id sipp@ui.ac.id dan humas-ui@ui.ac.id +62 21 786 7222

RCCC UI Gelar Seminar Conservation Biology in 21th Century and Sustainable Future

Universitas Indonesia > Berita > RCCC UI Gelar Seminar Conservation Biology in 21th Century and Sustainable Future

 

Selasa (03/07), Research Center for Climate Change (RCCC) UI menggelar seminar bertajuk “Conservation Biology in 21th Century and Sustainable Future” di Perpustakaan Pusat UI. Kegiatan ini bertujuan untuk memberikan pemahaman global dan komprehensif seputar konservasi lingkungan dari berbagai narasumber akademisi dari berbagai negara. Mereka adalah ; Prof. Randall Kyes Ph.D (Peneliti di University of Washington, USA), Prof Chris Margules (Peneliti di James Cook University, Australia), dan Dr. Grace Wong (Peneliti di Center for International Forestry Research: CIFOR).

Seminar dimulai dengan sambutan dari Kepala RCCC yaitu Prof. Jatna Supriatna. Usai sambutan, dilanjutkan dengan sesi pertama oleh Randall dengan tema “Conservation Biology at the Human-Environment Interface : Global”. Sesi pertama ini dimoderatori oleh Dr. Anom Bowolaksono (Peneliti di Universitas Indonesia dan University of Washington). Dalam sesi ini, Randall menyatakan bahwa kita membutuhkan lebih dari ribuan orang untuk menjadi kader konservasi di setiap region, untuk bisa menciptakan hal ini, salah satunya bisa melalui pemanfaatan media sosial yang saat ini tengah diminati oleh banyak kalangan.

Selanjutnya sesi kedua adalah dari Chris dengan tema “Systematic Conservation Planning” dan dimoderatori oleh Prof. Jatna Supriatna. Dalam pemaparannya, Chris menguraikan bahwa saat ini kita membutuhkan manajemen seluruh data-data terkait lingkungan yang terintegrasi. Kasus kebakaran hutan di Riau yang terbengkalai dari tahun ke tahun adalah salah satu dampak dari belum baiknya pengelolaan manajemen data-data terkait tersebut.

Terakhir sesi ketiga diisi oleh Grace dengan tema “Biodiversity and Economic”. Grace menjelaskan tentang kondisi kelapa sawit di Indonesia dan REDD+. Satu hektar lahan kelapa sawit bisa berharga 6000 US$ dan di Indonesia terdapat sepuluh juta hektar lahan kelapa sawit yang hampir sama luasnya dengan satu Pulau Jawa. Hal inilah yang kemudian menyebabkan pemerintah daerah cenderung tergiur dengan keuntungan yang diberikan oleh perkebunan kelapa sawit. Padahal terdapat sejumlah kerugian yang bisa ditimbulkan oleh pilihan ini. Yang pertama terkait dengan potensi kalah perang dagang dengan Brazil yang punya lahan jauh lebih luas dari Indonesia untuk kelapa sawit, yang berarti ia memiliki kekuatan dalam pengendalian harga. Berikutnya adalah dari perpektif lingkungan, pembukaan lahan untuk kelapa sawit bertentangan dengan prinsip konservasi ekosistem.

Sebagai penutup acara, closing remarks diberikan oleh Prof. Jatna yang menyimpulkan tiga pemaparan sebelumnya. “Ada banyak sekali pengetahuan terbaru seputar konservasi lingkungan yang didapatkan hari ini dan diharapkan bisa menjadi pemicu bagi ilmuwan maupun praktisi di Indonesia untuk menindak-lanjuti langkah-langkah tanggap berikutnya”, tegas Jatna. (IB)

Related Posts

Leave a Reply