id sipp@ui.ac.id dan humas-ui@ui.ac.id +62 21 786 7222

The 16th APRU Multi-Hazards Symposium 2021: Kolaborasi Transdisiplin untuk Ketangguhan Bencana

Universitas Indonesia > Berita > Berita Highlight > The 16th APRU Multi-Hazards Symposium 2021: Kolaborasi Transdisiplin untuk Ketangguhan Bencana

 

 

 

Penulis: Humairah Nur

Disaster Risk Reduction Center Universitas Indonesia (DRRC UI) berkolaborasi dengan Association of Pacific Rim Universities (APRU) menyelenggarakan The 16th APRU Multi-Hazards Symposium 2021 bertema “Building Partnerships for Sustainable Disaster Risk Reduction (DRR) for All Hazards” pada 24-25 November 2021. Simposium ini dihadiri oleh lebih dari 250 presenter yang akan berkontribusi menguatkan riset mengenai ketangguhan bencana. Simposium dilakukan secara daring melalui Zoom dan siaran langsung di kanal YouTube UI Teve.

APRU merupakan jaringan yang terdiri dari 61 universitas riset terkemuka di sekitar Samudra Pasifik. APRU punya tujuan besar untuk menghubungkan Asia, Amerika Utara dan Selatan, serta Australia untuk saling bekerja sama dalam menghadapi tantangan di seluruh kawasan. Melalui program APRU, berbagai akademisi lintas sektor, organisasi internasional, sektor publik dan swasta, hingga masyarakat lintas batas dapat berkolaborasi dalam menjawab tantangan global.

Prof. Ari Kuncoro, S.E., M.A., Ph.D. selaku Rektor Universitas Indonesia menyampaikan dalam sambutannya bahwa simposium ini merupakan peluang untuk menghubungkan berbagai perspektif dari lintas batas untuk penanganan bencana. Menurutnya, simposium ini merupakan wadah yang memfasilitasi anggota APRU, mitra, akademisi, pembuat  kebijakan, pemerintah, dan masyarakat untuk berkolaborasi dalam pengurangan dan pemulihan risiko bencana.

“Simposium ini bertujuan untuk saling berbagi keahlian dan pengetahuan tentang mitigasi bencana di antara beberapa negara yang paling rentan untuk membangun kawasan yang lebih tangguh, khususnya di kawasan Asia Pasifik. Saya percaya berbagi tantangan dan peluang terkait pengurangan risiko bencana serta diskusi panel dapat meningkatkan kesadaran akan isu terkini tentang pengurangan risiko bencana,” ujar Ari Kuncoro.

Terkait tema simposium kali ini, Dr. Christopher Tremewan selaku Sekretaris Umum APRU dalam sambutannya menyatakan bahwa penting untuk dilakukannya pendekatan semua bencana untuk mereduksi resiko kebencanaan. Menurutnya, terjadinya Pandemi COVID 19 mengingatkan kita bahwa bencana itu faktor penyebabnya tidak hanya karena faktor alam, faktor kecerobohan manusia atau kombinasi antara keduanya juga bisa menjadi faktor pendorong terjadinya suatu bencana, sehingga pendekatan lintas batas menjadi penting.

Simposium juga berfokus pada penguatan ketahanan dan kesiapsiagaan untuk manajemen bencana di masa depan termasuk bahaya alam dan biologis seperti yang kita alami saat ini dengan COVID-19. “Program multi-bencana APRU menyadari bahwa pentingnya implementasi pendekatan semua bencana. Ini juga yang ingin kami tekankan melalui program-program,” ujar Tremewan. Selanjutnya, ia mengapresiasi komitmen dan kerja keras UI untuk menyelenggarakan simposium tahunan ini.

Melanjutkan Tremewan, Prof. Takako Izumi selaku Program Director APRU Multi-Hazards & Tohoku University memperkenalkan program multi-bencana milik APRU. Program ini bertujuan untuk memanfaatkan kemampuan kolektif universitas APRU untuk penelitian mutakhir tentang DRR serta berkontribusi pada diskusi internasional dan regional untuk memberikan pengaruh dalam proses pembuatan kebijakan DRR. Hal ini kemudian diinisiasi melalui riset, edukasi, kolaborasi dengan praktisi, dan kontribusi dalam diskusi internasional.

“Program multi-hazard berlanjut ke upaya memperkuat kapasitas penelitian universitas anggota APRU dalam ilmu kebencanaan, memberikan kesempatan belajar bagi mahasiswa dan dosen, serta bekerja dengan pemangku kepentingan lain seperti praktisi, pemerintah, dan sektor swasta untuk memanfaatkan hasil penelitian sebaik-baiknya dalam praktik,” kata Izumi.

Acara dilanjutkan dengan diskusi panel. Narasumber pertama, Dr. Raditya Jati, S.Si M.Si., selaku Deputi Bidang Sistem dan Strategi BNPB menuturkan bahwa penanggulangan bencana merupakan urusan semua pihak. Ia memaparkan bahwa letak geografis Indonesia menjadikan Indonesia rawan bencana. Disamping itu, arah dan gambaran kebencanaan global cenderung akan meningkat dikarenakan berbagai faktor seperti meningkatnya jumlah penduduk, urbanisasi, degradasi lingkungan, pengaruh perubahan iklim global yang menghambat pembangunan berkelanjutan. Intensitas dan kompleksitas dari bencana modern telah menimbulkan banyak kerugian dan korban baik dalam kehidupan dan penghidupan masyarakat. Oleh karenanya semua pihak harus ikut dalam proses penanggulangan bencana.

“Pentingnya kita memahami resiko dan berbagi peran dan tanggung jawab bersama mulai dari pra-bencana, saat bencana, dan pasca bencana untuk melakukan kolaborasi aksi mengurangi resiko bencana. Melalui perencanaan, dan implementasi pengurangan risiko bencana,  kerugian yang memiliki kecenderungan meningkat dapat dikurangi,” ujar Raditya.

Senada, Prof. Dra. Fatma Lestari, M.Si., Ph.D selaku Direktur DRRC UI memaparkan bahwa penting untuk membangun kemitraan untuk pengurangan resiko bencana yang berkelanjutan dengan tujuan mengatasi semua bencana. Untuk itu, diperlukan kolaborasi yang kuat antara pemerintah, sektor swasta, industri, masyarakat dan media untuk mengatasi kebencanaan dari berbagai sektor. Hal ini pula yang mendasari dibangunnya DRRC UI.

DRRC UI merupakan unit kerja yang bergerak dalam bidang pelayanan dan pengabdian masyarakat dalam bidang kebencanaan. Untuk mencapai tujuannya, DRRC UI memiliki empat strategi, yaitu pembelajaran daring melalui Edurisk, kolaborasi, bertujuan mengatasi semua bencana, dan berprinsip “no one left behind” atau tidak ada yang tertinggal.

Related Posts