id sipp@ui.ac.id dan humas-ui@ui.ac.id +62 21 786 7222

UU No.5/1990: Upaya Indonesia Melawan Kejahatan Sumber Daya Alam

Universitas Indonesia > Berita > UU No.5/1990: Upaya Indonesia Melawan Kejahatan Sumber Daya Alam

Institute for Sustainable Science Earth and Resources (I-SER) Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA), Universitas Indonesia menggelar diskusi publik bertema lingkungan pada Kamis (24/5/2018).

Diskusi publik dengan tema “Mendorong Proses Pembahasan Undang Undang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya” diselenggarakan di Auditorium Gedung B, FMIPA UI. Hadir sebagai pembicara dalam acara ini yakni Prof. Dr. Jatna Supriatna (Ketua I-SER), Dr. Sunaryo (Staf Ahli I-SER), Wiratno (Ditjen KSDAE KLHK), dan Viva Yoga Mauladi (Wakil Ketua Komisi IV DPR RI).

Diskusi publik yang dihadiri oleh lebih dari 50 orang peserta diskusi ini dilatarbelakangi oleh maraknya pemberitaan mengenai kasus kematian Orangutan di Kalimantan, konflik gajah dan manusia di Aceh, dan kasus-kasus perdagangan tumbuhan dan satwa liar.

Menurut Pusat Penelusuran dan Analisa Transaksi Keuangan (PPATK), transaksi perdagangan tumbuhan dan satwa liar mencapai lebih dari Rp. 13 triliun per tahun. Perdagangan ilegal tumbuhan dan satwa liar tersebut menjadi kejahatan urutan ketiga tertinggi nilainya setelah narkoba dan perdagangan manusia.

“Berbagai ancaman dan tekanan terhadap kelestarian keanekaragaman hayati tersebut, pada dasarnya disebabkan oleh adanya kelemahan dalam tata kelola konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya, yang salah satunya adalah Undang-Undang No.5/1990”, papar Prof. Dr. Jatna Supriatna.

Undang-Undang (UU) Konservasi No.5/90 dianggap belum cukup memadai untuk mendorong tercapainya kelestarian keanekaragaman hayati dan ekosistemnya karena memiliki kelemahan-kelemahan seperti pemberian sanksi yang rendah atas pelanggaran pidana, besaran denda yang rendah, kelembagaan pengelolaan yang lemah, serta input pengelolaan yang rendah.

Namun,  salah satu pembicara, Dr. Sunaryo, menambahkan bahwa walaupun dengan kelemahan-kelemahan tersebut, pembahasan UU No. 5/90 tetap harus dilakukan dengan hati-hati dan melibatkan semua pihak.

“Perbaikan materi dalam UU ini nantinya harus mengarah pada upaya pelestarian kekayaan alam Indonesia, namun tetap mengakomodir kepentingan bangsa-bangsa lainnya di dunia,” ujar Sunaryo.

Dr. Sunaryo juga mengatakan bahwa aspek penegakan hukum dalam UU No.5/90 merupakan bagian yang sangat penting untuk diperkuat agar dapat memberikan efek jera dan dengan jumlah denda yang relevan.

“Terutama memberikan kewenangan jelas bagi para Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) sehingga dapat mengurangi tekanan dan ancaman terhadap upaya penegakan hukum konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya, ” tambahnya.

Penyempurnaan UU No.5/90 termasuk kedalam daftar prioritas baru tahun 2018 (prolegnas 2018) Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Diharapkan kedepannya, proses legislasi pembahasan UU ini dapat dilakukan pada masa sidang Mei- Juli sehingga dapat diselesaikan pada akhir tahun 2018.

Sumber: Humas FMIPA UI

 

Related Posts

Leave a Reply