iden sipp@ui.ac.id dan humas-ui@ui.ac.id +62 21 786 7222

Anemia Bisa Sebabkan Stunting, Perlu Penanganan Serius Karena 1 dari 4 Remaja Putri Menderita Anemia

Universitas Indonesia > Berita > Berita Fakultas Kesehatan Masyarakat > Anemia Bisa Sebabkan Stunting, Perlu Penanganan Serius Karena 1 dari 4 Remaja Putri Menderita Anemia

Penyebab utama stunting adalah malnutrisi dalam jangka panjang. Kondisi tersebut berdampak pada bayi yang masih di dalam kandungan, karena ibu tidak mencukupi kebutuhan nutrisi selama kehamilan. Selain malnutrisi, stunting  ternyata juga berkaitan erat dengan anemia karena defisiensi zat besi merupakan salah satu penyebab stunting . Adapun kekurangan zat besi adalah penyebab anemia terbanyak pada remaja.

Menurut Dosen Departemen Gizi Fakultas Kesehatan Masyarakat (FKM) Universitas Indonesia (UI), Nurul Dina Rahmawati, S.Gz., M.Sc., satu dari empat remaja puteri Indonesia mengalami anemia. Jika tidak ditangani dengan tepat, mereka yang mengalami anemia akan menjadi ibu hamil yang juga anemia, sehingga turut menambah prevalensi stunting di masa depan.

Untuk mengurangi prevalensi anemia pada remaja putri di Kabupaten Lebak, Banten, Nurul bersama anggota tim dari UI memberikan edukasi kepada pelajar di SMKN 1 Kalanganyar mengenai anemia dan dampaknya. Pada kegiatan yang berlangsung Senin (27/11), Tim Pengabdi UI membagikan modul “Remaja Sehat” yang memuat beberapa materi penting.

Materi dalam modul “Remaja Sehat” mencakup beberapa topik, di antaranya perubahan fisik dan psikososial pada remaja; pertumbuhan tubuh remaja dan konsekuensinya terhadap kebutuhan gizi; dampak, penyebab, dan pencegahan anemia; pentingnya asupan makanan bergizi seimbang dan pola hidup sehat; pentingnya konsumsi tablet tambah darah (TTD) bagi remaja puteri; serta pentingnya status gizi yang baik sebelum menikah dan dampak pernikahan usia dini.

Anemia adalah salah satu masalah gizi yang ditandai dengan rendahnya kadar hemoglobin (<12 g/dL pada remaja putri dan <13 mg/dL pada remaja putra). Gejala anemia dapat berupa rasa pusing, lemah, lesu, wajah/kelopak mata pucat, hingga kuku berbentuk cekung jika kondisi sudah sangat parah. Menurut Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2018, sebesar 26,8% anak Indonesia usia 5–14 tahun dan 32% pada usia 15–24 tahun menderita anemia.

Prevalensi anemia pada remaja putri di Provinsi Banten berada di atas angka nasional. Berdasarkan data dari Dinas Kesehatan Provinsi Banten (2017), tercatat anemia pada remaja putri di provinsi tersebut sebanyak 37,1%. Meski belum ada data spesifik terkait prevalensi anemia di masing-masing kabupaten, namun prevalensi stunting di Kabupaten Lebak masih tinggi, yakni sebesar 26,2% dari prevalensi nasional sebesar 21% pada tahun 2022.

Edukasi tersebut dinilai penting karena dalam jangka pendek, anemia dapat menyebabkan penurunan konsentrasi belajar karena kurangnya kadar oksigen yang dihantarkan ke otot dan otak. Hal tersebut berdampak pada penurunan prestasi serta menyebabkan remaja tidak bugar. Sementara itu, dalam jangka panjang, penurunan konsentrasi dan prestasi pada remaja dapat menyebabkan berkurangnya produktivitas, sehingga mereka berpotensi berpenghasilan rendah saat dewasa.

Selain itu, kondisi ibu hamil yang mengalami anemia juga dapat menghambat perkembangan janin, sehingga bayi akan lahir prematur dengan berat badan rendah dan tubuh pendek (kecil). Hal tersebut tentu meningkatkan risiko stunting dan gangguan perkembangan kecerdasan pada anak, sekaligus memunculkan risiko kematian pada ibu karena perdarahan.

Nurul selaku Ketua Tim Pengabdi UI berharap program telah dijalankan dapat berlanjut. Dengan melibatkan guru sekolah, pihak Usaha Kesehatan Sekolah, dan Palang Merah Remaja, proses monitoring dan evaluasi akan dilakukan untuk menjamin keberlangsungan program.

“Upaya monitoring dan evaluasi yang kuat diharapkan dapat meningkatkan kesadaran remaja putri, termasuk terkait konsumsi TTD. Selain itu, dengan adanya edukasi ini, semoga dapat memotivasi para remaja untuk meningkatkan status gizi dan kesehatannya demi tingginya produktivitas dan daya saing di masa depan,” ujar Nurul.

 

Penulis: Sasa

Related Posts