iden sipp@ui.ac.id dan humas-ui@ui.ac.id +62 21 786 7222

Tantangan dalam Diagnosis & Tata Laksana Infeksi Nontuberculous Mycobacteria di Indonesia

Universitas Indonesia > Berita > Berita Fakultas Kedokteran > Tantangan dalam Diagnosis & Tata Laksana Infeksi Nontuberculous Mycobacteria di Indonesia

Penulis: Vinny Shoffa

Mycobacterium tuberculosis complex merupakan organisme penyebab penyakit tuberculosis. Meskipun penyebarannya cukup tinggi di Indonesia, namun masih ada kelompok mycobacteria yang belum terlalu dikenal oleh dunia kesehatan, yaitu nontuberculous mycobacteria (NTM). Istilah lain untuk NTM adalah mycobacteria other than tuberculosis, atypical mycobacteria, dan environmental mycobacteria.

 “Infeksi NTM hingga saat ini belum begitu dikenal oleh para tenaga medis sehingga data-data mengenai prevalensinya di Indonesia belum diketahui. Berbagai tantangan dihadapi dalam mendiagnosis infeksi NTM yaitu berkaitan dengan gejala klinis dan radiologisnya yang menyerupai infeksi tubercolusis sehingga untuk membedakannya perlu dilakukan pemeriksaan kultur bakteri untuk mendapatkan jenis spesiesnya. Lebih lanjut diagnosis NTM paru hanya dapat ditegakkan bila didapatkan pemeriksaan kultur yang positif NTM dari 2 spesimen yang berbeda,” kata Prof. Dr. dr. Cleopas Martini Rumende SpPD-KP, dalam pidato pengukuhan guru besarnya yang berjudul “Infeksi Nontuberculous Mycobacteria, Tantangan dalam Diagnosis dan Tatalaksananya di Indonesia”, pada Sabtu (15/01).

 Tantangan lain dalam melakukan tatalaksana diagnosis NTM adalah mengenai data. Dalam melakukan penanganan NTM, kata Cleopas Martini, data mutlak diperlukan untuk menentukan jenis tatalaksana yang diperlukan dan juga akan mempengaruhi jenis antimikroba yang harus diberikan. Dalam tatalaksana infeksi paru akibat NTM, memang perlu diperhatikan ada atau tidaknya risiko untuk terjadinya perburukan infeksi dan juga perlu ditentukan waktu yang tepat untuk memulai pengobatan.

 Guna mengatasi tantangan-tantangan ini diperlukan sebuah teknik pemeriksaan molekuler yang baru, yaitu dengan whole genome sequencing. Dengan teknik ini, transmisi NTM dari manusia ke manusia dapat lebih mudah dideteksi, sehingga dapat dilakukan hingga ke tingkat spesies kultur.

 Menurut Cleopas, dengan adanya metode ini, diagnosis dan tata laksana dalam pengobatan pasien bisa dilakukan sejak dini dengan metode yang tepat. “Berdasarkan data penelitian ini, dengan adanya metode ini, 40% – 60% penyakitnya tidak mengalami perburukan hingga beberapa tahun sejak diagnosis ditegakkan walaupun tanpa pengobatan. Lebih lanjut, 40 – 50% dari pasien-pasien tersebut juga akan mengalami konversi sputum yang terjadi secara spontan walaupun tanpa diberikan pengobatan,” ujarnya.

 Kegiatan pengukuhan guru besar ini disiarkan langsung secara virtual melalui kanal Youtube Universitas Indonesia dan dihadiri oleh berbagai tamu undangan, diantaranya yaitu dr. Nafsiah Mboi, SpA (Menteri Kesehatan RI, Periode 2012 – 2014), Dr. Dhaniswara K. Harjono, SH.,M.H.,MBA (Rektor  Universitas Kristen Indonesia), dan dr. Lies Dina Liastuti,  SpJP(K), MARS, FIHA (Direktur Utama Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo). Selain itu, juga hadir guru besar dari universitas lain, diantaranya Prof. Dr. dr. Emma Sy Moeis, SpPD-KGH (Guru Besar Fakultas Kedokteran Universitas Sam Ratulangi), dan Prof. Dr. dr. Ketut Suastika, SpPD-KEMD (Guru Besar Fakultas Kedokteran Universitas Udayana Bali).

 Prof. Dr. dr. Cleopas saat ini menjabat sebagai Staf Divisi Respirologi Dan Penyakit Kritis Ilmu Penyakit Dalam FKUI/RSCM dan Guru Besar Ilmu Penyakit Dalam FKUI. Pada tahun 1988, ia menyelesaikan jenjang pendidikan dokter di Universitas Kristen Indonesia. Kemudian, ia melanjutkan pendidikan di Fakultas Kedokteran, Universitas Indonesia, untuk pendidikan dokter spesialis penyakit dalam (1998), dokter spesialis penyakit dalam konsultan pulmonologi (2000), dan berhasil meraih gelar doktor di tahun 2008.

 Beberapa judul karya ilmiah dalam wilayah kajian spesialis penyakit dalam telah beliau publikasikan, di antaranya yaitu The Association of Carcinoembryonic Antigen and Cytokeratin-19 Fragments 21-1 Level with One-Year Survival of Advanced Non-Small Cell Lung Car-cinoma at Cipto Mangunkusumo Hospital: A Retrospective Cohort Study (2020), The Importance of Chest CT Scan in COVID-19: A Case Series (2020), Relationship between Blood Flow Rate and Quality of Life in Patients Undergoing  Hemodialysis (2019), dan The Benefit of Interferon-Gamma Release Assay for Diagnosis of Ex-trapulmonary Tuberculosis (2018).

Related Posts