Fakultas Ilmu Administrasi (FIA) UI, Tax Centre UI dan Observation and Research of Taxation (Ortax) mengadakan diskusi panel “Tax Amnesty, What’s Next?” yang diadakan pada Rabu (3/8/2016) di Auditorium Pusat Studi Jepang, Kampus UI Depok.
Diskusi panel ini membahas mengenai pro kontra kebijakan Tax Amnesty dan pokok-pokok Undang-undang Pengampunan Pajak yang telah aktif per 1 Agustus 2016 ini.
Para ahli dan pemerhati pajak dari turut hadir dalam diskusi tersebut. Mereka adalah Prof. Haula Rosdiana (Guru Besar FISIP UI), H. Mukhamad Misbakhun (Anggota Komisi II DPR RI), Sugeng Teguh Santoso (Sekretaris Jenderal Perhimpunan Advokat Indonesia), Drs. Iman Santoso (Tax Partner Ernst & Young), Yustinus Prastowo (Direktur Eksekutif Center for Indonesia Taxation Analysis).
Tax amnesty merupakan sebuah kebijakan pengampunan pajak, yaitu adanya penghapusan pajak bagi Wajib Pajak (WP) yang menyimpan dananya di luar negeri, dan tidak memenuhi kewajibannya dalam membayar pajak di dalam negeri. Dalam kebijakan ini, WP mendapat pengampunan pajak dengan hanya membayarkan denda pajak.
Dengan diberlakukannya tax amnesty, diharapkan para pengusaha yang menyimpan dananya di luar negeri akan memindahkan dananya ke Indonesia dan menjadi WP baru yang patuh. Hal tersebut diharapkan dapat meningkatkan pendapatan pajak negara.
Kebijakan tax amnesty ini dibahas dalam dua sesi diskusi panel yang bertema “Kebijkan Tax Amnesty, Transparansi dan Akuntanbillitas” dan “Pokok-Pokok UU Pengampunan Pajak.”
Salah satu pembicara, Sugeng Teguh adalah salah satu tokoh yang melakukan permohonan Judicial Review atas Tax Amnesty ke Mahkamah Konstitusi. Menurutnya UU Pengampunan Pajak tidak menghargai asas keadilan dan kepastian.
“Pemerintah belum mempersiapkan mekanisme apa kedepannya yang bisa memastikan bahwa kebijakan tax amnesty ini memang akan memberikan keuntungan bagi negara,” tambahnya.
Menanggapi hal ini, Misbakhun menyatakan bahwa semua kebijakan atau peraturan dibuat untuk kebaikan bersama dan sesuatu yang besar, bukan hanya segelintir orang.
“Iya, dalam suatu kebijakan prinsip keadilan juga harus diperhatikan, tapi di atas itu semua kita harus memperhatikan kepentingan yang lebih besar, manfaat yang lebih besar untuk semua orang,” ujarnya.
Sementara menurut Prof. Haula, komunikasi politik menjadi peran penting dalam menunjang keberhasilan kebijakan tax amnesty di suatu negara, karena kebijakan ini melibatkan semua unsur negara, mulai dari masyarakat, pemerintah, sampai organisasi masyarakat.