id sipp@ui.ac.id dan humas-ui@ui.ac.id +62 21 786 7222

Ahli UI Bicara Perihal Lemon dan Teh Bunuh Virus Corona

Universitas Indonesia > Berita > Ahli UI Bicara Perihal Lemon dan Teh Bunuh Virus Corona

Belakangan beredar kabar yang menyebutkan campuran lemon dan teh dapat membunuh virus SARS-CoV-2, penyebab Covid-19. Berkaitan dengan informasi tersebut, Guru Besar Tetap dalam Bidang Ilmu Bahan Alam Fakultas Farmasi UI (FFUI) Dr. Abdul Mun’im, M.Si, Apt angkat bicara.

Menurut Prof. Abdul, antivirus dalam buah lemon lebih banyak dikaitkan dengan kandungan mineral, vitamin C, dan vitamin lainnya. “Walaupun sebenarnya ada kandungan senyawa lain seperti fenol dan flavonoid yang sudah diketahui manfaatnya untuk kesehatan,” kata Prof. Abdul.

Dia menyampaikan, manfaat flavonoid dari jeruk untuk kesehatan sudah diperkenalkan oleh Albert Szent-Gyorgii pada tahun 1938 untuk mencegah perdarahan pembuluh darah kapiler dan juga mencegah kerapuhan pembuluh darah kapiler pada penyakit kudis.

Sejak saat itu flavonoid dilaporkan juga memiliki khasiat lain seperti antiinflamasi, antioksidan, antibakteri, antivirus, antikanker, dan neuroproteksi. “Flavonoid pada buah lemon ditemukan lebih banyak terkandung pada bagian kulit. Komposisi flavonoid tergantung dari tingkat kematangan buah dan varietas lemon tersebut,” kata Prof. Abdul.

Lemon yang banyak kita kenal dijual di pasaran adalah lemon lisbon. Lemon lisbon memiliki bagian mengerucut di bagian ujungnya, kulit medium-tebal halus, dan warnya kuning cerah saat sudah masak pohon. Dikatakan Prof. Abdul, lemon lisbon diketahui mengandung hesperidin, disomin, dan eriocitrin yang lebih tinggi dibandingkan dengan varietas lainnya.

Untuk diketahui, hesperidin merupakan senyawa golongan flavonoid yang menunjukkan efek toksik terhadap beberapa sel kanker. Dilansir WebMD, diosmin merupakan bahan kimia di beberapa tanaman, terutama dalam buah jeruk. Diosmin paling sering digunakan untuk wasir dan luka kaki yang disebabkan oleh aliran darah yang buruk.

Diosmin juga tampaknya memiliki efek antioksidan. Diosmin biasanya dikonsumsi bersama dengan hesperidin. Sementara eriocitrin, merupakan senyawa flavonoid yang berkhasiat melindungi hati terhadap stres oksidatif. “Pada kulit buah muda lebih banyak mengandung hesperidin, sedangkan jika sudah tua lebih banyak mengandung diosmin dan eriocitrin,” ungkapnya.

Dikatakan Prof. Abdul, kandungan flavonoid pada kulit buah 4 sampai 6 kali lipat lebih banyak dibandingkan dengan daging buah. “Dengan demikian jika ingin memperoleh jus lemon dengan kandungan flavonoid yang tinggi lebih baik diperas sekaligus dengan kulit buahnya. Namun mungkin memberikan efek rasa sepat yang berasal dari flavonoid naringin,” katanya.

Zakaryan, dkk, merangkum aktivitas antivirus dari berbagai jenis flavonoid pada tahun 2017. Dari studi yang dilakukan itu, beberapa flavonoid tersebut memperlihatkan aktivitas antivirus yang kuat baik secara in vitro maupun in vivo dan prospektif dikembangkan sebagai obat. Flavonoid tersebut memperlihatkan efek yang sangat kuat terhadap influenza H1N1 yang resisten terhadap Tamiflu.

Pada pengujian lebih lanjut secara in vitro dan in vivo salah satu flavonoid kuersetin memperlihatkan efek antivirus influnenza lain seperti H5N2, H7N3 dan H9N2. Hesperidin salah satu flavonoid dari lemon sudah banyak dilaporkan memiliki aktivitas antivirus penyebab penyakit pada manusia.

Efek antivirus influenza juga diperlihatkan oleh senyawa flavonoid golongan katekin dan turunannya. Senyawa ini banyak terkandung pada daun teh. “Jadi sangat wajar kontroversi teh dan lemon sebagai pembunuh virus yang ramai diperbincangkan,” ungkap Prof. Abdul.

Kendala pengembangan flavonoid menjadi obat Pengembangan flavonoid menjadi obat banyak menghadapi kendala. Flavonoid diketahui sedikit terserap ke dalam darah, selain itu juga mudah mengalami kerusakan dalam saluran cerna karena terdekomposisi oleh enzim dan mikroba.

Kuersetin hanya 16 persen yang masuk kedalam darah. Hesperidin juga mengalami kendala yang sama karena masalah kelarutan dalam air. “Oleh karena itu beberapa peneliti membuat turunan hesperidin yang mudah larut dalam air dengan menambahkan gugus glukosa,” katanya.

Turunan hesperidin tersebut ternyata lebih mudah terserap ke dalam darah dan memiliki aktivitas antivirus influenza A lebih baik dibandingkan dengan hesperidin. Saat ini beberapa flavonoid juga dikembangkan dalam bentuk sediaan nano untuk mengatasi masalah tersebut.

“Penelitian lebih lanjut flavonoid untuk anti virus masih harus dilanjutkan, karena masih lebih banyak penelitian in vitro atau in vivo. Apalagi untuk obat Covid 19 karena virus baru, bukti masih terbatas,” tegas Prof. Abdul. “Uji klinis terhadap anti Covid-19 yang telah dilakukan di China adalah bentuk ramuan TCM, jadi tidak jelas senyawa yang bertanggung jawab, tidak akan diketahui,” tutupnya.

Sumber:

https://www.kompas.com/sains/read/2020/04/22/112100823/kontroversi-lemon-dan-teh-bunuh-virus-corona-ahli-ui-paparkan-faktanya?page=1

Related Posts

Leave a Reply