id sipp@ui.ac.id dan humas-ui@ui.ac.id +62 21 786 7222

Bonus Demografi Indonesia dan Kualitas Hidup Anak

Universitas Indonesia > Berita > Bonus Demografi Indonesia dan Kualitas Hidup Anak

Memperingati Hari Anak Nasional, Pusat Kajian Perlindungan Anak Indonesia (PUSKAPA) bekerja sama dengan UNICEF menyelenggarakan seri pembelajaran bulanan yang bertajuk “Ending Childhood Violence” di Auditorium Komunikasi pada Senin (24/07/2017).

Acara yang dibuka oleh Dekan FISIP UI, Dr. Arie Setiabudi Soesilo, M.Sc dan Chief of Child Protection UNICEF Indonesia, Amanda Bissex ini berfokus pada bahasan tentang pentingnya memahami kualitas hidup anak dan kaitannya dengan bonus demografi yang akan terjadi di Indonesia.

Hadir sebagai pembicara pertama, Direktur Perencanaan Kependudukan dan Perlindungan Sosial BAPPENAS, Maliki, memaparkan tentang dampak dari bonus demografi pada kebijakan dan program untuk perlindungan dan peningkatan kualitas hidup anak. Dalam paparannya, ia menekankan bahwa pemenuhan hak-hak anak merupakan investasi yang diharapkan dalam bonus demografi.

Lebih lanjut, human capital investment yang terdiri dari kesehatan, pendidikan, pengembangan sosial, perlindungan, nilai-nilai keluarga, dan nilai-nilai masyarakat memiliki peran penting dalam pengembangan kemampuan yang berimbas langsung pada produktivitasnya saat dewasa.

Menurutnya, investasi lebih awal dan optimal ketika anak di bawah usia 15 tahun akan menghasilkan kemampuan yang lebih mengakar kuat dibandingkan ketika sudah menginjak usia di atas 15 tahun. Oleh karena itu, kebijakan yang diterapkan melalui wajib belajar 12 tahun dan mengurangi child labour serta early empoyment dengan kualifikasi yang lebih rendah.

“Ini seperti pepatah siapa yang menanam akan menuai. Yang harus diingat adalah rata-rata pendapatan potensial dengan skenario terbaik dari produktivitas dan konsumsi adalah 0,62% dari pertumbuhan ekonomi, dan ini berlangsung hanya delapan tahun lagi,” tuturnya.

Kepala Lembaga Demografi FEB UI, Turro S. Wongkaren yang hadir sebagai pembicara kedua melengkapi pemaparan Maliki tentang kekerasan terhadap anak dan kaitannya dengan bonus demografi yang didapatkan Indonesia. Ia meluruskan anggapan banyak orang yang salah kaprah terhadap definisi bonus demografi.

“Terkadang banyak orang yang salah kaprah tentang bonus demografi. Katanya Indonesia baru mendapat bonus demografi pada tahun 2030. Itu salah. Kita sebenarnya ini sudah mendapat bonus demografi dengan porsi usia produktif lebih besar dari usia anak-anak dan lansia. Baru tahun 2035 itu puncaknya” papar Turro.

Ia juga menambahkan bahwa dalam human capital investment harus dimasukkan pula security (rasa aman). Rasa aman dari gangguan yang didapatkan anak akan menghasilkan mental dan self-worth yang bagus. Sebaliknya, kekerasan terhadap anak dapat memunculkan mental health issue yang sangat mempengaruhi performa bekerja saat berada di usia produktif.

Sumber : fisip.ui.ac.id

Ilustrasi : Shutterstock.com

Related Posts

Leave a Reply