id sipp@ui.ac.id dan humas-ui@ui.ac.id +62 21 786 7222

Memahami Gagasan “Ekonomi Kerakyatan” Bung Hatta

fadli zon

Mohammad Hatta adalah seorang negarawan yang melahirkan pemikiran-pemikiran intelektual di awal-awal kemerdekaan. Salah satunya adalah gagasan tentang ekonomi kerakyatan.

Hal tersebut menjadi pembahasan Fadli Zon dalam disertasinya yang berjudul “Pemikiran Ekonomi Kerakyatan Mohammad Hatta (1926-1959)”. Ia memaparkannya dalam sidang promosi doktor yang berlangsung pada Senin (20/6/2016) di Auditorium Pusat Studi Jepang, UI Depok.

Konsep ekonomi kerakyatan adalah sebuah konsep politik-perekonomian yang memusatkan pembangunannya pada rakyat. Konsep ini menempatkan koperasi sebagai medium pencapaian hasil, tanpa mengesampingkan peranan pasar dan negara.

Dalam disertasi ini Fadli Zon mengkaji tiga hal, yaitu proses pembentukan gagasan ekonomi kerakyatan, hal-hal yang mempengaruhi pemikiran ini, dan hambatan pengimplementasian gagasan ini dalam program pembangunan ekonomi nasional kita.

Menurut Fadli, konsep ekonomi kerakyatan sangat dipengaruhi oleh tiga jenis tradisi, yaitu tradisi Minangkabau yang merupakan asal tempat Hatta, tradisi Islam, dan tradisi Eropa.

Dinamika politik internasional pada awal abad ke-20 seperti kebijakan politik etis Belanda, kekalahan Rusia atas Jepang, Revolusi Komunis, dan Depresi Besar Eropa juga turut mempengaruhi proses pemikiran Hatta dalam melahirkan gagasan ini.

Semua peristiwa-peristiwa besar dunia ini akhirnya mendorong Hatta melahirkan sebuah pemikiran bahwa bukan “isme-isme” bangsa Eropa yang akan menolong Indonesia, tapi pemikiran atau “isme” yang digali dari kehidupan dan kebudayaan Indonesia sendirilah yang akan melakukannya.

Konsep ekonomi kerakyatan adalah sebuah ideologi “jalan tengah” yang digagas Hatta dalam menanggapi kegagalan komunisme dan liberalisme yang berkembang saat itu. Konsep ini diejawantahkan dalam Pasal 33 UUD 1945 dan penempatan koperasi dalam perekonomian Indonesia.

Kegagalan konsep ekonomi kerakyatan ini justru lahir dari perubahan regulasi yang memudarkan semangat egaliter koperasi.

Regulasi yang akhirnya menempatkan koperasi hanya sekedar sebagai badan usaha membuatnya menjadi tidak bisa berkembang seperti koperasi negara lainnya, seperti Saemaul Undong di Korea Selatan, ataupun Federal Land Development Authority (FELDA) di Malaysia.

Selain itu, konstelasi politik pada saat Hatta hidup juga tidak memungkinkan penerapan gagasan Hatta dijalankan dengan baik. Seperti telah tercatat sejarah, Hatta lebih dikenal sebagai seorang negarawan intelektual, tanpa peranan yang cukup berpengaruh dalam partai politik manapun pada saat itu.

Dalam sidang promosi doktor ini Fadli Zon lulus dengan yudisium A, sangat memuaskan dan mendapat predikat doktor ke-3 dalam program doktor ilmu sejarah tahun ini, serta doktor ke-13 di Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya UI.

Penulis : Wanda Ayu

Related Posts