id sipp@ui.ac.id dan humas-ui@ui.ac.id +62 21 786 7222

Kolaborasi UI-Kemenkes Hadirkan Pelatihan Regulasi Alat Kesehatan ASEAN-Jepang

Universitas Indonesia (UI) melalui Fakultas Farmasi (FF) bekerja sama dengan Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (Kemenkes RI) dan Pharmaceuticals and Medical Devices Agency (PMDA) Jepang mengadakan kegiatan “ASEAN-Japan Medical Devices Regulatory Training 2025”, pada 14–16 Mei 2025, di The Westin Jakarta. Kegiatan yang dihadiri oleh Wakil Menteri Kesehatan (Wamenkes) Republik Indonesia, Prof. dr. Dante Saksono Harbuwono, Sp.PD-KEMD., Ph.D, ini bertujuan untuk memperkuat kapasitas regulator alat kesehatan di kawasan ASEAN.

Dengan didukung Japan-ASEAN Integration Fund (JAIF) dan Japan International Cooperation Agency (JICA), kegiatan ini mencakup simposium yang dihadiri oleh sekitar 400 peserta luring dan 200 peserta daring, serta seminar selama dua hari yang diikuti oleh 40 regulator alat kesehatan dari negara-negara ASEAN. Forum ini menjadi ajang strategis bagi pertukaran pengetahuan antara regulator, akademisi, pelaku industri, dan asosiasi alat kesehatan dari tingkat regional hingga internasional.

Prof. dr. Dante Saksono Harbuwono, Sp.PD-KEMD., Ph.D

Wamenkes, Prof. Dante, menegaskan pentingnya kolaborasi ASEAN dan Jepang dalam memperkuat sistem regulasi alat kesehatan. Menurutnya, pelatihan ini sangat penting karena Indonesia dapat memperkuat regulasi alat kesehatan di dalam negeri sekaligus memahami regulasi negara-negara ASEAN lainnya, sehingga membuka peluang produk alat kesehatan lokal untuk bersaing di pasar global.

“Kami membangun sistem regulasi yang harmonis, efisien, dan responsif terhadap inovasi. Ini penting untuk memastikan keselamatan pasien dan efisiensi proses perizinan,” kata Prof. Dante.

Ia juga menyinggung pengalaman Indonesia saat menghadapi pandemi COVID-19, di mana terjadi keterbatasan akses terhadap alat kesehatan, termasuk alat pelindung diri dan masker. Ia menekankan pentingnya penguatan industri dalam negeri untuk memastikan kemandirian nasional di masa depan. “Tahap demi tahap TKDN-nya mulai ditingkatkan kandungan dalam negerinya, sehingga nanti kita bisa memproduksi sendiri, dan mungkin bisa ekspor ke beberapa negara,” ujarnya.

Pada kegiatan simposium, berbagai isu dibahas dari perspektif global dan regional, termasuk pembaruan dari International Medical Device Regulators Forum (IMDRF), prakualifikasi WHO untuk alat diagnostik in vitro (IVD), serta pemanfaatan SaMD oleh industri Jepang, seperti computer-aided detection (CADe) dan computer-aided diagnosis (CADx). ASEAN Medical Device Committee (AMDC) turut memaparkan perkembangan terbaru dan arah kebijakan harmonisasi regulasi di tingkat regional.

Selain itu, seminar juga diadakan untuk memberikan pelatihan teknis bagi para regulator ASEAN. Kegiatan dimulai dengan diskusi mengenai tantangan dan pembaruan kebijakan nasional, serta pengenalan kembali inisiatif ASEAN Diagnostic Security and Self-Reliance (ADxSSR) yang diusulkan Indonesia. PMDA memimpin sesi teknis seputar Medical Device Single Audit Program (MDSAP), evaluasi alat kesehatan berisiko tinggi, dan pelatihan tentang standar internasional.

Wakil Rektor Bidang Riset dan Inovasi UI, Prof. Dr. Hamdi Muluk, M.Si.

Wakil Rektor Bidang Riset dan Inovasi UI, Prof. Dr. Hamdi Muluk, M.Si., menyebut pelatihan ini tidak hanya memperkuat kapasitas regulator, tetapi juga memperluas ruang kolaborasi lintas negara dalam menciptakan sistem regulasi yang tangguh dan adaptif. “Inilah bentuk nyata kontribusi akademisi dalam membangun ekosistem kesehatan yang lebih tangguh di kawasan ASEAN,” kata Prof. Hamdi.

Tahun ini adalah kali ketiga FFUI dipercaya sebagai pelaksana utama (implementing agency) pelatihan yang menunjukkan konsistensi peran UI dalam mendukung pengembangan kebijakan kesehatan berbasis ilmu pengetahuan dan teknologi. Menurut Dekan FFUI, Prof. Dr. apt. Arry Yanuar, M.Si., kepercayaan ini merupakan bentuk pengakuan terhadap kontribusi UI dalam mendorong regulasi dan inovasi di sektor kesehatan.

“Peran kami sebagai implementing agency selama tiga tahun mencerminkan komitmen Fakultas Farmasi UI dalam menjembatani akademisi, regulator, dan industri. Kami percaya bahwa sinergi ini adalah kunci dalam menciptakan sistem regulasi yang tangguh, adaptif, dan mendukung akses masyarakat terhadap alat kesehatan berkualitas,” ujar Prof. Arry.

Kolaborasi ASEAN dan Jepang menegaskan komitmen bersama dalam membangun sistem regulasi alat kesehatan yang harmonis, inovatif, dan berorientasi pada keselamatan pasien, serta memperkuat daya saing industri kawasan. Untuk itu, pada kegiatan ini, sebanyak 22 industri nasional memamerkan inovasi alat kesehatan guna mempromosikan produk lokal yang memiliki kapasitas ekspor, sekaligus membuka peluang jejaring antarnegara ASEAN dan Jepang. Kegiatan ini mencerminkan komitmen kolektif para pemangku kepentingan dalam mempercepat akses terhadap alat kesehatan yang inovatif, efektif, dan aman.

Penulis: Tim Direktorat Humas, Media, Pemerintah, dan Internasional UI

Related Posts