iden sipp@ui.ac.id dan humas-ui@ui.ac.id +62 21 786 7222

Tiga Juru Bicara Muda Capres 2024 Hadir di UI Bahas Pembangunan Berkelanjutan

Universitas Indonesia > Berita > Berita Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik > Tiga Juru Bicara Muda Capres 2024 Hadir di UI Bahas Pembangunan Berkelanjutan

Depok, 26 Januari 2024. Bagi generasi muda, isu pembangunan berkelanjutan, sumber daya alam, lingkungan hidup, dan energi menjadi isu penting karena berhubungan erat dengan masa depan mereka. Pembangunan yang selaras dengan prinsip-prinsip keberkelanjutan akan mendukung keseimbangan antara kebutuhan generasi saat ini dan masa depan, di antaranya dengan pengelolaan sumber daya alam yang tidak eksploitatif dan pendistribusian manfaatnya yang merata ke masyarakat Indonesia.

Di sisi lain, kebutuhan pertumbuhan ekonomi dan industrialisasi seringkali berbenturan dengan tuntutan prinsip-prinsip keberlanjutan dan transisi energi. Untuk itu, seorang pemimpim perlu memahami bahwa pembangunan berkelanjutan mencakup pertumbuhan ekonomi yang seimbang, perlindungan lingkungan, dan keadilan sosial. Atas dasar hal tersebut, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Indonesia (UI) kembali mengadakan dialog mahasiswa dan juru bicara muda Calon Presiden (Capres) Republik Indonesia (RI) 2024.

Seri ke-dua Youth Talk yang diprakarsai oleh Departemen Hubungan Internasional (HI) FISIP UI ini, mengangkat tema pembangunan berkelanjutan, sumber daya alam, lingkungan hidup, energi, pangan, agraria, masyarakat adat dan desa. Kegiatan ini diselenggarakan di Auditorium Komunikasi FISIP UI, pada Kamis (25/1). Pada acara tersebut, telah hadir juru bicara muda dari masing-masing Capres RI 2024, yaitu Andi Wirapratama (Juru Bicara Muda Timnas Anies-Muhaimin), Astrio Feligent (Juru Bicara Muda TKN Prabowo-Gibran), dan Indah Lestari (Anggota Eksekutif Politik 5.0 TPN Ganjar-Mahfud).

Dekan FISIP UI Prof. Dr. Semiarto Aji Purwanto dalam sambutan pembukaannya mengatakan, ini adalah isu-isu krusial yang akan membentuk masa depan Indonesia. “Mahasiswa adalah generasi yang akan langsung menyaksikan dan merasakan konsekuensi dari kerusakan lingkungan, pemanasan global, dan penggunaan lahan yang tidak bertanggung jawab. Pilihan yang dibuat oleh pemimpin kita hari ini akan berdampak pada hidup kita dan generasi yang akan dating,” ujar Prof. Aji.

Ia menambahkan, perubahan iklim, deforestasi, polusi, dan praktik-praktik yang tidak berkelanjutan tidak hanya mengancam keseimbangan ekosistem, tetapi juga struktur masyarakat. “Sebagai warga negara Indonesia, menjadi kewajiban moral kita untuk menyuarakan keprihatinan dan menuntut kebijakan yang bertanggung jawab dan berkelanjutan,” kata Prof. Aji.

Sebagai juru bicara muda dari Timnas Anies-Muhaimin, Andi mengatakan bahwa permasalahan lingkungan yang sedang terjadi berakar dari penggunaan sumber daya alam yang tidak sesuai dengan ukurannya. Terdapat beberapa kebijakan yang perlu ditinjau kembali dan disesuaikan dengan keadaan di lapangan.

Lebih lanjut Andi menyampaikan, gagasan terkait dengan hilirisasi, pemerataan sumber daya alam, dan transisi ke energi bersih juga harus segera dijalankan. “Untuk masalah pangan, pasangan Anies-Muhaimin merumuskan kebijakan, yakni intensifikasi lahan dan kesejahteraan petani. Selain itu, desa-desa di Indonesia juga perlu mandiri dan maju. Masyarakat, termasuk masyarakat adat dan desa, perlu dijamin keadilannya dalam redistribusi lahan,” kata Andi.

Sementara itu, juru bicara TKN Prabowo-Gibran, Astrio Feligent, mengatakan bahwa Indonesia perlu bergerak tidak hanya menuju Indonesia Emas, tetapi juga Indonesia Hijau. “Saat ini, dunia sedang mengalami fenomena deglobalisasi. Saat ini, banyak negara sedang berusaha untuk kembali fokus ke domestik negaranya masing-masing,” ujar Astrio. Ia menerangkan bahwa saat ini Indonesia juga berada dalam ancaman krisis iklim dan pangan yang terjadi karena 3 hal, yaitu perubahan iklim, ahli fungsi lahan pertanian hampir 100.000 hektar per tahun, dan situasi geopolitik yang tidak menentu.

“Solusi yang ditawarkan Prabowo-Gibran untuk mengatasi krisis pangan adalah ekstensifikasi dan intensifikasi yang dapat tercapai dengan lumbung pangan. Kita perlu memperluas area panen untuk menyelesaikan masalah ini lalu menimbulkan kesinambungan dengan program eksistensi negara yang bernama TORA (Tanah Objek Reformasi Agraria) di mana tanah tersebut bisa dan akan diretribusikan ke para petani. Terkait dengan krisis iklim, carbon offset dapat menjadi satu solusi yang dapat dicapai melalui reforestasi hutan-hutan di Indonesia dan elektrifikasi, atau penggunaan energi listrik,” kata Satrio.

Berbeda dengan juru bicara TPN Ganjar-Mahfud, Indah membuka dialog dengan melihat kembali posisi Indonesia dalam indeks-indeks global. Indah menerangkan, pasangan Ganjar-Mahfud juga mengedepankan visi-misi pembangunan manusia yang didukung dengan penguasaan sains dan teknologi serta pembangunan ekonomi berdikari yang berbasis pengetahuan dan mewujudkan ekonomi hijau. “Adapun untuk mendukung visi-misi tersebut, program kerja Ganjar-Mahfud akan berfokus pada kesejahteraan petani dan nelayan, membudayakan kampung sadar iklim, dan reforma agraria yang tuntas. Supremasi hukum menjadi instrumen yang mendukung terwujudnya implementasi dari program-program ini,” ujar Indah.

Ia juga mengatakan, paradigma pembangunan ke depan tidak boleh hanya berfokus pada komponen ekonomi konservatif (konsumsi, belanja pemerintah, investasi, dan perdagangan melalui ekspor-impor), melainkan harus turut memasukan aspek sosial dan lingkungan hidup (emisi). Oleh karenanya, Ganjar-Mahfud menawarkan Visi Menuju Indonesia Unggul: Gerak Cepat Mewujudkan Indonesia Adil dan Lestari.

Sesi dialog antara ketiga juru bicara milenial dan mahasiswa ini dipandu oleh Peneliti Center For International Relations Studies (CIRes) HI FISIP UI Kirana Virajati sebagai moderator. Diskusi ini melibatkan audiens yang sebagian besar adalah mahasiswa dan akademisi muda. Dengan alur diskusi yang dinamis namun dengan suasana yang santai, diskusi ini memantik beragam isu yang selaras dengan tema yang dibawakan. Beberapa mahasiswa yang menjadi penanggap dalam diskusi ini, yaitu Kynan Tegar (S1 Antropologi FISIP UI); Chris Wibisana (S1 HI FISIP UI); Arsya Malika Atmaja (S1 Sosiologi FISIP UI); dan Safriska Desna (S2 HI FISIP UI).

Related Posts