id sipp@ui.ac.id dan humas-ui@ui.ac.id +62 21 786 7222

Kekayaan Batik dalam Wastra Nusantara

Universitas Indonesia > Berita > Kekayaan Batik dalam Wastra Nusantara

Dalam rangka merawat pengetahuan nusantara yang terkandung dalam koleksi naskah kuno, Perpustakaan Universitas Indonesia (UI) mengadakan seminar “Wastra Nusantara pada Busana Dunia” sebagai salah satu dari rangkaian acara tahunan Knowledge-Based Industry (KBI).

Tahun ini, Perpustakaan UI membawa tema besar “Wastra Nusantara”, yang berarti kain Nusantara dalam bahasa Sansekerta. Seminar ini diselenggarakan pada Rabu (23/10/2019), di Ruang Apung, Perpustakaan UI, Depok.

Hadir sebagai pembicara seminar, Itang Yunasz, perancang busana terkenal, yang menceritakan awal mula terjun ke industri fashion.

 

“Obsesi saya ketika itu—dan hingga saat ini sudah 40 tahun berkarya—adalah ingin menjangkau seluruh lapisan masyarakat dalam setiap pakaian yang saya buat. Makanya saat itu saya tidak malu ketika baju saya masuk ke Tanah Abang,” ujarnya.

Itang pun mengungkapkan bahwa obsesinya tercapai karena banyak masyarakat yang menggunakan baju rancangan pemilik brand ‘Kamila’ ini. “Berbicara tentang batik sebagai wastra nusantara,” lanjutnya, “Ketika saya membuat karya fashion dari batik, saya jadi ikut mempelajari budaya karena saya harus tahu makna-makna yang terdapat dalam sehelai kain batik,” kata Itang yang juga berkesempatan untuk memamerkan busana karyanya di sela-sela seminar.

Dilihat dari sudut pandang regulasi, Prof. Rahardi Ramelan menjabarkan masih minimnya undang-undang atau peraturan lain yang bertujuan untuk melindungi batik.

“Batik itu diatur dan diindungi hanya oleh hak cipta saja, yang berarti hanya motif bukan bendanya. Begitupun yang diakui oleh UNESCO tahun 2009, bahwa batik dengan filosofi yang terkandung, bukan kainnya,” tutur Ketua Dewan Pakar Yayasan Batik Indonesia tersebut.

Prof. Rahardi yang juga menjabat sebagai Guru Besar Emeritus Institut Teknologi Sepuluh November menyayangkan peraturan di Indonesia yang belum mengunggulkan batik sebagai warisan Nusantara.

Seminar ditutup dengan pameran kain batik koleksi Hartono Sumarsono, seorang kolektor batik yang juga penulis buku “Batik Sudagaran Surakarta”.

Sembari memamerkan koleksinya, ia mengungkapkan alasan menjadi kolektor batik. “Saya mulai menjadi kolektor batik sekitar tahun 1983-1984. Alasannya karena saya merasa prihatin ketika batik Indonesia malah dibeli oleh orang-orang luar negeri. Saya takut ketika suatu saat nanti saya ingin melihat batik, saya harus ke luar negeri dulu karena batiknya sudah diambil semua ke sana,” ungkapnya.

Related Posts

Leave a Reply