Salemba, 28 September 2024. Universitas Indonesia (UI) pagi ini (Sabtu, 28/9) mengukuhkan Prof. Dr. dr. Andi Arus Victor, Sp.M(K) sebagai Guru Besar Tetap dalam bidang Ilmu Kesehatan Mata, Fakultas Kedokteran (FK), di Aula IMERI FKUI, Salemba, Jakarta. Pengukuhan tersebut dilakukan setelah Prof. Andi mempresentasikan penelitian yang berfokus pada ablasio retina, sebuah kondisi medis yang menyebabkan kebutaan mendadak dan permanen apabila tidak segera ditangani.
Dalam pidatonya yang bertajuk “Ablasio Retina Regmatogen: Suatu Preventable Sudden Blindness Masalah dan Penanganannya di Indonesia Saat Ini”, Prof. Andi menekankan pentingnya pencegahan sebagai langkah awal untuk menekan angka kejadian ablasio retina, yang di dunia mencapai 6,3–18,2 kasus per 100.000 penduduk per tahun.
Menurut data dari Poliklinik Vitreoretina RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo, setiap tahun tercatat sekitar 1.500 kasus ablasio retina regmatogen di Indonesia, dengan mayoritas pasien berusia produktif dan memiliki risiko kebutaan permanen. “Ablasio retina adalah salah satu kondisi medis paling berbahaya bagi penglihatan. Ketika retina terlepas dari lapisan di bawahnya, pasien bisa mengalami kebutaan mendadak,” ujar Prof. Andi.
Faktor risiko ablasio retina termasuk miopia, trauma pada mata, serta riwayat operasi katarak. Meskipun prosedur operasi seperti vitrektomi, pneumatic retinopexy, dan scleral buckle bisa mengatasi kondisi ini, Prof. Andi menekankan bahwa teknologi operatif yang diperlukan sangat mahal dan tidak merata distribusinya di Indonesia. Keterbatasan alat fotokoagulasi laser, misalnya, hanya tersedia di 25 provinsi.
Namun, ada solusi yang lebih efisien dan preventif. “Upaya laser pada area degenerasi lattice di retina perifer terbukti mampu menurunkan risiko ablasio retina hingga 80%. Ini adalah pilihan yang lebih ekonomis dan lebih mudah dilatih bagi tenaga medis dibandingkan dengan tatalaksana operatif,” tuturnya menjelaskan.
Ia menegaskan bahwa peran pemerintah dan tenaga medis sangat penting dalam memperkuat edukasi mengenai gejala awal, serta meningkatkan akses terhadap pemeriksaan mata rutin. “Investasi dalam kesehatan mata, terutama dalam penyediaan fasilitas laser preventif dan pelatihan tenaga medis, harus ditingkatkan. Dengan upaya terpadu, kita bisa mengurangi kasus ablasio retina dan meningkatkan kualitas penglihatan masyarakat Indonesia,” ujarnya.
Pengajar di FKUI ini telah mempublikasikan banyak risetnya, di antaranya adalah Choroidal Neovascularization in A Case of Chorioretinal Coloboma Treated with Intravitreal Anti-VEGF Injections: A Case Report (2023), Efficacy of Prophylactic Anti-VEGF in Preventing Radiation Retinopathy: A Systematic Review and Meta-Analysis (2023), dan Brolucizumab for Neovascular Age-Related Macular Degeneration in Real-World Setting: A Systematic Review (2023). Selain menjadi akademisi yang disegani, ia juga memiliki karier panjang sebagai praktisi medis.
Guru besar UI ini menamatkan pendidikan kedokteran di UI, dan pernah menjabat sebagai Ketua Departemen Ilmu Kesehatan Mata FKUI (2017–2021) serta Kepala Divisi Vitreoretina FKUI (2002–2010).
Acara pengukuhannya dihadiri oleh tokoh-tokoh ternama, di antaranya adalah Prof. dr. Arief S. Kartasasmita, Sp.M., M.Kes., Ph.D, Rektor Terpilih Universitas Padjajaran, dan Komjen Pol. (Purn.) Dr. (H.C.) Syafruddin Kambo, mantan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi. Kehadiran mereka menandai pentingnya kontribusi ilmu kesehatan mata bagi pengembangan layanan kesehatan di Indonesia.