Fakultas Teknik UI (FT UI) menambah satu perempuan dalam jajaran guru besar FT UI perempuan yang sebelumnya berjumlah lima orang dengan mengukuhkan Prof. Paramita Atmodiwirjo, S.T., M.Arch., M.A., Ph.D sebagai guru besar pada Rabu (2/8./2017).
Melalui upacara pengukuhan yang berlangsung di Art & Culture Center UI pada Rabu (2/8),. menyampaikan pidato pengukuhannya berjudul “Interioritas dalam Arsitektur untuk Mendukung Peningkatan Kualitas Hidup”.
Arsitektur sudah terlalu lama mengandalkan subjektivitas pembuatnya. Padahal, menurut hakikat dasar arsitektur sebagai ruang yang dialami oleh manusia, karya arsitektur akan lebih bermakna saat mampu memberikan manfaat positif bagi kehidupan penggunanya.
Prof. Paramita memperkenalkan pentingnya menggunakan ilmu arsitektur dengan pendekatan interioritas.
Interioritas dipahami sebagai relasi antara ruang dan tubuh manusia penggunanya. Mengedepankan interioritas berarti melihat reaksi timbal balik yang diberikan pengguna ruang untuk menciptakan kualitas dan manfaat ruang yang lebih tinggi.
Dalam hal ini, Prof. Paramita menekankan cara pandang inside-out, tidak hanya mementingkan tampilan luar dari ruang.
Pemahaman interioritas menuntut pemahaman akan bagaimana bagian atau sudut terkecil ruang dapat memengaruhi kualitas hidup manusia.
Contohnya, reaksi spontan tubuh manusia berupa bersin menunjukkan indikator kualitas ruang yang dialami oleh tubuh.
Kemudian peran arsitektur sebagai medium edukasi di ruang perpustakaan, misalnya, yang perlu menciptakan ruang yang mendukung kegiatan pembelajaran.
Elemen estetika karya arsitektur juga tidak bisa lagi dilihat berdasarkan keindahan semata. Penentuan warna dalam ruang perlu didasarkan pada bukti saintifik, seperti pencahayaan.
Untuk mewujudkan arsitektur berbasis interioritas di Indonesia, Prof. Paramita menggarisbawahi perlunya kajian mendalam dalam perancangan arsitektur yang lebih inklusif.
Secara khusus, menerapkan gagasan interioritas dalam arsitektur menuntut perubahan dalam cara belajar arsitektur di perguruan tinggi.
Mahasiswa arsitektur di masa awal perguruan tinggi perlu berinteraksi langsung dengan lingkungan sekitar untuk mengasah kepekaan dan kecermatan.
Dengan membangun empati, mahasiswa membangun kesadaran tentang tanggung jawab lebih tinggi untuk menyalurkan praktik arsitektur yang meningkatkan kualitas hidup penggunanya.
Penulis: Ayu Larasati