id sipp@ui.ac.id dan humas-ui@ui.ac.id +62 21 786 7222

Penemuan Struktur Bangunan Purbakala di Gunung Padang

Universitas Indonesia > Berita > Penemuan Struktur Bangunan Purbakala di Gunung Padang

 

Tertarik menindaklanjuti hasil penelitian Tim Bencana Katastropik Purba pada 2011-2012 yang menemukan dugaan struktur bangunan di Gunung Padang, Tim Terpadu Riset Mandiri Gunung Padang yang terdiri dari arkeolog, sejarawan, sosiolog, arsitek, dan peneliti dari disiplin ilmu lainnya di UI berkumpul untuk melakukan penelitian lebih lanjut di Gunung Padang, Cianjur, Jawa Barat. Tim mandiri memulai risetnya pertama kali pada bulan Mei sampai Juni 2012. Pada saat itu, tim menemukan bukti-bukti adanya suatu bentuk bangunan yang diduga dibangun oleh manusia pada ribuan tahun sebelum masehi. Penelitian tersebut sekaligus membuktikan bahwa sudah ada teknologi canggih yang digunakan manusia pada masa sebelum masehi. Penelitian mendapat dukungan penuh dari banyak pihak, termasuk pemerintah daerah setempat.

Situs Gunung Padang pertama kali ditemukan oleh seorang peneliti Belanda, N. J. Krom pada tahun 1914. Pada saat itu, belum ada nama untuk Gunung Padang. N. J. Krom hanya menyebutkan bahwa situs berada dekat Gunung Melati. Sejak itu, situs di Gunung Padang luput dari penelitian dan perbincangan. Sampai akhirnya, pada tahun 1979, seorang warga melaporkan adanya peninggalan purbakala di sana. Setelah tahun 1979, mulai datang peneliti-peneliti untuk meneliti situs tersebut. Penelitian di Situs Gunung Padang sejak tahun 1979 dilakukan oleh Pusat Penelitian Arkeologi Nasional yang melakukan ekskavasi pada Teras 4 dan 5. Sampai akhirnya, pada tahun 1990 Situs Gunung Padang ditetapkan oleh pemerintah sebagai cagar budaya yang dilindungi undang-undang. Luas area Situs Gunung Padang mencapai 3000 m2 dengan tinggi 110 meter. Situs terdiri dari teras 1 sampai dengan teras 5, yang dibatasi oleh batu-batuan.

Pada tahun 2011-2012, Tim Bencana Katastropik Purba yang dibentuk Kantor Staf Khusus Presiden Bidang Bantuan Sosial dan Bencana mendapatkan beberapa penemuan pada saat melakukan penelitian tentang bencana purba dan kaitannya dengan sejarah peradaban. Penelitian tersebut menggunakan metode dan teknik, seperti Citra Satelit, Georadar, Geoelektrik, Pengeboran, dan Analisis Karbon. Pada pengeboran di kedalaman 3 meter, didapatkan adanya lapisan pasir setebal kurang lebih 1 meter. Pasir tersebut merupakan kerakal sungai, yang diduga digunakan sebagai peredam guncangan gempa. Kemudian, di bawah kedalaman 4 m ditemukan batu-batuan andesit. Pada kedalaman 19 meter, tim menemukan andesit yang besat tapi penuh fractures sampai ± 25 m. Kemudian pada kedalaman 18 meter ditemukan banyak karbon. Peneliti melakukan eskavasi dan menguji sampel karbon yang ditemukan, dengan alat Liquid Scintillation Counting (LSC) di Badan Tenaga Nuklir Nasional (BATAN). Hasilnya disebutkan bahwa pada sampel pertama yang diambil dari Teras 2 pada kedalaman 3.5 meter, hasilnya 5.500 tahun Sebelum Masehi (SM). Pada sampel kedua yang diambil dari Teras 5 pada kedalaman 8 sampai 10 m, hasilnya 11.060 tahun SM. Kesimpulan yang dibuat pada saat itu adalah adanya lapisan batuan dan tanah yang bukan merupakan endapan gunung api alami tetapi merupakan struktur bangunan.

Bertolak dari hasil penelitian tersebut, Tim Terpadu Riset Mandiri Gunung Padang melakukan penelitian lanjutan memfokuskan penelitian di luar Situs Gunung Padang. Penelitian pertama kali dilakukan pada Mei-Juni 2012, yang kemudian dilanjutkan pada Januari-Maret 2013. Tim pada saat itu menemukan batu-batuan columnar joint. Columnar joint adalah batuan alami yang keluar dari perut bumi. Secara alami, batuan itu berada pada posisi vertikal. Akan tetapi, batuan yang ditemukan di sana berada pada posisi horizontal, yang dengan demikian disimpulkan bahwa ada campur tangan manusia di dalamnya. Peneliti-peneliti juga menguji kembali karbon yang ditemukan di kedalaman 8-10 meter dan kedalaman sekitar 5 meter sampai 12 meter. Pengujian dilakukan di Laboratorium Beta Analytic Miami di Florida, Amerika Serikat. Dari hasil tersebut didapatkan usia yang lebih tua, yaitu usia karbon pada sampel pertama 7600-7800 SM dan sampel kedua 14500-25000 SM. Jauh lebih tua dibandingkan hasil pengujian di Laboratorium BATAN. Hasil tersebut jika dikonversikan didapatkan rata-rata usia bangunan yang ditemukan tersebut adalah 10.000 SM.

Riset Tim Terpadu Penelitian Mandiri menunjukkan luas bangunan di situs Gunung Padang yaitu sekitar 15 hektar. Sementara itu, jika dibandingkan dengan Candi Borobudur, tinggi bangunannya diduga kurang lebih 3 kali lebih tinggi dari Candi Borobudur dengan luas 10 kali luas Candi Borobudur. Dengan usia dan luas tersebut, dapat dikatakan bahwa bangunan tersebut adalah bangunan prasejarah terbesar di dunia. Padahal dalam catatan sejarah sampai saat ini, peradaban besar dunia baik di Mesopotamia, Mesir, Cina, maupun Yunani yang tertua berusia sekitar 4000 SM. Tim juga menemukan bangunan tersebut mempunyai kemiripan dengan Piramida Peru. Menurut Tim Terpadu Riset Mandiri Gunung Padang, usia bangunan tersebut punya kemungkinan jauh lebih tua dari hasil penelitian. Tim menyimpulkan bahwa masyarakat purba telah mampu membuat bangunan dengan ukuran yang sangat besar. Itu artinya, mereka telah mengenal pengetahuan dan teknologi pemilahan, penyusunan, dan penguatan bangunan. Selain itu, disimpulkan pula bahwa sudah ada pemimpin dan perencana ulung pada saat itu. Masyarakatnya juga dianggap telah mengenal manajemen kerja yang efektif, sudah adanya pasokan makanan dan minuman yang banyak, dan pengetahuan akan musim dan benda-benda langit yang baik. (KHN)

Related Posts

Leave a Reply