Isu konsolidasi dan penggabungan Badan Usaha Millik Negara (BUMN) di Indonesia telah ada sejak era reformasi bergulir di Indonesia. Namun, sampai saat ini wacana tersebut belum bisa terwujud.
Hal ini menjadi pembahasan utama dari acara “Value Creation Holding BUMN 2017” yang diadakan oleh Lembaga Management UI di Ruang Makara 1 dan 2 Hotel Double Hilton, Cikini, Jakarta pada Kamis (24/11/2016).
Managing Director LMUI, Toto Pranoto mengatakan bahwa penggabungan dan konsolidasi BUMN ini di negara-negara tetangga telah dilakukan, dan terbukti telah membawa efek positif bagi keuangan negara.
Kedua negara tersebut telah lama menggabungkan perusahaan-perusahaan negara ke dalam satu perusahaan super holding dengan nama Khazanah Nasional Berhad (Malaysia) dan Temasek Group (Singapura).
Temasek saat ini memiliki portofolio bisnis yang tersebar di lima benua, termasuk di Amerika dan Eropa dengan nilai keseluruhan portofolio per akhir 2013 mencapai US$ 178 Miliar dengan nilai profit US$ 8 Miliar.
Khazanah juga tidak kalah besar, dengan nilai kekayaan seluruh portfolio (RAV) mencapai US$ 41.6 Miliar pada akhir 2013 atau tumbuh rata-rata setiap tahun sebesar 10.7 persen.
Sementara performa kinerja BUMN kita terus menurun, terlihat dari penurunan indikator kontribusi BUMN-BUMN kita terhadap Produk Domestik Bruto negara yang terus menurun dari tahun ke tahun.
Berdasarkan studi Lembaga Management UI (LMUI) 2015, kinerja Super Holding Company (SHC) Temasek dan Khazanah (di luar Petronas) lebih superior dibandingkan 20 perusahaan BUMN Indonesia yang sudah go public (Tbk).
“Data-data ini menunjukkan bahwa konsep super holding company sudah harus dilakukan oleh BUMN-BUMN kita yang selama ini hanya berada di bawah pengaturan Kementerian BUMN,” ujarnya.
Ia menyarankan untuk dapat mengembangkan konsep SHC ini, maka pada tahap awal yang perlu dilakukan adalah cukup berfokus pada pengelolaan 25 BUMN besar yang diprediksi bisa bersaing global.
Menurut Deputi Bidang Restrukturisasi dan Pengembangan Usaha Kementerian BUMN Aloysius Kiik Ro, menjalankan konsep SHC ini tidak akan mudah.
“Holding itu bukan berarti menyusun dan mengumpulkan perusahaan saja, tapi mengontrol value creation. Terlebih jika ada salah pengertian bahwa perusahaan induk akan mengontrol perusahaan lainnya,” ujarnya menambahkan.
Bila konsep SHC ini dapat dilakukan, diharapkan kinerja perusahaan BUMN akan semakin baik, lalu penerimaan fiskal negara juga akan meningkat, dan pada akhirnya pembangunan ekonomi di Indonesia juga akan semakin meningkat.
Penulis : Wanda Ayu