Terbit tahun ini, buku otobiografi Mochtar Riady yang berjudul “Manusia Ide”, mengisahkan mengenai perjalanan hidupnya selama 87 tahun. Dalam lembaran-lembarannya, pendiri Lippo Group ini menuturkan kiat suksesnya dalam merintis bisnis dari nol yang bermodalkan ide.
Dalam 336 halaman buku tersebut, pria yang baru saja dinobatkan sebagai salah satu orang terkaya di Indonesia versi majalah Forbes itu,menuliskan bahwa dirinya melewati masa-masa sulit hingga bisa mencapai sukses.
Kisah inspiratif buku ini pun menjadi bahasan dalam acara bedah buku otobiografi Mochtar Riady di Auditorium Gedung IV Fakultas Ilmu Budaya Universitas Indonesia (FIB UI), Depok, pada Selasa (13/12/2016). Acara ini merupakan bagian dari rangkaian acara Dies Natalis ke-76 FIB UI.
Turut hadir hari itu untuk membedah isi buku ini, Prof. Dr. Riris Sarumpaet, M.Sc.,Ph.D selaku Guru Besar FIB UI, beserta Margareta Astaman yang merupakan seorang penulis muda.
Prof. Riris memuji falsafah-falsafah hidup yang ia temukan dalam buku Mochtar Riady. Terutama mengenai kecintaan sosok Mochtar pada tanah air Indonesia.
“Pesan nenek Pak Mochtar yaitu pergilah untuk kembali lagi. Pergilah, berjuanglah untuk tanah airmu. Buku ini mengembalikan kita, bahwa kita harus selalu dikembalikan ke tanah air kita. Selalu dikatakan pada buku ini, kacang tak pernah lupa pada kulitnya,”tutur Prof. Riris.
Dr. (H.C) Mochtar Riady yang hadir menanggapi komentar mengenai bukunya, mengatakan bahwa seringkali orang terpelajar terpusat pada ilmunya belaka. Kemudian mereka lupa bahwa ilmu itu untuk peradaban manusia.
“Kita dilahirkan dari tanah itu, hidup di tanah itu. Kita harus membalas budi pada tanah air yang menghidupkan dan membesarkan kita. Kata-kata yang paling indah dari Indonesia adalah tanah airku. Saya kira, tidak ada kata yang lebih hebat,”jelasnya.
Jatuh- bangun hidup seorang Mochtar Riady juga dilihat Margareta sebagai hal yang dapat menginspirasi pembaca. Terutama, generasi muda yang seusianya. Ia menuturkan bahwa dalam buku itu, rasa bersyukur selalu menjadi hal yang menonjol dalam diri Mochtar Riady.
“Satu hal yang saya lihat adalah tentang bersyukur. Generasi sekarang kan cenderung berputus asa, frustasi, kemudian cari perhatian lain. Jika buku ini dibaca generasi muda sekarang, bisa jadi guru tanpa menggurui. Belajar cara merespon suatu situasi, tetap bersyukur terhadap keadaan, dan bersyukur terhadap suatu situasi,” ujar perempuan yang kerap disapa Margie itu.
Terakhir, Margie turut melihat pelajaran-pelajaran yang didapatkan Mochtar dari orang lain di kehidupannya. Terutama sosok ayah, ibu, nenek, dan istri. Nilai-nilai pelajaran hidup yang tertulis dalam buku pun menjadi hal yang membuat Margie berharap agar generasi muda dapat membaca buku ini.
“Ada values-values yang sederhana. Buku ini jangan dibaca sama generasi di atas aja, tapi generasi saya juga. Tapi kalau buat generasi muda, cover-nya bisa diubah jadi lebih berwarna agar younger generation friendly. Kalau dari sisi bahasa sih udah enak sekali dan mudah,” tutup Margie.
Penulis : Melati S. Paramita