Meskipun penuaan adalah bagian alami dari perjalanan hidup, kebanyakan orang berusaha menolak proses penuaan, misalnya dengan menggunakan kosmetik anti-aging yang dapat mengurangi berbagai tanda penuaan pada wajah. Menurut Dr. apt. Syamsu Nur, S.Farm., M.Sc., mahasiswa Program Studi (Prodi) Doktor Ilmu Farmasi, Fakultas Farmasi (FF) Universitas Indonesia (UI), berbagai kosmetik dengan klaim anti-aging semakin banyak beredar. Sayangnya, kebanyakan mengandung bahan aktif sintetik yang sering kali memberikan efek yang merugikan dalam jangka panjang. Di sisi lain, pengobatan berbasis bahan alami semakin populer dan digemari masyarakat saat ini. Hal ini boleh jadi lantaran semakin banyak orang merasa lebih aman menggunakan kosmetik alami, karena efek sampingnya diduga minimal.
Menurut studi World Health Organization (WHO), sekitar 80 persen dari populasi dunia sangat percaya pada pengobatan herbal karena efek terapeutik (hasil penanganan media yang sesuai dengan apa yang diharapkan) dari bahan alami. Indonesia beruntung karena memiliki jutaan ragam tanaman obat. Badan Pengawas Obat dan Makanan dalam siaran persnya pada 2020 mengungkapkan bahwa Indonesia memiliki sedikitnya 30.000 spesies tumbuhan yang dapat dimanfaatkan secara optimal sebagai obat herbal. Oleh karena itu, penelitian terus dilakukan untuk mengeksplorasi bahan alami yang berpotensi untuk digunakan sebagai pengobatan, termasuk untuk bahan aktif kosmetik anti-aging.
Dalam penelitiannya, Dr. Syamsu menemukan potensi fraksi ekstrak akar tanaman Curculigo latifolia, atau yang dikenal sebagai marasi atau congkok, sebagai anti-aging. Curculigo latifolia adalah tanaman lokal Indonesia yang tersebar di berbagai daerah, seperti Sumatra, Pulau Bangka, Kalimantan, Jawa, hingga Sulawesi, dan kerap dibudidayakan di rumah. Hasil penelitiannya mengungkapkan bahwa ekstrak akar tanaman congkok diketahui mengandung kemampuan menunda tanda penuaan.
Congkok mengandung kemampuan anti-aging karena memiliki aktivitas antioksidan, anti-tirosinase, anti-elastase, dan mendukung pertumbuhan sel fibroblast. Dr. Syamsu juga menemukan bahwa kandungan senyawa kurkapital, kurlatifolia-SN, luteolin, dan alfa-amirin glikosida dalam ekstrak akar tanaman congkok berperan penting dalam mencegah penuaan. Senyawa-senyawa tersebut diketahui merupakan senyawa baru dan belum dilaporkan ada pada spesies tanaman lainnya.
Hasil penelitian Dr. Syamsu memberikan manfaat besar dalam dunia kosmetik. Temuan yang diperoleh dapat membuka jalan untuk pengembangan produk kosmetik anti-aging yang mengandung bahan-bahan alami dan efektif. Dengan mengeksplorasi kekayaan alam Indonesia, seperti tanaman Curculigo latifolia, dapat ditemukan solusi anti-aging yang mampu memberikan manfaat maksimal dengan risiko efek samping yang minimal.
Berkat penelitian tersebut, Dr. Syamsu berhasil meraih gelar Doktor Ilmu Farmasi Bidang Fitokimia. Sidang promosi doktornya dilaksanakan di Ruang Sidang Besar FF UI, pada Jumat (12/1). Dalam sidang promosi tersebut, Morrison dinyatakan lulus dengan yudisium summa cumlaude dan IPK 4,00. Dr. Syamsu juga berhasil menyelesaikan studinya di FF UI hanya dalam lima semester.