Dalam wawancara yang dilakukan oleh Jak TV pada Sabtu, (28/12/2019) , Rektor UI, Prof. Ari Kuncoro, S.E, M. A., Ph. D juga mengutarakan pendapatnya terkait wacana intoleransi dan radikalisme yang berkembang saat ini.
“Ini semua bermula dari fenomena Global Village,” ungkapnya.
Menurutnya, dengan adanya fenomena globalisasi ini, maka hampir semua orang hanya berhubungan dengan gadget semata, sehingga kehilangan sentuhan kemanusiaan dengan lingkungan luar. Disinilah insensitifitas itu bermula.
“Kita harus paham dulu bahwa cara pandang kita atau kelompok kita belum tentu sama dengan cara pandang masyarakat atau kelompok lain,” tambahnya.
Koneksi yang hanya bersentuhan dengan gadget juga menyebabkan informasi yang didapat menjadi terpolarisasi, selektif, dalam artian informasi yang diterima adalah informasi yang sempit, yang sesuai dengan persepsi kita saja.
Kristalisasi informasi dan kurangnya komunikasi dengan orang lain inilah yang menyebabkan kemudian, dalam jangka panjang, muncul nilai-nilai intoleransi dan radikalisme. Nilai ini muncul karena pandangan yang sempit serta tidak menghargai pandangan yang berbeda dari diri sendiri.
Disinilah letak pentingnya pendidikan agama dan kewarganegaraan yang seharusnya dimulai dari kecil. Etika dan masalah toleransi harusnya diajarkan dalam kehidupan sehari-hari bukan dalam bentuk mata pelajaran atau kuliah saja.
Ia mencontohkan budaya mengantri yang harusnya diajarkan guru dan orang tua semenjak kecil. Mengantri mengajarkan kita menghargai orang lain dan meredam kepentingan pribadi demi kepentingan bersama.
Hal penting lain dalam mengatasi nilai radikalisme dan intoleransi adalah kegiatan berkumpul. Arisan, olahraga bersama, dan kegiatan-kegiatan yang berbau kebersamaan lainnya harus kembali digiatkan di masyarakat.
Dengan kegiatan berkumpul ini, diharapkan interaksi antar masyarakat dapat terjadi, sehingga dapat lebih memahami perbedaan yang ada di dalam realita kehidupan bermasyarakat.