-banten.ac.id/lib/app/ https://sipisang.tangerangselatankota.go.id/captcha/4d.html https://elearning.iainkendari.ac.id/-/sgacor/
Pendidikan, Jalan Keluar Indonesia Terbebas dari Kemiskinan - Universitas Indonesia
id sipp@ui.ac.id dan humas-ui@ui.ac.id +62 21 786 7222

Pendidikan, Jalan Keluar Indonesia Terbebas dari Kemiskinan

Universitas Indonesia > Berita > Pendidikan, Jalan Keluar Indonesia Terbebas dari Kemiskinan

Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat (LPEM) Fakultas Ekonomi UI telah beberapa kali melakukan penelitian terkait dengan kemiskinan. Salah satu penelitinya yang fokus pada penelitian tentang kemiskinan adalah Teguh Darnanto, Ph.D. Ia antara lain pernah melakukan penelitian untuk melihat dinamika ekonomi 5.891 rumah tangga selama 15 tahun. Rumah tangga yang diteliti adalah rumah tangga yang sama, dengan orang-orang yang sama. Ia juga pernah mengadakah penelitian tentang kemiskinan, yang melihat kemiskinan bukan dari kondisi ekonominya, tetapi dari subjektifitas rasa miskin yang dimiliki seseorang. Seseorang, kata Teguh, mungkin saja secara ekonomi sebenarnya tidak miskin tetapi ia merasa miskin. Orang-orang seperti itu, lanjutnya, sering berharap mendapatkan bantuan sosial. Hal-hal tersebut selanjutnya yang perlu dipertimbangkan pemerintah dalam membuat kebijakan.

Dalam jurnal The Determinants of Poverty Dynamics in Indonesia : Evidence from Panel Data yang diterbitkan dalam Bulletin of Indonesian Economic Studies tahun 2013, bersama rekannya Nurkholis, ia menyebutkan bahwa faktor-faktor penyebab seseorang jatuh ke lubang kemiskinan ada beberapa hal. Faktor-faktor tersebut antara lain jumlah anggota keluarga, status pekerjaan, status pernikahan dan konektivitas. Kelahiran anggota keluarga baru atau bertambahnya jumlah anak diakui Teguh dapat membuat satu keluarga riskan untuk jatuh miskin. Bertambahnya kebutuhan pangan, pendidikan, kesehatan untuk anggota keluarga baru dapat menambah beban. Karena itu ia mendukung perlunya perencanaan keluarga yang baik. Lalu, masalah konektivitas atau sulitnya akses menjangkau transportasi umum dan market, kata Teguh, juga dapat membuat seseorang tetap miskin.

Teguh memandang pendidikan sebagai faktor terpenting yang dapat membuat seseorang keluar dari kemiskinan. Pendidikan akan memberikan pengaruh dalam jangka panjang dalam memperbaiki kehidupan ekonomi keluarga. Dalam salah satu penelitiannya, ia mendapatkan sebanyak 1,3 persen penduduk selalu berada di bawah garis kemiskinan atau cronic poor. Sementara itu, 38,7 persen penduduk dalam 15 tahun ada pada kondisi keluar masuk garis kemiskinan. Mereka tidak memiliki rasa aman, dan sangat mudah kembali menjadi miskin. “Individu yang keluar masuk garis kemiskinan, mempunyai probabilitas yang besar untuk masuk kembali ke dalam kemiskinanan,” ucap Teguh.

Teguh mendukung usaha pemerintah dalam program yang tengah berjalan saat ini, seperti Program Keluarga Harapan (PKH), Bantuan Siswa Miskin (BSM), dan Bantuan Langsung Sementara Masyarakat (BLSM). Pada BLSM, saat ini menurutnya banyak orang mempunyai persepsi yang salah terhadap program tersebut. Program tersebut sebenarnya bukan bertujuan untuk mengentaskan kemiskinan, tetapi merupakan usaha pemerintah menjaga masyarakat miskin dan yang dekat dengan kemiskinan agar tidak semakin jatuh ke dalam jurang kemiskinan, atau dapat disebut sebagai jaring pengaman. Saat ini, kata Teguh, program-program pemerintah sudah berada di jalur yang benar. Efektivitas program-program tersebut belum akan dapat diuji, karena harus dilakukan observasi dalam waktu yang panjang.

Kondisi Indonesia, dengan penduduknya yang sangat heterogen menjadikan program pengentasan kemiskinan tidak dapat diseragamkan. Karakteristik yang berbeda antara pedesaan dan perkotaan, lanjut Teguh, menjadikan intervensi program pengentasan kemiskinan yang dilakukan seharusnya berbeda-beda. Ia mencontohkan, seperti halnya bagi masyarakat yang sangat miskin, karena ketiadaan aset, intervensi dapat dilakukan dengan memberikan tambahan aset, misalnya lahan pertanian. Kemudian agar anaknya tidak ikut menjadi miskin dapat diberikan beasiswa. Sementara itu, pada masyarakat yang hampir miskin, intervensi dapat diberikan dengan pemberian jaminan sosial kesehatan, misalnya. Pemerintah daerah juga perlu berperan aktif dalam hal tersebut. Terakhir, Teguh menyimpulkan empat saran yang perlu terus digaungkan untuk meminimalkan angka kemiskinan di Indonesia, seperti perlu ditingkatkannya kualitas pendidikan, kesadaran masyarakat terhadap kesehatan, perencanaan keluarga yang baik, serta akses pada kebutuhan-kebutuhan dasar. (KHN)

Related Posts

Leave a Reply