id sipp@ui.ac.id dan humas-ui@ui.ac.id +62 21 786 7222

Lewat Aplikasi Kapiler Indonesia, Rizki Bantu Panti Asuhan agar “Go Digital”

Universitas Indonesia > Berita > Lewat Aplikasi Kapiler Indonesia, Rizki Bantu Panti Asuhan agar “Go Digital”

kapiler-indonesia

Dimulai dari mimpinya untuk memiliki panti asuhan sendiri, kini Rizki Dwi Saputro bersama timnya tengah mengembangkan sebuah startup sosial berbasis aplikasi yang bergerak menghubungkan panti asuhan dengan para agen perubahan, untuk pemberdayaan dan peningkatan kesejahteraan panti asuhan di Indonesia.

“Dengan membentuk Kapiler Indonesia, mimpi itu bisa terwujud. Bahkan lebih. Saya nggak hanya punya satu panti asuhan, tapi banyak. Saya juga bisa ajak orang lain yang punya mimpi sama atau mau membantu bareng-bareng,” tutur alumni Fakultas Teknik UI angkatan 2010 yang kini menjabat sebagai CEO Kapiler Indonesia.

Dirilis pada bulan April 2016 lalu, Kapiler Indonesia hadir dalam bentuk aplikasi berbasis Android yang bertujuan menghimpun data-data berupa lokasi, kondisi, dan kebutuhan panti asuhan.

Data-data ini didapatkan dari pengurus panti setelah tim Kapiler melakukan survei, ditambah data dinas sosial, serta kontribusi dari masyarakat umum sebagai pengguna aplikasi.

“Lagi berfokus selain gimana caranya memetakan, tapi mengaktivasi mereka (panti asuhan – red). Agar orang tahu kondisi dan kebutuhan mereka saat ini. Yang paling tahu kan mereka, harus mereka yang menceritakan. Kalau user umum bisa menambah lokasi dan mencari panti kalau mau ada acara,” katanya.

Ditemui oleh UI Update, pria yang pernah menjabat sebagai Kepala Departemen Sosial Masyarakat Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) UI tahun 2014 itu mengatakan bahwa, idenya mengenai Kapiler Indonesia muncul sejak dirinya masih menduduki bangku kuliah. Saat itu, Rizki selalu diminta memberikan rekomendasi panti asuhan di sekitar UI untuk kegiatan bakti sosial.

“Setiap tahun ada sekitar sepuluh sampai empat belas pihak yang bertanya. Sedangkan saya hanya tau dua panti. Kan sayang tuh, akhirnya itu-itu lagi. Terus saya lihat ada orang yang mau bantu panti asuhan dan ada panti asuhan yang sebenarnya butuh bantuan. Tapi nggak ada orang yang mempertemukan kedua belah pihak ini. Pun kalau googling juga nggak update,” jelasnya.

kapiler-indonesia2

Melalui semangat itu, Rizki dan tim Kapiler membagi program kerja utamanya menjadi dua, yaitu community development dan community service.

Program community development dituangkan dalam program belajar mengajar di panti asuhan bernama “Teras Belajar”. Sementara program community service rencananya akan berbentuk kunjungan dan acara di panti-panti.

Lebih lanjut Rizki menjelaskan, bahwa Kapiler juga telah bekerjasama dengan sejumlah lembaga. Di antaranya adalah pengadaan acara santunan anak yatim dengan Real Estate Indonesia, serta program donasi beras ke panti yang berkolaborasi dengan Dompet Dhuafa.

“Dompet Dhuafa punya petani binaan. Petani ini berharap berasnya bisa dihargai lebih baik daripada dijual ke tengkulak. Biaya operasional panti kan kebanyakan di konsumsi anak-anak, utamanya adalah beras. Kita menghubungkan antara orang-orang yang mau membantu petani dengan membeli beras, dan penyaluran sumbangan pangan ke panti,” tuturnya.

Untuk mendanai program-program tersebut, Rizki menjelaskan bahwa awalnya dana didapat dari iuran tim Kapiler sendiri, hadiah dari keikutsertaan Kapiler dalam kompetisi, hingga hasil crowdfunding melalui Kitabisa.com.

“Waktu itu kita ngumpulin Rp 100 ribu per orang. Terus ikut PKM (Program Kreativitas Mahasiswa – red)  dan juara dua. Kita dapat dana Rp 1,2 juta untuk pengembangan website. Terus kita crowdfunding ke kitabisa.com, dan terkumpulRp 30 juta. Dipakai untuk pengembangan aplikasi. Kemarin kita menang lomba Community Leaders. Dapat juara dua,” tutur Rizki.

Masih ada Masalah di Panti Asuhan

Saat melakukan survei ke panti asuhan di wilayah Depok dan Jakarta, Rizki dan tim Kapiler yang terdiri dari mahasiswa UI dari berbagai fakultas, menemukan sejumlah masalah yang dihadapi panti asuhan terkait fasilitas dan biaya operasional.

“Walaupun fasilitas mereka sudah bagus, sebenarnya mereka masih membutuhkan biaya-biaya operasional yang sampai dengan Rp 30 juta. Mereka membina anak, minimal sepuluh dan umumnya 20-30 anak. Ada yang seperti pesantren sampai 90 anak. Dengan dua puluh anak aja bisa Rp 20-30 juta. Itu baru buat konsumsi,” jelas Rizki.

Untuk dana bantuan dari pemerintah, Rizki menjelaskan bahwa penyaluran dana ke panti asuhan masih lambat dan tidak cukup jumlahnya. Selain itu, ketersediaan data dari Dinas Sosial mengenai panti asuhan juga masih minim.

“Di Depok ada Dinas sosial dan Ketenagakerjaan yang sayangnya kalau kita tanya soal panti asuhan mana yang membutuhkan dan kebutuhannya apa saja, mereka sulit tuh memberikan informasi. Sampai dengan saat ini mereka baru bisa mendata saja secara administratif. Jadi belum bisa melakukan pengukuran tingkat kesejahteraan,” kata Rizki.

Namun di balik masalah yang masih kerap di hadapi panti asuhan ini, terdapat pengurus-pengurus panti yang menurut Rizki menjadi ujung tombak dari keberlangsungan hidup panti asuhan di Indonesia.

“Ada orang-orang yang luar biasa yaitu pengurus-pengurus panti yang secara ikhlas membantu. Mereka harus mendapatkan uang untuk membina anak-anak,” tuturnya.

Atas dasar ini, bagaimana melakukan pemberdayaan kepada pengurus-pengurus panti agar dapat melek teknologi menjadi tantangan tersendiri bagi tim Kapiler. Sebab, terdapat gap generasi dalam penggunaan teknologi aplikasi.

“Ada gap generasi karena pengurus panti kan biasanya generasi berumur. Mereka tau sih, punya Facebook tapi nggak ahli update profile. Juga untuk aplikasi ini, mereka bingung. Mereka butuh pendampingan. Kita buat pertemuan, ada forum, sosialisasi, edukasi. Sekarang sudah 70 panti yang teraktivasi. Kita sudah berhasil mendata,” jelas Rizki.

Menginspirasi Pemuda untuk Bergerak

“Saya pribadi sangat optimis dengan pemuda generasi sekarang. Dengan semua fasilitas yang ada, apalagi era teknologi informasi sangat mendukung inovasi kita. Pemuda menjadi orang yang semangat, punya kreativitas. Walaupun mereka minim pengalaman tapi bisa berbuat sesuatu,” tutur Rizki saat ditanya pendapatnya mengenai kontribusi pemuda masa kini dalam menyelesaikan masalah-masalah sosial di masyarakat.

Rizki menganggap positif munculnya komunitas sosial dan startup yang bergerak di bidang sosial, yang kini digerakkan oleh para pemuda sebagai inisiator kebaikan.

“Indonesia sebenarnya punya nilai lebih di SDM. Itu benar menurut saya pribadi. Karena pemudanya punya keresahan yang tinggi, tapi seringkali belum punya teladan, atau perlu diinisasi untuk membuat gerakan tertentu. Jadi semangat pemuda harus terus digalakkan,” katanya.

Ditanya mengenai alasannya untuk langsung meneruskan Kapiler setelah mendapat gelar sarjana, Rizki mengatakan bahwa dirinya ingin memiliki kegiatan sosial seperti yang dilakukan di masa kuliah. Selama mengerjakan Kapiler pun, Rizki mengaku menikmati prosesnya.

“Proses yang paling saya suka adalah proses belajar, karena startup tuh berkembang, jalan atau mati. Kedua adalah punya alasan untuk bermain ke panti asuhan. Waktu saya lebih produktif dan jadi punya semangat hidup. Ketiga adalah bertemu banyak orang, belajar banyak dari mereka, dan memiliki kenalan baru itu menyenangkan.”

Terakhir, Rizki menekankan mengenai semangat pemuda untuk menyelesaikan masalah sosial, dengan bergerak melalui kebaikan-kebaikan kecil.

“Kebaikan-kebaikan besar itu bermula dari kebaikan kecil. Apapun cita-citanya,hadirkan nilai-nilai sosial dan kebaikan-kebaikan. Nanti akan ketemu sendiri kok kegiatan sosialnya yang cocok,” tutupnya.

 

Oleh: Melati Suma Paramita

Related Posts

Leave a Reply