Kabut asap yang terjadi di wilayah Sumatera dan Kalimantan sejak akhir Agustus 2015 lalu menuai banyak permasalahan, salah satunya bagi kesehatan. Banyak masyarakat di sana yang terjangkit berbagai penyakit pernafasan seperti asma, bronkitis, hingga infeksi saluran pernafasan akut (ISPA).
“Bila sudah seperti ini yang jadi korban pasti masyarakat. Kerugian harta benda atau kendala aktivitas maupun transportasi barangkali bisa dihitung, tapi kesehatan tidak bisa,” ungkap Guru Besar Kesehatan Lingkungan Fakultas Kesehatan Masyarakat (FKM) UI, Prof. dr. Haryoto Kusnoputranto.
Mantan Deputi Menteri Negara Lingkungan Hidup bidang Pengelolaan Lingkungan Buatan tersebut menghimbau kepada pemerintah bahwa harus ada penanganan yang serius. “Solusinya, sumbernya harus dihentikan, karena kalau polutan sudah masuk ke udara, tidak ada teknologi yang bisa membersihkannya, kecuali hujan. Disaring juga tidak bisa karena memang sangat kecil ukurannya (Partikel kabut asap—red),” paparnya.
Korban Kabut Asap Perlu Dipetakan
Selain itu, ia juga menambahkan bahwa pencegahan merupakan hal yang paling utama. Menurutnya, masyarakat yang terpajan kabut asap harus dipetakan, karena mereka merupakan populasi yang mempunyai risiko. Ia juga mengungkapkan bahwa pemerintah hendaknya terus memantau bahkan sampai setelah kabut asap menghilang. “Ketika kabut asap selesai, jangan lalu menganggap semuanya selesai. ISPA yang menjangkit masyarakat belum tentu turun. Pajanan satu bulan cukup besar untuk mengakibatkan gangguan-gangguan lain, bisa juga kena penyakit yang tidak menular,” tambahnya.
Menurut Haryoto, ada hubungan yang kuat antara debu dengan peningkatan jumlah penderita gangguan pernafasan. “Debu tersebut bukanlah penyebab langsung timbulnya penyakit pernafasan yang berbahaya seperti ISPA, namun merupakan pemicu yang sangat berbahaya,“ ujarnya.
Bahaya Debu-debu dari Kabut Asap
Menurutnya, debu-debu dengan ukuran yang sangat kecil dapat menjangkau saluran pernafasan manusia.“Untuk kesehatan masyarakat, kita harus memperhatikan debu-debu yang mempunyai yang kurang dari 10 mikron, istilahnya yang kita sebut sebagai PM10, atau debu yang lebih kecil lagi dengan ukurannya kurang dari PM2,5, itu yang kemudian bisa menjangkau sampai ke paru-paru bagian dalam atau alveoli,” papar Haryoto.
Ia juga menerangkan bahwa dengan menghirup debu terus-menerus dalam jangka waktu yang lama, akan timbul iritasi pada selaput lendir tenggorokan. “Lama-kelamaan, kemampuan organ tersebut untuk menangkal polutan yang masuk dalam tubuh menjadi berkurang, kemudian masuklah mikroorganisme yang menimbulkan infeksi,” jelas Haryoto lagi.
Permasalahan kabut asap di berbagai wilayah di Indonesia menurutnya bukan hanya mengganggu kesehatan masyarakat, tetapi bahkan dapat memicu masalah yang lebih serius seperti kematian. “Misalnya seseorang yang rentan terhadap asap, yaitu orang-orang tua yang sudah menderita penyakit paru-paru, jantung dan sebagainya, kemudian terpajan oleh kabut asap, mereka bisa saja kambuh. Dan kambuh itu bisa jadi menyebabkan kematian,” pungkasnya.
Penulis: Frista Nanda Pratiwi