id sipp@ui.ac.id dan humas-ui@ui.ac.id +62 21 786 7222

Memahami Pola Kegiatan Akademik & Kemahasiswaan Pasca Revisi Statuta UI

Universitas Indonesia > Berita > Berita Highlight > Memahami Pola Kegiatan Akademik & Kemahasiswaan Pasca Revisi Statuta UI

Penulis: Satrio Alif

Pada Rabu (29/9) Universitas Indonesia (UI) menyelenggarakan kegiatan seminar daring berjudul Aspek Pendidikan, Merdeka Belajar dan Kemahasiswaan dalam PP 75 Tahun 2021 tentang Statuta UI. Webinar tersebut berlangsung secara daring melalui aplikasi Zoom dan live Youtube UI Teve.

Dipandu oleh Dra. Amelita Lusia selaku Kepala Biro Hubungan Masyarakat dan Keterbukaan Informasi Publik UI, seminar ini menghadirkan lima orang narasumber yaitu Gatot Fatwanto Hertono, Ph.D. (Direktur Pengembangan Akademik dan Sumber Daya Pembelajaran UI); Astha Ekadiyanto, M.Sc. (Direktur Center for Indpendent Learning UI); Dr. Badrul Munir (Direktur Kemahasiswaan UI); Junaedi Saibih, S.H., M.Si., LL.M (Dosen Fakultas Hukum UI.; dan Mahesa Oktareza (Ketua Badan Eksekutif Mahasiwa Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam UI).

Sekretaris Universitas Indonesia, dr. Agustin Kusumayati, Ph.D. dalam sambutannya memaparkan bahwa diterbitkannya Peraturan Pemerintah (PP) No. 75 Tahun 2021 tentang Statuta UI telah membawa banyak perubahan di internal UI, terutama ketentuan tentang kegiatan akademis dan kemahasiswaan di lingkungan UI. “Dalam kesempatan ini, kita akan mendengarkan penjelasan langsung dari para pengambil kebijakan di UI tentang perubahan-perubahan pada pelaksanaan pendidikan di UI, sehingga semuanya dapat menjadi lebih jelas dan tidak simpang-siur,” ujar Agustin.

Pembicara pertama, Junaedi meninjau pemberlakukan statuta dari segi formil dan materiil hukum. “Keberlakuan secara formil dapat dilihat dari teori fiksi hukum yang menyatakan bahwa semua orang dianggap tahu saat peraturan perundang-undangan diberlakukan dan waktu sejak pengundangan tersebut menentukan kapan hukum itu berlaku. Secara materiil, keberlakuan hukum dapat dilihat dari apakah seorang hakim masih menggunakan suatu peraturan perundang-undangan menjadi dasar dalam pengambilan keputusan. Dengan kondisi seperti saat ini, Statuta baru UI masih berlaku karena tidak ada unsur yang dapat membatalkan keberlakuannya,” ujar Junaedi menjelaskan.

Dari segi implementasi, Gatot Hertono menyampaikan bahwa dalam statuta baru, jenjang pendidikan diatur secara lebih rinci dibandingkan statuta yang lama, yaitu program sarjana, magister, dan doktor. Pada statuta yang lama, jenjang akademik tidak disebutkan secara detail. Dengan adanya perincian tersebut, Gatot menyatakan terdapat kepastian hukum yang diperoleh sehingga pengaturan kegiatan akademik dapat menjadilebih spesifik dan mendapat pengakuan hukum yang lebih jelas.

Dalam bidang kemahasiswaan, Badrul Munir, Ph.D. menyatakan terdapat empat pasal dalam statuta baru UI yang erat kaitannya dengan ruang lingkup kegiatan kemahasiswaan. Keempat pasal tersebut adalah pasal 12, pasal 13, pasal 51, pasal 52, dan pasal 53. Dari keempat pasal tersebut, pasal yang dianggap bermasalah dan menjadi perbincangan adalah pasal 13 ayat (4) yang menyatakan bahwa UI wajib mencari dan menjaring calon mahasiswa berkewarganegaraan Indonesia yang memiliki potensi akademik tinggi, tetapi kurang mampu secara ekonomi dan calon mahasiswa dari daerah terdepan, terluar, dan tertinggal untuk diterima paling sedikit 20% dari seluruh mahasiswa baru yang diterima melalui pola penerimaan secara nasional. Masalah dalam ketentuan ini adalah frasa “pola penerimaan secara nasional” yang diinterpretasikan beberapa pihak menyempitkan makna penerima beasiswa pada seleksi masuk UI.

Menanggapi ketentuan pasal 13 ayat (4) tersebut, Badrul menyatakan keberadaannya ditujukan untuk memastikan bahwa seluruh mahasiswa yang ada di Indonesia memperoleh akses yang sama dalam mengenyam pendidikan di UI. ”UI merupakan miniatur Indonesia, sehingga penegasan daerah tertinggal, terbelakang, dan terluar tersebut ada untuk menekankan bahwa setiap orang memiliki kesempatan dan akses yang sama untuk mengenyam pendidikan di UI. Terkait dengan pola penerimaan secara nasional, UI sendiri sebagaimana yang kita ketahui memiliki empat jalur penerimaan yaitu Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi, talentscouting, Prestasi dan Pemerataan Kesempatan Belajar, Seleksi Bersama Masuk Perguruan Tinggi, dan Seleksi Masuk UI yang kesemuanya bersifat nasional. Sementara itu, frasa 20% yang menjadi problematika di beberapa kalangan sebenarnya telah dipenuhi UI sendiri dengan menempatkan lebih dari 25% mahasiswa program sarjana reguler untuk mendapatkan program beasiswa dari UI melalui pemberian biaya operasional pendidikan berkeadilan yang memiliki nominal di bawah Rp5 juta setiap semesternya,” ujar Badrul.

Selain menghadirkan para dosen/pejabat terkait, seminar ini juga menghadirkan pandangan mahasiswa yang diwakili oleh Mahesa Oktareza. Dalam kesempatan tersebut, Mahesa menyampaikan bahwa terdapat dua hal yang menjadi concern mahasiswa pada statuta baru tersebut yaitu permasalahan beasiswa, penerimaan mahasiswa, dan biaya pendidikan yang berkaitan langsung dengan mahasiswa karena merasa ketentuan tersebut merugikan mahasiswa dengan frasa-frasa ambigu seperti seleksi penerimaan mahasiswa baru secara nasional serta permasalahan seputar posisi Anggota Majelis Wali Amanat UI Unsur Mahasiswa (MWA UI UM) yang jumlahnya sangat sedikit di dalam forum MWA. Sedikitnya anggota MWA UI UM membuat mahasiswa merasa suaranya kurang terwakili di dalam forum MWA. Untuk itu, pihak BEM memiliki tiga buah solusi terhadap statuta ini yaitu dicabut dan menggunakan yang lama terlebih dahulu sembari membuat statuta baru bersama seluruh elemen di UI; direvisi dengan catatan yang telah dibuat oleh mahasiswa dijadikan bahan evaluasi terhadap revisi statuta; dan dilaksanakan dengan catatan aturan turunan yang dibuat harus berpihak kepada kepentingan mahasiswa.

Related Posts