id sipp@ui.ac.id dan humas-ui@ui.ac.id +62 21 786 7222

Widyabasa dan Widyapurba

Universitas Indonesia > Berita > Widyabasa dan Widyapurba

 

Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya (FIB) UI mengadakan ceramah ilmiah dengan topik “Widyabasa dan Widyapurba” dalam suatu acara purnabakti Prof.Dr. Ayatrohaedi, staf pengajar Program Studi Arkeologi, hari Rabu (29/12) di Kampus Depok.

Dalam ceramah ilmiahnya, Ayatrohaedi menekankan pentingnya seorang yang mempelajari Widyapurba (Arkeologi) menguasai pula Widyabasa ( Ilmu kebahasaan), karena keduanya sangat berkaitan erat. Hal tersebut telah dilakukannya sejak tahun 1983 ketika menjabat sebagai Ketua Jurusan Arkeologi. Dengan kerjasama antara berbagai ilmu terutama dalam wilayah budaya dan kebudayaan, akan memungkinkan Widyapurba mempunyai cakrawala pandang yang lebih luas. Dari persilangan dua disiplin ilmu ini menghasilkan suatu Lokabudaya. Dalam akhir pidato ilmiahnya dosen yang lebih akrab dengan sapaan “Mang Ayat” mengutip ungkapan dalam bahasa Sansekerta yang pernah dipelajarinya. Yad abhavi tad nabhavi, bhavi chenna na anyata (apa yang tidak terjadi, tidak akan terjadi; jika pun terjadi juga, tidak akan lain jadinya).

Ayatrohaedi yang dilahirkan di Jatiwangi (Kabupaten Majalengka) tanggal 5 Desember 1939, menjadi mahasiswa Fakultas Sastra tahun 1959 mengambil Jurusan Ilmu Purbakala dan Sejarah Kuna Indonesia (sekarang Arkeologi). Setelah lulus tahun 1964 bekerja di Lembaga Purbakala dan Peninggalan Nasional di Mojokerto. Pernah menjadi pengajar di Fakultas Sastra Universitas Pajajaran Bandung selama lima tahun, kemudian tahun 1972 kembali lagi ke Fakultas Sastra UI. Pada tahun 1978 meraih gelar doktor dari UI dengan mengajukan disertasi berjudul “Bahasa Sunda di Daerah Cirebon: Sebuah Kajian Lokabasa”. Menurut promotornya Prof.Dr. Amran Halim, disertasi ini merupakan disertasi pertama mengenai dialektologi di Asia Tenggara. Pernah menjabat sebagai Ketua Jurusan Arkeologi (1983-1987), Pembantu Dekan Bidang Akademik (1999-2000), Pembantu Rektor Institut Kesenian Jakarta (IKJ) selama lima tahun (1989-1994).

Ayatrohaedi juga banyak terlibat dalam kegiatan di bidang kebahasaan, kesusastraan, kesejarahan, kebudayaan dan kepurbakalaan.Mulai menulis karya sastra (puisi, prosa) dalam bahasa Sunda tahun 1955 dan dalam bahasa Indonesia 1956. Hingga saat ini karyanya yang telah terbit antara lain Hujan Munggaran (1960), Kabogoh Tere (1967), Pamapag (1972). Dalam bahasa Indonesia antara lain Panji Segala Raja (1974), Pabila dan Di Mana (1976), Senandung Ombak (terjemahan, 1976), Kacamata Sang Singa (terjemahan, 1977). Karya non-fiksi antara lain Bahasa Sunda di Daerah Cirebon: Sebuah Kajian Lokabasa (disertasi 1978, diterbitkan 1985), Dialektologi: Sebuah Pengantar (1979, 1981), Tatabahasa Sunda (terjemahan karya D.K.Ardiwinata, 1985), Tatabahasa dan Ungkapan Bahasa Sunda (terjemahan karya J.Kats dan R. Suriadiraja, 1986).

Related Posts

Leave a Reply