Pemberian Air Susu Ibu (ASI) eksklusif, yaitu memberikan hanya ASI pada bayi hingga berusia enam (6) bulan merupakan strategi global untuk meningkatkan status kesehatan ibu dan bayi.
Pemberian ASI menentukan pertumbuhan optimal bayi yang dapat mencegah terjadinya stunting (pendek) dan kegemukan pada balita. Selain itu, pemberian ASI berperan dalam perkembangan yang dapat meningkatkan kecerdasan intelektual (Intelligence Quotient), serta kecerdasan emosional (Emotional Quotient) bayi yang berperan dalam pembentukan perilaku sosial pada kehidupan berikutnya.
Bagi Ibu, menyusui dapat merangsang produksi hormon oksitosin yang bermanfaat dalam mengurangi depresi postpartum, mempercepat penyembuhan luka pada rahim, metode kontresepsi alami (Metode Amenore Laktasi) dan mengurangi risiko terjadinya kanker rahim dan kanker payudara.
Meskipun bukti ilmiah manfaat pemberian ASI terus meningkat, namun secara global cakupan pemberian ASI eksklusif di dunia hanya sekitar 50%. Di Indonesia, data Profil Kesehatan tahun 2015 menunjukkan cakupan pemberian ASI eksklusif menurut provinsi sebesar 55,7%, dimana belum mencapai 80% target nasional.
Hal tersebut disampaikan Tria Astika Endah Permatasari dalam sidang promosi doktornya pada Jumat (14/07/2017) di FKM UI. Hadir sebagai Promotor Prof. Dr. dra. Ratu Ayu Dewi Sartika, Apt., M.Sc. Promovendus mengemukakan disertasi dengan judul “Model Prediksi Atrisi Pemberian ASI Eksklusif Menggunakan Breastfeeding Attrition Prediction Tool yang Dimodifikasi”.
Tria melanjutkan, rendahnya cakupan pemberian ASI eksklusif ini disebabkan oleh tingginya atrisi pemberian ASI eksklusif yaitu berhentinya ibu memberikan ASI eksklusif pada bayinya sebelum atau saat bayi berusia delapan (8) minggu yang mencapai sekitar 50% di hampir seluruh negara di dunia termasuk di Indonesia.
Padahal kebijakan pemberian ASI eksklusif di Indonesia ditetapkan sejak tahun 2004 melalui Kepmenkes RI No. 450/Menkes/SK/IV/2004 dan diperkuat melalui Peraturan Pemerintah Nomor 33 Tahun 2012 tentang ASI eksklusif dan ditetapkan sebagai intervensi spesifik dalam Seribu Hari Pertama Kehidupan (1000 HPK) pada Gerakan Percepatan Perbaikan Gizi Nasional.
Namun, salah satu kendala yang dihadapi adalah belum adanya model prediksi yang secara komprehensif menilai faktor-faktor penyebab terjadinya atrisi pemberian ASI eksklusif serta belum adanya alat ukur baku yang valid dan reliabel dalam memprediksi terjadinya atrisi pemberian ASI eksklusif, seperti Breastfeeding Attrition Prediction Tool (BAPT) yang pertama kali dikembangkan oleh Jill R. Janke tahun 1991 di Amerika dan telah diadaptasi di berbagai negara lainnya.
Disertasi yang dipertahankan pada tanggal 14 Juli 2017 ini memiliki tujuan untuk memeroleh model prediksi atrisi pemberian ASI eksklusif menggunakan Breastfeeding Attrition Prediction Tool yang dimodifikasi. Penelitian ini didasari pada rendahnya cakupan ASI eksklusif di Indonesia yang berdampak terhadap status kesehatan bayi pada periode kehidupan berikutnya.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat 47,4% ibu yang mengalami atrisi pemberian ASI eksklusif pada populasi penelitian, dengan proporsi tertinggi atrisi terjadi saat dua (2) hari (10,9%) dan delapan (8) minggu postpartum (16,1%). Selain itu, diperoleh Breastfeeding Attrition Prediction Tool sebagai alat ukur yang valid dan reliabel dalam memprediksi atrisi pemberian ASI eksklusif.
Model prediksi atrisi pemberian ASI eksklusif juga dinyatakan ‘fit’ dimana intensi ibu dalam memberikan ASI eksklusif sejak trimester ketiga kehamilan merupakan faktor terkuat yang memengaruhi ibu dalam memberikan ASI eksklusif.
Harapan kedepannya bagi masyarakat umum, model prediksi atrisi pemberian ASI eksklusif dan alat ukur BAPT yang dihasilkan dari penelitian ini dapat bermanfaat dan digunakan dalam meningkatkan cakupan pemberian ASI eksklusif di Indonesia, yaitu dengan memprediksi terjadinya atrisi pemberian ASI eksklusif sejak periode trimester ketiga kehamilan menggunakan alat ukur yang valid dan reliabel seperti BAPT yang dimodifikasi sehingga upaya promotif dan preventif terjadinya atrisi dalam pemberian ASI eksklusif lebih awal dilakukan.
Penelitian yang dilakukan oleh promovendus ini membuahkan hasil memuaskan. Promovendus Tria Astika berhasil memperoleh gelar Doktor Ilmu Kesehatan Masyarakat dengan yudisium cum laude. Tria menjadi lulusan S3 IKM tahun 2017 ke 10, lulusan S3 IKM ke 183 dan lulusan S3 FKMUI ke 237.
Sumber : fkm.ui.ac.id
Ilustrasi : Shutterstock.com